A. Pendahuluan
Untuk memenuhi tuntutan kehidupan masa depan, pendidikan tradisional yang sangat quantitatively-oriented and knowledge-based tidak lagi relevan. Melalui pendidikan, setiap individu mesti disediakan berbagai kesempatan belajar sepanjang hayat; baik untuk meningkatkan pengetahuan, keterampilan, dan sikap maupun untuk dapat menyesuaikan diri dengan dunia yang kompleks dan penuh dengan saling ketergantungan. Untuk itu, pendidikan yang relevan harus bersandar pada empat pilar pendidikan, yaitu (1) learning to know, yakni pebelajar mempelajari pengetahuan, (2) learning to do, yakni pebelajar menggunakan pengetahuannya untuk mengembangkan keterampilan, (3) learning to be, yakni pebelajar belajar menggunakan pengetahuan dan keterampilannya untuk hidup, dan (4) learning to live together, yakni pebelajar belajar untuk menyadari bahwa adanya saling ketergantungan sehingga diperlukan adanya saling menghargai antara sesama manusia.
Dengan demikian, pendidikan saat ini harus mampu membekali setiap pebelajar dengan pengetahuan, keterampilan, serta nilai-nilai dan sikap, dimana proses belajar bukan semata-mata mencerminkan pengetahuan (knowledge-based) tetapi mencerminkan keempat pilar di atas. Melalui keempat pilar itulah dapat terbentuk kompetensi.
Kompetensi adalah pengetahuan, keterampilan, nilai dan sikap yang memfasilitasi pebelajar dalam berfikir dan bertindak sesuai dengan situasi yang dihadapi (Kurikulum Berbasis Kompetensi, 2004). Seseorang dikatakan kompeten apabila padanya terbentuk suatu kemampuan yang dapat diandalkannya dalam menghadapi tuntutan kehidupan. Dengan kata lain, kompetensi dibangun agar setiap individu dapat survived dalam menghadapi kehidupan yang penuh dengan tantangan dalam era global ini.
Pembentukan kompetensi mensyaratkan dilakukannya asesmen yang bersifat komprehensif, dalam arti, asesmen dilakukan terhadap proses dan produk belajar. Bila pada masa yang lalu fokus pembelajaran adalah pada produk belajar, pada masa sekarang proses dan produk mendapat porsi perhatian yang seimbang. Hal ini didasari oleh asumsi bahwa suatu produk yang baik seyogyanya didahului oleh proses yang baik. Untuk meyakinkan hal tersebut, perlu dilakukan pemantauan terhadap proses. Disamping itu, dengan dilakukannya pemantauan selama proses, terbuka peluang bagi pebelajar untuk mendapatkan umpan balik yang dapat digunakannya untuk menghasilkan produk terbaik.
B. Pengertian
Model pembelajaran berbasis portofolio merupakan alternatif cara belajar siswa aktif (CBSA) dan cara mengajar guru aktif. Karena sebelum, selama dan sesudah proses belajar mengajar guru dan siswa dihadapkan pada sejumlah kegiatan (Fajar, 2002:4). Sedangkan menurut Budiono (2001: 1) model pembelajaran berbasis portofolio merupakan satu bentuk dari praktek belajar kewarganegaraan, yaitu suatu inovasi pembelajaran yang dirancang untuk membantu peserta didik memahami teori secara mendalam melalui pengalaman belajar praktik-empirik.
Menurut Wayatt dan Looper (1999: 2) portofolio diartikan sebagai suatu koleksi yang sangat pribadi dari benda-benda hasil karya manusia yang cerdas dan refleksi dari suatu prestasi pembelajaran, kekuatan, dan kerja terbaik. Lebih lanjut dikatakan bahwa portofolio membantu siswa melihat apa yang mereka pikirkan, rasakan, kerjakan, dan perubahan dari sebuah periode waktu, Wayatt dan Loooper (1999: 31). Dari pengertian ini terlihat bahwa portofolio identik dengan kumpulan dari hasil karya siswa yang terbaik. Mengacu pada pengertian ini, maka portofolio siswa adalah sekumpulan informasi tentang kegiatan yang dilakukan siswa selama pembelajaran matematika berlangsung.
Di Amerika Serikat sejak tahun 1985 (Marsh, dalam Anonim, 2004: 4), telah dianjurkan portofolio sebagai salah satu alat penilaian autentik dengan beberapa alasan, yaitu; (a) memungkinkan siswa melakukan refleksi terhadap kemajuan belajarnya, (b) memungkinkan siswa memilih sendiri hasil karya yang menjadi isi portofolionya dan memberi alasan mengapa hasil karya tersebut penting, (c) siswa harus mampu menunjukkan kemampuan berpikir dan keterampilannya, (d) memberi gambaran atas apa yang diketahui dan apa yang dapat dilakukan siswa, (e) memungkinkan guru mengetahui hasil belajar yang penting menurut siswa, (f) Menjadi bukti otentik hasil belajar siswa bagi siswa, orang tua dan masyarakat.
Model pembelajaran berbasis portofolio menurut Majelis Pendidikan Tinggi Penelitian dan pengembangan Pimpinan Pusat Muhammadiyah (2004:71) merupakan suatu inovasi pembelajaran yang dirancang untuk membantu peserta didik memahami materi perkulihan CE secara mendalam dan luas melalui pengembangan materi yang telah dikaji di kelas dengan menggunakan berbagai sumber bacaan atau refeerensi. Pengembangan materi dapat ditempuh dengan meninjau materi yang disajikan oleh dosen dari berbagai perspektif.
Hill dan Ruptic (1994: 6) memberikan beberapa pengertian tentang portofolio, yaitu: (a) Port adalah tempat yang digunakan dan dapat dibawa kemana-mana, dan folio adalah sebuah kelompok kertas, sehingga Portofolio adalah kumpulan kertas yang dapat dibawa kemana-mana, (b) Potofolio adalah sesuatu untuk memperlihatkan pekerjaan di dalamnya, (c) Portofolio adalah tempat menyimpan benda-benda yang dapat ditinjau dari belakang, (d) Portofolio adalah kumpulan benda-benda yang membanggakan yang memperlihatkan keberhasilan, dan (e) potofolio adalah sebuah koleksi yang dapat disimpan untuk kehidupan anda. Beberapa pengertian ini menunjukkan bahwa portofolio adalah kumpulan informasi dari seseorang berupa hasil-hasil karya yang membanggakan yang sangat bermakna yang diperoleh atau dilakukan selama hidupnya.
Pengertian Portofolio yang terkait dengan siswa sebagaimana yang dikemukakan Puckett dan Black (1994) serta Marsh (1996) seperti yang dikutip Anonim (2004: 3) mengatakan bahwa portofolio merupakan folder atau dokumen yang berisi contoh hasil karya siswa yang menurut siswa: (1) sangat berarti, (2) merupakan karya terbaik, (3) merupakan karya favorit, (4) sangat sulit dikerjakan, tetapi berhasil dan (5) sangat menyentuh perasaan, atau memiliki nilai kenangan. Jadi portofolio adalah kumpulan hasil karya siswa yang menggambarkan kompetensi yang dicapai dalam belajar.
Portofolio sebagai salah satu alat penilaian autentik, telah dianjurkan untuk digunakan di Amerika Serikat sejak tahun 1985, dengan beberapa alasan, yakni: (a) memungkinkan siswa melakukan refleksi terhadap kemajuan belajarnya, (b) memungkinkan siswa memilih sendiri hasil karya yang menjadi isii Portofolionya dan memberi alasan mengapa hasil karya tersebut penting, (c) siswa harus mampu menunjukkan kemampuan berpikir dan keterampilannya, (d) memberi gambaran atas apa yang diketahui dan apa yang dapat dilakukan siswa, (e) memungkinkan guru mengetahui hasil belajar yang penting menurut siswa, (f) menjadi bukti otentik hasil belajar siswa bagi siswa, orang tua dan masyarakat, Marsh (dalam Anonim, 2004: 4)
Portofolio bagi siswa merupakan bukti autentik dari hasil belajarnya, dan bagi guru dapat digunakan sebagai alat penilaian ketercapaian kompetensi siswa dan kompetensi diri sendiri, sedangkan bagi orang tua dan masyarakat merupakan merupakan bukti hasil belajar siswa secara nyata. Pada Kurikulum 2004, portofolio diposisikan sebagai tugas yang terstruktur. Portofolio berisi hasil karya siswa yang diberikan guru dan penyelesaiannya membutuhkan kemandirian dan keberanian siswa mencari dan bertanya mengenai tugas yang diberikan. Dengan demikian Portofolio hendaknya memenuhi tiga kriteria utama, yaitu: (1) pada dasarnya disusun oleh siswa, (2) memiliki kriteria penilaian yang jelas (explicit criteria), dan (3) menggambarkan pencapaian Kompetensi Dasar tertentu (Anonim, 2004: 5).
Berdasarkan isinya, jenis portofolio dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu (a) portofolio untuk beberapa/semua mata pelajaran, dan (b) portofolio untuk satu mata pelajaran (Anonim, 2004: 6). Portofolio untuk semua/beberapa mata pelajaran menggambarkan profil kemampuan dari siswa. Portofolio ini berisi berbagai hasil karya siswa dari berbagai mata pelajaran. Jenis portofolio ini dapat dibuat siswa dengan bimbingan wali kelas atau guru kelas. Di Sekolah Dasar (SD) jenis portofoilo ini cocok karena guru mengajar beberapa atau semua mata pelajaran. Isi portofolio ini mencakup unsur karya/teknologi, berhitung, berkarya, dan berbahasa. Jadi isi portofolio ini dapat mencakup beberapa mata pelajaran, seperti sains, matematika, pengetahuan sosial, bahasa dan seni. Di SLTP/SMP jenis portofolio ini dapat dikembangkan melalui bimbingan wali kelas karena secara teknis lebih mudah dibanding jika dibimbing oleh guru mata pelajaran. Namun demikian, dalam penilaian wali kelas akan mengalami kesulitan untuk menilai pencapaian kompetensi mata pelajaran yang bukan bidangnya.
Portofolio satu mata pelajaran disusun untuk satu mata pelajaran tertentu seperti matematika, sains, pengetahuan sosial, kesenian atau pendidikan jasmani. Isi portofolio terdiri dari hasil karya siswa yang menggambarkan ketercapaian Kompetensi Dasar dari mata pelajaran tertentu. Hasil pengukuran portofolio (bersama hasil pengukuran aspek kognitif, afektif, dan psikomotor) dijadikan dasar untuk menentukan apakah siswa tersebut masuk program akselerasi, pengayaan, atau remidiasi. Portofolio untuk satu mata pelajaran tampaknya lebih mudah dilaksanakan di SLTP/SMP karena beberapa alasan. Pertama lebih mudah dibuat/disusun oleh siswa karena isinya hanya memuat satu mata pelajaran tertentu. Kedua, memudahkan pemeriksaan (dialog) karena isinya hanya mencakup satu mata pelajaran, sehingga dapat diperiksa oleh guru mata pelajaran yang bersangkutan. Oleh karena itu portofolio untuk satu mata pelajaran lebih dianjurkan.
Dengan demikian, secara umum isi portofolio meliputi hal-hal berikut: (a) halaman muka dengan identitas siswa (nama, nomor, kelas), (b) daftar isi atau ringkasan dari portofolio yang menggambarkan isi portofolio, (c) hasil karya/prestasi siswa yang menjadi tugas portofolionya dan menurut siswa penting untuk disertakan sebagai isi portofolionya, dan (d) lembar catatan dan komentar guru.
Model pembelajaran berbasis portofolio memiliki prinsip dasar yang kuat seperti prinsip belajar siswa aktif, kelompok belajar kooperatif, pembelajaran partisipatorik, dan reactive teaching (Budimansyah, 2002:v). Di samping itu, model pembelajaran ini memiliki landasan pemikiran yang kuat, yaitu membelajarkan kembali (Re-edukasi), dan merefleksi pengalaman belajar.
Zuriah (2003:2) menguatkan, bahwa model pembelajaran berbasis portofolio memungkinkan mahasiswa untuk :
- berlatih memadukan antara konsep/teori yang diperoleh dari penjelasan dosen atau dari buku referensi dengan penerapannya dalam kehidupan sehari-hari,
- siswa diberi kesempatan untuk mencari informasi di luar kelas/kampus baik informasi yang sifatnya benda/bacaan, penglihatan objek langsung, TV/radio/internet maupun orang/pakar/tokoh,
- membuat alternatif untuk mengatasi topik/objek yang dibahas,
- membuat suatu keputusan (sesuai kemampuannya) yang berkaitan dengan konsep yang telah dipelajarinya, dengan mempertimbangkan nilai-nilai yang ada di masyarakat, dan
- merumuskan langkah yang akan dilakukan untuk mengatasi masalah dan mencegah timbulnya masalah yang berkaitan dengan topik yang dibahas.
Majelis Pendidikan Tinggi Penelitian dan Pengembangan Pimpinan Pusat Muhammadiyah (2004:71 ) berpendapat bahwa,
“Model pembelajaran berbasis portofolio merupakan suatu inovasi pemebelajaran yang dirancang untuk membantu peserta didik memahami materi perkuliahan Civic Education secara mendalam dan luas melalui pengembangan materi yang telah dikaji di kelas dengan menggunakan berbagai sumber bacaan atau referensi. Model ini memiliki beberapa keunggulan, seperti : (1) mampu mendorong keaktifan mahasiswa apabila pengambangan materi ditugaskan kepada mahasiswa secara mandiri atau kelompok kecil; (2) mendorong eksploasi materi yang relevan dengan pokok bahasan sehingga adapat diperoleh sejumlah dokumen bahan kuliah sebagai upaya perluasan pengetahuan mahasiswa dan dosen; (3) mudah dilakukan apabila tersedia perpustakaan yang memadahi, Compact Disc (CD) maupun internet; (4) sangat menguntungkan dalam keluasan pengetahuan karena melalui pengembangan materi yang beragam atas satu topik sejenis akan diperoleh sejumlah besar materi namun memiliki sudut pandang berbeda-beda; (5) dapat menjadi program pendidikan yang mendorong kompetensi, tanggung jawab dan partisipasi peserta didik, seperti belajar menilai dan mempengaruhi kebijakan umum (public policy), memberanikan diri untukberperan serta dalam kegiatan antara mahasiswa, antar-sekolah dan antar-anggota masyarakat; (6) mengacu pada sejumlah prinsip dasar pembelajaran, yaitu prinsip belajar mahasiswa aktif, (student active learning), kelompok belajar kooperatif (cooperative learning), pembelajaran partisipatorik dan mengajar yang reaktif (reactive teaching)”.
Kelemahan pada penilaian portofolio, menurut Sanjaya (2008:370-371) meliputi : (1) memerlukan waktu dan kerja keras; (2) memerlukan perubahan cara pandang guru, masyarakat dan orang tua; (3) memerlukan perubahan gaya belajar, yang selama ini ditentukan oleh keberadaan guru; (memerlukan perubahan sistem pembelajaran.
Sebagai suatu inovasi, model penilaian berbasis portofolio dilandasi juga oleh beberapa landasan pemikiran sebagai berikut.
- Membelajarkan kembali (Re-edukasi). Menurut cara berpikir yang baru, menilai itu bukan memvonis siswa dengan harga mati, lulus atau gagal. Menilai adalah mencari informasi tentang pengalaman belajar peserta didik dan informasi tersebut dipergunakan sebagai balikan (feedback) untuk membelajarkan mereka kembali.
- Merefleksi pengalaman Belajar. Merupakan suatu gagasan apabila penilaian dijadikan media untuk merefleksi (bercermin pada pengalaman yang telah siswa miliki dan kegiatan yang telah mereka selesaikan. Refleksi pengalaman belajar merupakan suatu cara untuk belajar, menghindari kesalahan di masa yang akan datang dan untuk meningkatkan kinerja (Budimansyah, 2002:109-110).
C. Prinsip-Prinsip Dasar Model Pembelajaran Berbasis Portofolio.
1. Prinsip Belajar Siswa Aktif
Proses pembelajaran dengan menggunakan Model Pembelajaran Berbasis Portofolio (MPBP) berpusat pada siswa. Dengan demikian model ini menganut prinsip belajar siswa aktif. Aktivitas siswa hampir di seluruh proses pembelajaran, dari mulai fase perencanaan di kelas, kegiatan di lapangan, dan pelaporan. Dalam fase perencanaan aktifitas siswa terlihat pada saat mengidentifikasi masalah dengan menggunakan teknik bursa ide (brain storming). Setiap siswa boleh menyampaikan masalah yang menarik baginya di samping tentu saja yang berkaitan dengan materi pelajaran. Setelah masalah terkumpul, siswa melakukan voting untuk memilih salah satu masalah dalam kajian kelas.
2. Kelompok Belajar Kooperatif
Prinsip ini merupakan proses pembelajaran yang berbasis kerjasama. Kerja sama antar siswa dan antar komponen-komponen lain di sekolah, termasuk kerja sama sekolah dengan orang tua siswa dan lembaga terkait. Kerja sama antar siswa jelas terlihat pada saat kelas sudah memilih satu masalah untuk bahan kajian bersama. Semua pekerjaan disusun, orang-orangnya ditentukan, siapa mengerjakan apa, merupakan satu bentuk kerjasama itu.
3. Pembelajaran Partisipatorik
Model pembelajaran portofolio melatih siswa belajar sambil melakoni (learning by doing). Salah satu bentuk pelakonan itu adalah siswa belajar hidup berdemokrasi. Sebab dalam tiap langkah dalam model ini memiliki makna yang ada hubungannya dengan praktek hidup demokrasi. Sebagai contoh pada saat memilih masalah untuk kajian kelas memiliki makna bahwa siswa dapat menghargai dan menerima pendapat yang didukung suara terbanyak. Pada saat berlangsungnya perdebatan, siswa belajar mengemukakan pendapat, mendengarkan pendapat orang lain, menyampaikan kritik dan sebaliknya belajar menerima kritik, dengan tetap berkepala dingin.
4. Reactive Teaching
Penerapkan model pembelajaran berbasis portofolio, guru perlu menciptakan strategi yang tepat agar siswa mempunyai motivasi belajar yang tinggi. Motivasi yang seperti itu akan tercipta kalau guru dapat meyakinkan siswa akan kegunaan materi bagi kehidupan nyata. Demikian juga guru harus dapat menciptakan situasi sehingga materi pelajaran selalu menarik, tidak membosankan. guru harus punya sensifitas yang tinggi untuk segera mengetahui apakah kegiatan pembelajaran sudah membosankan siswa.
D. Langkah-langkah Pembelajaran Portofolio
Budimansyah (2002: 14) menetapkan lima langkah pembelajaran portofolio sebagai berikut.
- Mengidentifikasi Masalah Pada tahap ini dosen bersama mahasiswa mendiskusikan tujuan dan mencari masalah yang terjadi pada lingkungan terdekat, misalnya masalah yang ada dalam keluarga, sampai dengan masalah lingkungan terjauh, misalnya masalah-masalah yang menyangkut hubungan antarbangsa. Dalam mencari masalah ini, tentunya tidak boleh lepas dari tema atau pokok bahasan yang akan kaji.
- Memilih Masalah untuk Kajian Kelas Berdasarkan perolehan hasil wawancara dan temuan informasi tersebut, kelompok kecil supaya membuat daftar masalah, yang selanjutnya secara demokratis kelompok ini supaya menentukan masalah yang akan dikaji.
- Mengumpulkan Informasi tentang Masalah yang akan Dikaji oleh Kelas Pada langkah ini, masing-masing kelompok kecil bermusyawarah dan berdiskusi serta mengidentifikasi sumber-sumber informasi yang akan banyak memberikan banyak informasi sesuai dengan masalah yang akan dikaji. Setelah menentukan sumber-sumber informasi, kelompok membagi ke dalam tim-tim peneliti , yang tiap tim peneliti hendaknya mengumpulkan informasi dari salah satu sumber yang telah diidentifikasi.
- Mengembangkan Portofolio Kelas Portofolio yang dikembangkan meliputi dua seksi, yaitu : (1) seksi penayangan , yaitu portofolio yang akan ditayangkan sebagai bahan presentasi kelas pada saat show-case; dan (2) seksi dokumentasi, yaitu portofolio yang disimpan pada sebuah map jepit, yang berisi data dan informasi lengkap setiap kelompok portofolio.
- Penyajian Portofolio (Show-Case) Setelah portofolio kelas selesai, kelas dapat menyajikannya dalam kegiatan show-case (gelar kasus) Kegiatan ini akan memberikan pengalaman yang sangat berharga kepada mahasiswa dalam hal menyajikan gagasan-gagasan kepada orang lain, dan belajar meyakinkan mereka agar dapat memahami dan menerima gagasan tersebut. Langkah ini diadakah hanya di hadapan para mahasiswa dan beberapa dosen yang dapat hadir, mengingat terbatasnya waktu.
E. Asesmen Portofolio
Asesmen portofolio adalah suatu prosedur pengumpulan informasi mengenai perkembangan dan kemampuan siswa melalui portofolionya, dimana pengumpulan informasi tersebut dilakukan secara formal dengan menggunakan kriteria tertentu, untuk tujuan pengambilan keputusan terhadap status siswa.
Dalam suatu portofolio terdapat paling sedikit tujuh elemen pokok, yaitu (1) adanya tujuan yang jelas, dan dapat mencakup lebih dari satu ranah, (2) kualitas hasil (outcome), (3) bukti-bukti otentik yang mencerminkan dunia nyata dan bersifat multi sumber, (4) kerjasama siswa dengan siswa, dan siswa dengan guru, (5) penilaian yang integratif dan dinamis karena mencakup multidimensi, (6) adanya kepemilikan (ownership) melalui refleksi diri dan evaluasi diri, (7) perpaduan asesmen dengan pembelajaran.
Salahsatu alasan asesmen portofolio digunakan dalam dunia pendidikan dewasa ini adalah karena adanya ketidakpuasan terhadap penggunaan tes-tes baku yang dianggap tidak mampu menampilkan kemampuan siswa secara menyeluruh. Dalam konteks ini, yang dimaksud dengan tes baku adalah tes-tes yang secara tradisional digunakan untuk mengukur perkembangan belajar. Tes-tes tersebut kebanyakan berbentuk tes objektif dimana hanya ada satu pilihan jawaban yang benar. Tes-tes tersebut dikembangkan dalam format pilihan ganda, satu butir tes disediakan tiga hingga lima kemungkinan jawaban. Sebelum digunakan, tes-tes tersebut distandarisasi terlebih dahulu. Dalam perkembangan berikutnya, tes-tes di kelas pun, yang sifatnya formatif, juga menggunakan bentuk-bentuk tes baku tersebut. De Fina (1994) merangkum ciri-ciri dari asesmen portofolio dan tes baku sebagai berikut.
NO. |
ASESMEN PORTOFOLIO |
TES BAKU |
1. |
Terjadi pada situasi alamiah | Situasi ujian, tidak alamiah |
2. |
Memberi kesempatan siswa menunjukkan kelebihan maupun kelemahannya | Menunjukkan kelemahan siswa dalam suatu hal tertentu |
3. |
Informasinya bersifat langsung, pada saat itu (hands-on) | Tidak memberikan informasi diagnostik |
4. |
Asesmen dapat dilakukan bersama-sama antara guru, orangtua, dan bahkan siswa | Menunjukkan ranking |
5. |
Bersifat terus-menerus (ongoing), sehingga memberikan kesempatan beragam untuk dilakukan asesmen | Kesempatan hanya sekali untuk mengases kemampuan dalam suatu hal tertentu |
6. |
Mengases hal-hal secara realistis dan bermakna | Mengases hal-hal secara artificial, tidak sesuai dengan keseharian yang ada |
7. |
Memberi kesempatan siswa melakukan refleksi terhadap karya dan pengetahuannya | Mengharapkan hanya satu respons yang benar |
8. |
Memberi kesempatan refleksi bagi orang lain yang berkepentingan, mengenai pengetahuan siswa dan karya-karyanya | Memberikan data-data numeric yang kadangkala menakutkan dan secara esensial tidak bermakna |
9. |
Mendorong temu wicara (conference) antara guru dan siswa | Mengharuskan pertemuan antara guru dengan administrator |
10. |
Menempatkan siswa sebagai pusat proses pendidikan karena gambaran keadaannya berguna untuk perbaikan kurikulum dan pembelajaran | Mendukung kurikulum sebagai pusat proses pendidikan |
Dari perbandingan di atas dapat dilihat bahwa asesmen portofolio menunjukkan beberapa kelebihan yang tidak diperoleh dari tes objektif, yaitu seperti adanya penilaian yang berkelanjutan, menghargai siswa sebagai individu dengan keunikan masing-masing, dan adanya pengembangan metakognisi melalui refleksi dan evaluasi diri.
Terdapat tiga komponen utama dalam asesmen kinerja seperti asesmen portofolio, yaitu tugas kinerja (performance task), rubrik performansi (performance rubrics), dan cara penilaian (scoring guide). Tugas kinerja adalah suatu tugas yang berisi topik, standar tugas, deskripsi tugas, dan kondisi penyelesaian tugas. Rubrik performansi merupakan suatu rubrik yang berisi komponen-komponen suatu performansi ideal, dan deskriptor dari setiap komponen tersebut. Cara penilaian kinerja ada tiga, yaitu (1) holistic scoring, yaitu pemberian skor berdasarkan impresi penilai secara umum terhadap kualitas performansi; (2) analytic scoring, yaitu pemberian skor terhadap aspek-aspek yang berkontribusi terhadap suatu performansi; dan (3) primary traits scoring, yaitu pemberian skor berdasarkan beberapa unsur dominan dari suatu performansi.
Untuk menilai suatu portofolio, Tierney, Carter, dan Desai (1991) menyarankan agar portofolio dinilai secara kontinum (dari sangat baik hingga sangat kurang baik), dan dikomentari secara deskriptif. Komentar deskriptif tersebut berisi antara lain pujian atas hal-hal baik dari portofolio tersebut, dan saran-saran untuk perbaikan hal-hal yang masih perlu ditingkatkan. Dengan demikian untuk nilai raport, pengajar akan memiliki nilai dari setiap entri,
setiap folder, dan ulangan (bila tetap diadakan, baik ulangan formatif maupun sumatif). Dapat dibayangkan banyaknya informasi (nilai) yang dimiliki oleh pengajar. Oleh karena itu, perlu ditentukan bobot untuk portofolio, ulangan formatif, dan sumatif (folder portofolio dapat digunakan sebagai bahan penilaian formatif maupun sumatif). Di dalam portofolio itu sendiri, perlu ditetapkan porsi/bobot untuk domain kognitif, afektif, dan psikomotor. Penentuan bobot tersebut harus disesuaikan dengan tujuan/kompetensi dasar yang telah ditetapkan.
Kemp dan Toperoff (1996) mengatakan dengan kelebihan-kelebihan ini portofolio dapat memacu keterlibatan (involvement) dalam belajar, meningkatkan motivasi, dan prestasi. Asesmen portofolio mengandung tiga elemen penting yaitu: (1) sampel karya siswa, (2) evaluasi diri, dan (3) kriteria penilaian yang jelas dan terbuka.
1. Sampel Karya Siswa
Sampel karya siswa menunjukkan perkembangan belajarnya dari waktu ke waktu. Sampel tersebut dapat berupa tulisan/karangan, audio atau video, laporan, problem matematika, maupun eksperimen. Isi dari sampel tersebut disusun secara sistematis tergantung pada tujuan pembelajaran, preferensi guru, maupun preferensi siswa. Asesmen portoflolio menilai proses maupun hasil. Oleh karena itu proses dan hasil sama pentingnya. Meskipun asesmen ini bersifat berkelanjutan, yang berarti proses mendapatkan porsi penilaian yang besar (bandingkan dengan asesmen konvensisonal yang hanyha menilai hasil belajar) tetapi kualitas hasil sangat penting. Dan memang, penilaian proses yang dilakukan tersebut sesungguhnya memberi kesempatan.
Portofolio bersifat individual, dalam arti, dapat memenuhi tujuan kelas maupun tujuan siswa. Oleh karena itu tidak mungkin ada dua portofolio yang sama persis. Meski demikian perlu ditentukan cara menyusun sampel tersebut sehingga memudahkan proses asesmen dan pelaporannya (sharing) kepada orangtua maupun pihak-pihak yang berkepentingan. Wyaatt III dan Looper (1999) mengatakan ada tiga jenis portofolio berdasarkan teknik penyusunannya yaitu portofolio karya terbaik, portofolio perkembangan, dan portofolio berdasarkan topik.
Portofolio karya terbaik adalah portofolio mengenai karya-karya terbaik yang dihasilkan oleh siswa. Mengingat portofolio bersifat kolaboratif sekaligus individual, pemilihan karya terbaik dilakukan siswa bersama dengan temannya (peer evaluation) maupun guru (dalam student-teacher conferences). Dalam konferensi dengan siswa, guru biasanya menanyakan kenapa dia memilih karya tersebut sebagi karya terbaiknya. Refleksi ini dapat pula dilakukan secara tertulis.
Isi folder adalah berbagai produk yang dihasilkan oleh siswa, baik yang berupa bahan/draf maupun karya (terbaik), dan disebut entri (entry). Sumber informasi dapat diperoleh dari tes maupun non-tes (dengan tes objektif diupayakan minimal). Bahan non-tes antara lain karya (artefak), rekaman, draf, kinerja, dan lain-lain yang dapat menunjukkan perkembangan siswa sebagai pebelajar. Catatan dan bahan evaluasi-diri juga merupakan bagian dalam folder.
2. Evaluasi Diri dalam Asesmen Portofolio
Evaluasi diri merupakan analisis terhadap sikap dan proses belajar siswa, dimana informasi tersebut dapat digunakan untuk meningkatkan perkembangan dan proses belajar yang berkelanjutan. Dalam asesmen portofolio, evaluasi diri merupakan komponen yang sangat penting. O’Malley dan Valdez Pierce (1994) bahkan mengatakan bahwa ‘self-assessment is the key to portfolio’. Hal ini disebabkan karena melalui evaluasi diri siswa dapat membangun pengetahuannya serta merencanakan dan memantau perkembangannya apakah rute yang ditempuhnya telah sesuai. Melalui evaluasi diri siswa dapat melihat kelebihan maupun kekurangannya, untuk selanjutnya kekurangan ini menjadi tujuan perbaikan (improvement goal). Dengan demikian siswa lebih bertanggung jawab terhadap proses belajarnya dan pencapaian tujuan belajarnya.
Refleksi dan evaluasi diri merupakan cara untuk menumbuhkan rasa kepemilikan (ownership) siswa terhadap proses dan hasil belajarnya. Siswa akan mengerti bahwa apa yang dilakukannya dan dihasilkannya melalui proses belajar tersebut memang merupakan hal yang berguna bagi diri dan kehidupannya.
Model evaluasi diri mereka menekankan bahwa, ketika mengevaluasi sendiri performansinya, kegiatan ini mendorong siswa untuk menetapkan tujuan yang lebih tinggi (goals). Untuk itu, siswa harus melakukan usaha yang lebih keras (effort). Kombinasi dari goals dan effort ini menentukan prestasi (achievement); selanjutnya prestasi ini berakibat pada penilaian terhadap diri (self-judgment) melalui kontemplasi seperti pertanyaan, ‘Apakah tujuanku telah tercapai’? Akibatnya timbul reaksi (self-reaction) seperti ‘Apa yang aku rasakan dari prestasi ini?’
Goals, effort, achievement, self-judgment, dan self-reaction dapat terpadu untuk membentuk kepercayaan diri (self-confidence) yang positif. Kedua penulis menekankan bahwa sesungguhnya, evaluasi diri adalah kombinasi dari komponen self-judgment dan self-reaction dalam model di atas.
Evaluasi diri adalah suatu unsur metakognisi yang sangat berperan dalam proses belajar. Oleh karena itu, agar evaluasi dapat berjalan dengan efektif, Rolheiser dan Ross menyarankan agar siswa dilatih untuk melakukannya. Kedua peneliti mengajukan empat langkah dalam berlatih melakukan evaluasi diri, yaitu: (1) libatkan semua siswa dalam menentukan kriteria penilaian, (2) pastikan semua siswa tahu bagaimana caranya menggunakan kriteria tersebut untuk menilai kinerjanya sendiri, (3) berikan umpan balik pada mereka berdasarkan hasil evaluasi dirinya, dan (4) arahkan mereka untuk mengembangkan sendiri tujuan dan rencana kerjanya.
Untuk langkah pertama, yaitu menentukan kriteria penilaian. Siswa diajak untuk menetapkan kriteria penilaian. Curah pendapat (brainstorming) sangat tepat dilakukan. Guru sebaiknya menyiapkan terlebih dahulu rambu-rambu criteria penilaian tersebut agar diskusi bias berjalan lancer dan terarah. Kriteria ini dilengkapi dengan bagaimana cara mencapainya. Dengan kata lain, kriteria penilaian adalah produknya, sedangkan proses mencapai kriteria tersebut dipantau dengan menggunakan ceklis evaluasi diri. Cara mengembangkan kriteria penilaian sama dengan mengembangkan rubrik penilaian dalam asesmen kinerja. Ceklis evaluasi diri dikembangkan berdasarkan hakikat kegiatan/tugas yang dilakukan siswa tersebut dan bagaimana cara mencapainya. Langkah-langkah selanjutnya sudah jelas, dan guru sudah terbiasa melakukannya.
3. Kriteria Penilaian yang Jelas dan Terbuka
Bila pada jenis-jenis asesmen konvensional kriteria penilaian menjadi ‘rahasia’ guru atau pun tester, dalam asesmen portofolio justru harus disosialisasikan kepada siswa secara jelas. Kriteria tersebut dalam hal ini mencakup prosedur dan standar penilaian. Para ahli menganjurkan bahwa sistem dan standar asesmen tersebut ditetapkan bersama-sama dengan siswa, atau paling tidak diumumkan secara jelas. Adanya kriteria penilaian terkait dengan tujuan pembelajaran. Dalam asesmen portofolio, yang mungkin ada adalah tujuan kelas dan individual. Karena itu, Salvia dan Ysseldyke mengatakan bahwa harus jelas tujuan dan ranah belajar yang hendak dicapai. McLaughin dan Voght (1996) mengatakan dengan asesmen portofolio dimungkinkan menetapkan lebih dari satu ranah secara bersama-sama dan multidimensi. yaitu asesmen pada proses maupun konstruk. Proses melibatkan siswa dan guru yang bekerja secara kolaboratif dalam membangun portofolio. Konstruk adalah folder, binder , atau pun kotak dimana bahan-bahan asesmen dikumpulkan.
Seperti telah dikemukakan di atas, asesmen portofolio bersifat komprehensif dimana berbagai karya siswa yang mencerminkan kinerja belajarnya dapat ditelusuri disana. Berbagai strategi asesmen dapat masuk kedalam porofolio siswa, seperti asesmen kinerja, esai, projek, maupun hasii tes objektif (bila masih dilakukan). Dengan kata lain, asesmen portofolio dapat merupakan kumpulan (koleksi) kinerja siswa dari berbagai cara pengumpulan data tentang prestasi belajar siswa. Namun, cara-cara asesmen tersebut dapat pula dilakukan secara sendiri-sendiri sesuai dengan kebutuhan.
F. Model Asesmen Portofolio
Berikut ini adalah modifikasi dari model asesmen portofolio oleh Moya dan O’Malley (1994). Model tersebut (Portfolio Assessment Model) disesuaikan dengan tiga komponen pembelajaran, yaitu Perencanaan, Pelaksanaan, dan Analisis dan Pelaporan.
1. Perencanaan
- Menentukan tujuan dan fokus (standar kompetensi, kompetensi dasar, kriteria keberhasilan)
- Merencanakan isi portofolio, yang meliputi pemilihan prosedur asesmen, menentukan isi/topik, dan menetapkan frekuensi dan waktu dilakukannya asesmen.
- Mendesain cara menganalisis portofolio, yaitu dengan menetapkan standar atau kriteria penilaian, menetapkan cara memadukan hasil penilaian dari berbagai sumber, dan menetapkan waktu analisis.
- Merencanakan penggunaan portofolio dalam pembelajaran, yaitu berupa pemberian umpan balik.
- Menentukan prosedur pengujian keakuratan informasi, yaitu menetapkan cara mengetahui reliabilitas informasi dan validitas penilaian.
2. Implementasi model (terpadu dengan pembelajaran)
- Mengumumkan tujuan dan fokus pembelajaran kepada siswa.
- Menyepakati prosedur asesmen yang digunakan serta kriteria penilaiannya.
- Mendiskusikan cara-cara yang perlu dilakukan untuk mencapai hasil maksimal.
- Melaksanakan asesmen portofolio (folder, evaluasi diri)
- Memberikan umpan balik terhadap karya dan evaluasi diri
3. Analisis dan pelaporan
- Mengumpulkan folder
- Menganalisis berbagai sumber dan bentuk informasi
- Memadukan berbagai informasi yang ada
- Menerapkan kriteria penilaian yang telah disepakati
- Melaporkan hasil asesmen
Referensi
Anonim. 2004. Pedoman Penilaian dengan Portofolio. Jakarta: Depdiknas.
Arends, Richard. 1997. Classroom Instructional and Management. New York: MCGraw-Hill.
Boediono. 2002. Pelaksanaan Kurikulum Berbasis Kompetensi. Jakarta : Badan Penelitian dan pengembangan Departemen Pendidikan Nasional.
Buchori, M. 2000. Pendidikan Antisipatoris. Yogyakarta: Penerbit Kanisius.
Budimansyah, D. 2002. Model Pembelajaran dan Penilaian Berbasis Portofolio, Bandung: PT Genesindo.
Budiningarti, Hermin.1998. Pengembangan Strategi Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsawpada Pengajaran Fisika di SMU. Tesis. Surabaya: PPs IKIP Surabaya.
Delors, J. 1996. Learning: The Treasure Within. France: UNESCO Publishing.
Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen pendidikan Nasional. 2002. Modul Acuan Proses Pembelajaran Matakuliah Pengembangan Kepribadian, Jakarta : Departemen Pendidikan Nasional.
Fajar, A. 2002. Portofolio dalam Pelajaran IPS, Bandung : PT Remaja Rosdakarya.
Hill, Bonnie Campball and Cynfia Ruptic. (1994). Practical Aspects Of Authentic Assessment: Putting The Pieces Togather. Washington: MCGraw-Hill.
Joyce, Bruce and Marshal Weil. 1996. Models of Teaching. Boston: Allyn and Bacon.
Krulik and Reys. 1980. Problem Solving in School Mathematics. Washington DC: NCTM.
Majelis Pendidikan Tinggi Penelitian dan Pengembangan PP Muhammadiyah. 2007. Buku Metode Pengajaran Pendidikan Kewarganegaraan (Teaching Method for Civic Education) di Perguruan Tinggi Muhammadiyah, Draft, belum diterbitkan
Majelis Pendidikan Tinggi Penelitian dan Pengembangan PP Muhammadiyah. 2004, Direktori Perguruan Tinggi Muhammadiyah (PTM), Yogyakarta : Majelis Pendidikan Tinggi Penelitian dan Pengembangan PP Muhammadiyah.
Marhaeni, A. A. I. N. 2006. Menggunakan Asesmen Otentik dalam Pembelajaran. Makalah disampaikan dalam pelatihan pembelajaran bagi pengajar-pengajar SMA Negeri 1 Denpasar tanggal 19 Agustus 2006
Marhaeni, A. A. I. N. 2006. Menggunakan Pembelajaran Kontekstual di SMP. Makalah disampaikan dalam workshop tentang pembelajaran di SMP Negeri 1 Negara, tanggal 31 Juli 2006.
Marhaeni, A.A.I.N. 2005. Pengaruh Asesmen Portofolio dan Motivasi Berprestasi terhadap Kemampuan Menulis Bahasa Inggris (disertasi tak dipublikasikan), Jakarta: Universitas Negeri Jakarta.
Millan,Mc & Schumacher,S., 2001. Kurikulum dan Pembelajaran Teori dan Praktek Pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), Jakarta : Kencana Prenada Media Group.Research in Education, London : Longman.
Nitko A.J. 1996. Educational Assessment of Students, 2nd Ed. Columbus Ohio : Prentice Hall.
O’Malley, J.M. & Valdez Pierce, L. 1996. Authentic Assessment for English Language Learners. New York: Addison-Wesley Publishing Company.
Popham, W.J. 1995. Classroom Assessment, What Teachers Need to Know. Boston: Allyn and Bacon.
Pusat Kurikulum Balitbang Depdiknas. 2002. Kurikulum Berbasis Kompetensi. Jakarta: Depdiknas.
Rolheiser, C. & Ross, J. A. 2005. Student Self-Evaluation: What Research Says and What Practice Shows. Internet download.
Ruseffendi, E. T. 1991. Penilaian Pendidikan dan Hasil Belajar Khususnya dalam Pengajaran Matematika untuk Guru dan Calon Guru. Bandung: Tarsito.
Salvia, J. & Ysseldyke, J.E. 1996. Assessment. 6th Edition. Boston: Houghton Mifflin Company.
Sanjaya, W., 2008. Kurikulum dan Pembelajaran Teori dan Praktik Pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan Pelajaran , Jakarta : Kencana Prenada Media Group.
Saripuddin, Udin W dan T. Sukamto. 1996. Teori-teori Belajar dan Model-model Pembelajaran. PAU untuk peningkatan dan pengembangan aktivitas instruksional. Jakarta: Ditjen DIKTI.
Sujana. 1989. Strategi Belajar Mengajar Matematika. Jakarta: Karunia.
Wayatt, Robert L and Sandra Looper. 1999. So You Have A Portofolio Orwin Press.
Wyaatt III, R.L. & Looper, S. 1999. So You Have to Have A Portfolio, a Teacher’s Guide to Preparation and Presentation. California: Corwin Press Inc.
Zuriah, N. 2003. Portofolio dan Penerapannya dalam Pembelajaran CE, Makalah disampaikan dalam Pelatihan Stakholders Pengembangan Civic Education di Perguruan Tinggi Muhammadiyah, 4-8 Agustus 2003.
makasih pa, atas sumbangsihnya pada dunia pendidikan, sangat bermanfaat bagi saya dan teman- teman, saya minta izin buat dijadikan salah satu referensi saya.
Silahkan saja selama bermanfaat. Selamat berjuang meraih cita-cita.
Pak Hadi, nyuwun ijin nggih, damel referensi bacaan
Mangga upami gadah mupangat sih, Kang.
Mangga…………….
Mohon ijin copas Pak… untuk referensi saya.
Mangga………..
terima kasih pak, untuk sharing ilmu ttg Pembelajaran berbasis portfolio. sangat bermanfaat 🙂 ijin copy ya, pak.
Tulisan bagus, tetapi lebih banyak kutipan, sehingga analisisnya kurang
Makasih sarannya.