A. Pendahuluan
alam proses belajar mengajar siswa, yang perlu diperhatikan oleh guru adalah keaktifan siswa dalam belajar. Siswa dapat berhasil dalam belajar ditentukan oleh salah satu faktor kepentingannya adalah mengorganisasi seluruh pengelolaan belajar dalam bentuk kegiatan belajar mengajar. Kemampuan mengorganisasi kegiatan belajar mengajar tidaklah cukup apabila tidak dibarengi dengan motivasi kerja guru dalam proses belajar nengajar. Untuk itu dalam tugasnya guru memerlukan bantuan yang berupa supervisi. Untuk itu guru dituntut memiliki kesadaran tinggi dan profesional dalam melaksanakan tugasnya masing-masing, guru memiliki sikap kemampuan, faktor karakter yang bervariasi, berdasarkan paradigma kemampuan guru yang terbagi dalam empat kompetensi guru yaitu di antaranya : Guru profesional, guru yang analitik (observer), guru tak terarah, dan guru yang drop out. Maka model supervisi klinis oleh kepala sekolah hendaknya dapat membantu, membina, mendorong, dan mengadakan perbaikan terhadap pelaksanaan tugas mengajar guru dem itercapainya tujuan pendidikan.
Bentuk atau hubungan lain yang tampak berkaitan adalah supervisi klinis memiliki sumbangan terhadap perbaikan pengajaran. Banyak penelitian membuktikan bahwa supervisi klinis memberi manfaat baik pada sekolah dasar atau sekolah menengah yang menunjukkan besarnya sumbangan supervisi klinis. Bentuk sumbangan tersebut adalah dalam hal penggunaan teknik-teknik dari prosedur pengajaran. Dengan supervisi, guru-guru diberi kesempatan untuk melatih kemampuaan dan kecerdasan mereka dalam menggunakan teknik mengajar tanpa membatasi inisiatif dan kreativitas mereka.
Usman menyatakan bahwa guru yang profesional adalah orang yang memiliki kemampuan dan keahlian khusus dalam bidang keguruan, sehingga ia mampu melakukan tugas dan fungsinya sebagai guru dengan kemampuan maksimal (2002: 22). Di samping itu, guru sangat erat kaitannya dengan mutu lulusan sekolah. Imron mengemukakan kadar kualitas guru ternyata dipandang sebagai penyebab kadar kualitas output sekolah (1995:35). Implikasi dari profesionalitas guru, adalah adanya usaha dengan sungguh-sungguh dalam hal mendidik, mengajar, melakukan pembimbingan, serta mengarahkan dan melatih anak didik demi tercapainya Standar Nasional Pendidikan Indonesia. Posisi penting guru ini mestinya juga diikuti dengan berbagai macam tindakan kearah peningkatan mutu guru. Peningkatan ini bisa dilakukan oleh guru sendiri dengan terus mengembangkan wacananya dan belajar secara mandiri, bantuan kepala sekolah dengan melakukan supervisi serta memberikan arahan-arahan bagi peningkatan guru. Bantuan pemerintah dan lembaga swasta juga dibutuhklan oleh guru dalam rangka fasilitasi pembelajaran yang disesuaikan dengan tuntutan dan perkembangan zaman.
Bila seorang guru memiliki perasaan senang terhadap tugasnya, maka ada kemungkinan guru tersebut memiliki semangat kerja yang baik (mengajar yang baik) sehingga proses belajar mengajar berjalan dengan baik dan lancar. Dengan semangat mengajar dari guru maka murid juga memiliki semangat belajar yang tinggi. Menurut Hendiyat Soetopo, “Sasaran utama dalam kepemimpinan pendidikan adalah mengenai bagaimana seorang guru dibawah kepemimpinannya dapat mengajar anak didiknya dengan baik. Di sini dalam usahanya meningkatkan mutu pengajaran yaitu dengan pelaksanaan supervisi pendidikan” (1955: 55).
Hubungan supervisi klinik oleh kepala sekolah dengan pelaksanaan tugas mengajar guru pun tampak, hubungan itu terlihat tugas supervisor (kepala sekolah) di antaranya:
a. menghadiri rapat-rapat atau pertemuanpertemuan organisasi profesional,
b. mendiskusikan tujuan-tujuan dan filsafat pendidikan dengan guru-guru,
c. mengadakan rapat-rapat kelompok untuk membicarakan masalah-masalah umum,
d. melakukan tunjungan kelas,
e. mengadakan pertemuan-pertemuan individual dengan guru-guru tentang masalah yang mereka usulkan,
f. mendiskusikan metode-metode mengajar dengan guru,
g. memilih dan menilai buku-buku yang diperlukan oleh murid-murid,
h. membimbing guru-guru dalam menyusun dan mengembangkan sumber-sumber dan unit-unit pengajaran,
i. memberikan saran-saran atau instruksi baga imana melakukan unit pengajaran,
j. mengorganisasi dan bekerja sama dengan guru-guru,
k. menginterprestasikan data tes kepada guru-guru dan membantu mereka bagaimana menggunakannya bagi perbaikan pengajaran,
l. menilai dan menyeleksi buku-buku untuk perpustakaan guru,
m. berwawancara dengan orang tua murid dalam mengetahui bagaimana harapan mereka,
n. membimbing pelaksanaan tugas testing,
o. mengajar guru-guru bagaimana menggunakan audio visual,
p. menyiapkan sumber-sumber atau unit-unit pengajaran bagi keperluan guru-guru,
q. merencanakan demonstrasi mengajar, dan sebagaimana yang diperlukan oleh guru yang ahli, supervisor sendiri, ahli-ahli lain dalam rangka memperkenalkan metode baru, alat-alat baru (Purwanto, 1995:88).
Guru merupakan pelaksana kurikulum dan ditangan gurulah salah satu kunci penting dalam usaha mencapai tujuan pendidikan. Untuk mendukung hal tersebut dan untuk mewujudkan tujuan pendidiikan serta untuk menentukan sukssesnya proses belajar mengajar maka guru sangat perlu bantuan, dorongan atau usaha perbaikan dalam menyelesaikan kesulitan dalam pengajaran. Dengan demikaian supervisi klinis yang merupakan modal supervisi pengajaran bagi guru dalam usaha memperbaiki pengajaran. nemiliki modal besar dalam mendukung pelaksanaan tugas mengajar guru, dan usaha sepantasnya kepala sekolah sebagai supervisor meningkatkan penerapan model supervisi klinik tersebut, dengan teratur, terencana dan berkesinambungan (Imron, 1995:73-174). Kegiatan ini akan berpengaruh terhadap tugas guru dalam membuat perencanaan pembelajaran, melaksanakan kegiatan pembelajaran, mengadakan evaluasi, mengembangkan kurikulum, dan melakukan penelitian.
Pendidikan pada dasarnya adalah proses belajar mengajar untuk mencapai tujuan pendidikan. Untuk mencapai tujuan pendidikan yang baik dan bermutu serta berhasil, maka diperlukan fungsi control yang cukup dan mencakup perhatian (monitoring), pengawasan dengan komponen-komponen pendidikan yang berupa supervisi pendidikan. Menurut Adam Smith dan Frank, G. Dicky supervisi pendidikan merupakan suatu program yang terencana untuk memperbaiki pengajaran (dalam Rohani dan Abu hamid, 1991:67).
Bersama dengan kondisi masyarakat Indonesia sekarang, maka mutu pendidikan perlu ditingkatkan dan salah satu usaha untuk meningkatkan mutu pendidikan itu adalah harus didukung dengan adanya disiplin dan motivasi kerja yang tinggi dari guru, sebab keberhasilan pendidikan sangat bergantung dalam usaha guru membimbing disiplin siswa. Guru merupakan faktor yang tidak dapat dipisahkan dalam mencapai keberhasilan pendidikan. Begitu pula guru merupakan komponen pengajaran yang harus mendapat perhatian, pengawasan dan bantuan dalam pengajaran dari kepala sekolah atau komponen lainnya. Sebab guru merupakan salah satu penentu lahirnya sumber daya manusia yang baik dan bermutu (Bafadal,1992:25).
B. Supervisi Klinis
Supervisi klinik mula-mula diperkenalkan dan dikembangkan oleh Morris L. Cogan, Robert Goldammer dan Richart Weller di Universitas Harvard pada akhir tahun lima puluhan dan awal dasa warsa enam puluhan (Krajewski, 1982:63). Supervisi klinis merupakan satu strategi yang sangat berguna dalam supervisi pembelajaran, sebagai peningkatan kemampuan profesional guru. Ada dua asumsi yang mendasari praktik supervisi klinis. Pertama, pembelajaran merupakan aktivitas yang sangat kompleks yang memerlukan pengamatan dan analisis secara hati-hati. Melalui penga-matan dan analisis ini, seorang supervisor pendidikan akan dengan mudah mengembangkan kemampuan guru dalam mengelolah proses pembe-lajaran. Kedua, guru-guru yang profesionalismenya ingin dikembangkan lebih menghendaki cara kesejawatan daripada cara yang otoriter.
Acheson dan Gall menyatakan bahwa supervisi klinik adalah proses membina guru untuk memperkecil jurang antara perilaku mengajar nyata dengan perilaku mengajar seharusnya yang ideal. Tujuan supervisi klinik adalah memperbaiki perilaku guru dalam proses belajar mengajar, terutama yang kronis secara aspek demi aspek dengan intensif, hingga mereka dapat mengajar dengan baik (Pidarta, 2002:249). Hal ini berarti perilaku yang tidak kronis bisa diperbaiki dengan teknik supervisi yang lain. Jadi ada empat jenis model supervisi pendidikan yang masingmasing telah diuraikan di atas. Dalam tulisan ini penulis membahas tentang model supervisi klinis dan efektivitasnya dalam supervisi pendidikan.
Ada dua asumsi yang mendasari praktek supervisi klinis, yaitu : 1) pengajaran merupakan aktivitas yang sangat komplek yang memerlukan pengamatan dan analisis secara hati-hati. Melalui pengamatan dan analisis ini supervisor pengajaran akan mudah mengembangkan kemajuan guru mengelola proses belajar mengajar, dan 2) guru-guru merupakan profesi dan profesionalnya ingin dikembangkan lebih menghendaki cara yang kelompok dari pada yang autorium. Supervisi klinis pada dasarnya merupakan pembinaan performansi guru mengelola proses belajar mengajar, pelaksanaannya didesain dengan praktis dan rasional, baik desainnya mapun pelaksanaannya dilakukan atas dasar analisis data mengenai keiatan-kegiatan di kelas. Data dan hubungan antara guru dan supervisor merupakan dasar program prosedur, dan strategi pembinaan perilaku mengajar guru dalam mengembangkan belajar murid (Bafadal, 1992:90).
Supervisi klinis merupakan salah satu jenis supervisi yang dilakukan oleh kepala sekolah terhadap para guru. Jenis supervisi ini merupakan bantuan professional yang diberikan secara sistematik kepada guru berdasarkan kebutuhan guru tersebut dengan tujuan untuk membina guru serta meningkatkan profesionalisme dalam melaksanakan proses pembelajaran. Kepala sekolah selaku supervisor klinis selain sebagai penanggungjawab tugas-tugas supervisi klinis, juga harus melakukan akuntabilitas terhadap tugas-tugas tersebut. Maksudnya jika tanggung jawab merupakan usaha agar apa yang dibebankan kepadanya dapat diselesaikan sebagaimana mestinya dalam waktu tertentu, maka akuntabilitas harus melebihi dari kewajiban itu.
Pengertian supervisi klinik bisa dibaca dari istilah klinik itu sendiri adalah clinikal artinya berkenaan dengan menangani orang sakit. Sama halnya dengan mendiagnosa dalam proses belajar mengajar, untuk menemukan aspek-aspek mana yang membuat guru itu tidak dapat mengajar dengan baik. Jadi supervisi klinik merupakan satu model supervisi untuk menyelesaikan masalah tertentu yang sudah diketahui sebelumnya hanya dengan cara seperti ini (Pidarta, 2002:251). Proses pembinaan guru untuk memperkecil jurang antara perilaku mengajar secara nyata dengan perilaku mengajar seharusnya yang ideal. Sementara itu Lucil (1979) membatasi maksud supervisi klinik hanya untuk menolong guru-guru agar mengerti inovasi dan mengubah permonia mereka agar cocok dengan inovasi itu.
Supervisi klinis adalah pembinaan performansi guru mengelola proses pembelajaran (Sullivan & Glanz, 2005). Menurut Sergiovanni (1987) ada dua tujuan supervisi klinis: pengembangan profesional dan motivasi kerja guru. Supervisi klinis dapat dianalogikan dengan istilah klinis dalam dunia kesehatan yang menunjuk pada suatu tempat untuk berobat. Seorang pasien datang ke klinis bukan karena diundang dokter melainkan karena ia membutuhkan pengobatan agar sembuh dari penyakitnya. Selanjutnya, dokter mengadakan diagnosis dan resep untuk mengobati penyakit pasiennya. Dalam dunia sekolah, guru dating sendiri menemui kepala sekolah untuk meminta bantuan memecahkan permasalahan yang sedang dihadapinya. Beberapa ahli mengemukakan pengertian supervisi klinik sebagai berikut.
- Richart Waller, supervisi klinik sebagai supervisi yang difokuskan pada perbaikan pengajaran dengan menjalankan siklus yang sistematis dari tahap perencanaan, pengamatan dan analisis intelektual yang intensif terhadap penampilan mengajar sebenarnya dengan tujuan untuk memodifikasi yang rasional.
- Keith Scheson dan Mandith D. Call mengemukakan batasannya tentang supervisi klinik sebagai berikut : supervisi klinik adalah proses membantu guru memperkecil jurang antara tingkah laku mengajar yang ideal. Secara teknis ahli ini mengemukakan bahwa supervisi klinik adalah suatu model supervisi yang terdiri dari tiga fase yakni : pertemuan perencanaan, observasi kelas dan pertemuan balikan.
Dari beberapa pengertian di atas maka dapat diambil simpulan bahwa supervisi klinis adalah suatu teknik supervisi yang dilakukan oleh supervisor untuk memmberikan bantuan yang bersifat profesional yang diberikan berdasarkan kebutuhan guru yang bersangkutan dalam mengatasi masalah yang dihadapi dalam proses belajar mengajar melalui bimbingan yang intensif yang disusun secara sistematis dengan tujuan untuk meningkatkan kemampuan mengajar dan meningkatkan profesionalisme guru. Supervisi klinik adalah suatu proses bimbingan yang bertujuan untuk membantu mengembangkan profesional guru atau calon guru khususnya dalam penampilan mengajar berdasarkan observasi dan analisis data secara teliti dan objektif sebagai pegangan untuk perubahan tingkah laku mengajar tersebut. Supervisi klinik bertujuan memperbaiki perilaku guru-guru dalam proses belajar mengajar, terutama yang kronis, secara aspek demi aspek dengan intensif, sehingga mereka dapat mengajar dengan baik. Hal ini berarti perilakuyang tidak kronis bisa diperbaiki dengan teknik-teknik supervisi yang lain.
Bimbingan yang diberikan tidak bersifat instruksi atau perintah akan tetapi diberikan dengan cara sedemikian rupa sehingga memotivasi guru untuk menemukan sendiri cara-cara yang tepat untuk memperbaiki kekurangan yang dialami dalam proses pembelajaran. Supervisi klinis difokuskan pada perbaikan pengajaran dengan melalui siklus yang sistematis dari tahap perencanaan, pengamatan, dan analisis intelektual yang intensif terhadap penampilan mengajar sebenarnya dengan tujuan mengadakan modifikasi yang rasional.
Sedangkan tujuan supervisi klinis menurut Pidarta (1999:73), adalah untuk memperbaiki perilaku guru dalam proses pembelajaran, terutama yang kronis, aspek demi aspek secara intensif, sehingga mereka dapat mengajar dengan baik. Pendapat tersebut menekankan adanya perbaikan perilaku guru terutama yang kronis, karena apabila masalah ini dibiarkan akan tetap menyebabkan instabilitas dalam pembelajaran di kelas. Ini berati perilaku yang tidak kronis bisa diperbaiki dengan teknik supervisi yang lain. Oleh karena itu tujuan dilaksanakan supervisi klinis adalah memperbaiki cara mengajar guru di dalam kelas (Azhar, 1996:26).
Berdasarkan pendapat di atas, tujuan supervisi klinis secara garis besar dapat disarikan sebagai berikut: (1) memperbaiki perilaku guru hanya yang bersifat kronis, artinya perilaku yang tidak kronis bisa diperbaiki dengan teknik supervisi yang lain, (2) menyediakan umpan balik secara obyektif bagi guru tentang kegiatan proses pembelajaran yang dilakukannya sebagai cermin agar guru dapat melihat apa yang dilakukan
Berangkat dari pengertian di atas supervisi klinik memiliki ciri-ciri tersendiri yang membedakan dengan model-model supervisi yang lain. Ciri-ciri tersebut adalah sebagai berikut.
1. Dalam supervisi klinik bantuan diberikan bukan bersifat intruksi atau memerintah , tapi tercipta hubungan manusiawi, sehingga guru-guru memiliki rasa aman dengan timbulnya rasa aman, diharapkan adanya kesediaan untuk menerima perbaikan.
2. Apa yang akan disupervisi timbul dari harapan dan dorongan dari guru sadar karena memang dia membutuhkan bantuan tersebut.
3. Supervisi diberikan tidak saja pada keterampilan mengajar, tetapi juga mengenai aspek-aspek kepribadian guru, misalnya motivasi terhadap gairah mengajar.
4. Instrumen yang digunakan untuk observasi disusun atas dasar kesepakatan antara supervisor dan guru.
5. Satuan tingkah laku mengajar yang dimiliki guru merupakan satuan yang terintegrasi harus dianalisis dengan tujuan agar terlihat kemampuan apa, keterampilan apa yang spesifik yang harus diperbaiki (Sahertian, 2000:38-39).
Kelebihan yang tampak dalam penggunaan supervisi klinik yang tujuannya adalah perbaikan pada pengajaran guru dalam proses belajar mengajar adalah sangat signifikan. Dalam supervisi klinik yang disupervisi adalah aspek-aspek perilaku guru misalnya cara menertibkan kelas, teknik bertanya, teknik mengendalikan kelas dan lainnya. Dalam memperbaiki aspek perilaku di atas perlu sekali ada nya hipotesis bersama tentang bentuk perilaku perbaikan atau cara mengajar yang baik. Hipotesis ini bisa diambil dari teori-teori dalam proses belajar mengajar. Untuk mendapatkan hasil yang baik dan demi kelancaran pelaksanaan supervisi, maka perlu adanya kesepakatan antara supervisor dan guru yang akan disupervisi tentang aspek-aspek yang akan diperbaiki.
Ada prinsip kerjasama antara supervisor dengan guru yang saling mempercayai dan sama-sama bertanggungajawab, sehingga bersifat kolegal. Dari hasil yang diperoleh tersebut perlu adanya unsur penguatan terhadap perilaku guru terutama yang sudah berhasil diperbaiki. Karena akan menimbulkan motivasi kerja dan kesadaran penuh akan pentingnya kerja dengan baik serta dilakukan secara terus menerus. Untuk itu supervisor (kepala sekolah) hendaknya dalam memimpin jangan merupakan seorang hakim atau jaksa yang mengadili atau menuduh, akan tetapi harusnya ada hubungan yang kolegal dan saling percaya terbisa merupakan seorang teman yang mempunyai penuh perhatian dan pengertian terhadap kesulitan pengajaran (Pidarta, 2002:176). Dengan demikian dalam supervisi klinik, supervisor bersama-sama dengan guru yang bersangkutan dapat memperbaiki atau membuat situasi belajar mengajar menjadi lebih baik. Salah satu tugas supervisor untuk memperlancar tujuan supervisi adalah mengorganisasi guru. Tugas ini amat penting dari pada tugas-tugas supervisor lainnya. Karena guru sangat membutuhkan organisasi dari pihak supervisor agar mereka dapat berpartisipasi sebaik-baiknya dalam pendidikan.
Mengorganisasi guru dapat dilakukan dengan berbagai cara atau pendekatan yang dipakai untuk mengorganisasi guru adalah sintesa dari pendekatan yang sudah ada. Meningkatkan motivasi guru misalnya dapat dilakukan dengan pendekatan manusiawi dan perilaku, begitu pula dengan peningkatan partisipasi dan kreatifitas serta persuasi dapat pula dengan emmakai dua pendekatan ini, tetapi pemberian sanksi jabatan dan pembentukan mekanisme kerja yang lebih baik akan lebih cocok bila memakai pendekatan non manusiawi yang hanya memandang guru sebagai obyek saja. Penempatan guru sesuai dengan keahlian masing-masing dan pada daerah yang dekat dengan tempat kelahirannya merupakan usaha yang menunjukkan derajat manusia, sebab itu hal ini lebih cepat memakai pendekatan kesejahteraan umat manusia.
Sesungguhnya setiap jenis usaha atau cara mengorganisasi guru tidak hanya memakai satu cara saja. Usaha yang di atas adalah yang dominan terhadap usaha tersebut. Dengan pendekatan apapun yang penting adalah dapat mencapai sasarannya (Pidarta, 2002:178). Mengorganisasi guru dapat dilakukan dengan cara antara lain :
1) menempatkan guru sesuai dengan keahliannya. Menempatkan guru sesuai dengan keahliannya untuk mengorganisasi guru secara mutlak harus dilakukan. Tidak banyak gunanya lembagalembaga pendidikan guna mencetak bermacam-macam guru bidang studi kalau tidak diberi tugas sesuai dengan keahliannya, bila hal ini terjadi disamping akan menurunkan cara kerja dan hasil pekerjaan mereka, juga akan menimbulkan rasa tidak puas dari diri mereka.
2) meningkatkan motivasi guru. Untuk mengembangkan motivasi guru supervisor hendaknya meningkatkan aktifitas-aktifitas dan fasilitas-fasilitas yang ada, untuk meningkatkan motivasi guru. Pertama, supervisor menginventariasi terlebih dahulu apa yang dibutuhkan guru misalnya tentang prestasi penambahan ilmu dan pengetahuan, pekerjaan yang menantang, tanggung jawab, serta menciptakan suasana yang harmonis antara bawahan, teman dengan supervisor, dengan kebijakan dan administrasi, tugas keamanan dan kehidupan diri sendiri.
3) meningkatkan partisipasi dan kreatifitas guru. Memberi kesempatan kepada guru-guru ikut partisipasi dalam banyak aktifitas sekolah serta memberi kesempatan berkreasi baik secara kelompok atau secara perorangan, dapat memberikan rasa diakui. Sudah tentu kedua macam perasaan ini mendorong mereka bertanggung jawab. Dengan demikian tujuan supervisi mengorganisasi guru dapat terwujudkan.
4) keteladanan. Dengan keteladanan sangat penting dalam meningkatkan prestasi kerja khususnya prestasi kerja guru. Keteladanan dapat diberikan dalam hubungan dengan pergaulan dan estetika. Dalam hal ini supervisor hendaknya dapat menghargai guru-guru sebagai teman sepergaulan, memiliki toleransi, agar memperjuangkan nasib dan sebagai alasan yang otoritas tapi yang partisipatis. Supervisor juga perlu memiliki perhatian terhadap pengaturan lingkungan kerja, kemauan yang positif dan menjadi contoh yang baik bagi guru-guru. Guru-guru membutuhkan bukti-bukti yaitu dalam bentuk pelaksanaan yang baik, bicara yang yang benar dan penampilan yang berwibawa dan ini cenderung ditiru oleh para guru.
5) sanksi jabatan. Yang dimaksud dengan mengorganisasi guru lewat sanksi jabatan ialah bila ada guru yang melakukan pelanggaran norma-norma dan peraturan-peraturan yang berkenaan dengan pendidikan, maka ia dikenai hukuman yang menyangkut jabatannya sebagai guru. Berat atau ringannya pelanggaran yang dibuatnya. Dengan memakai sanksi jabatan cukup efektif dilakukan dalam masa sekarang, hal ini disebabkan oleh: (a) Kondisi negara kita yang belum mampu menyediakan lapangan kerja yang cukup, sehingga mampu menangani terjadinya pengangguran, dan (b) Oleh sebab itu ada asumsi bahwa guru-guru takut kehilangan jabatannya sebagai guru (Pidarta, 2002:179-180).
C. Perbedaan Pokok Supervisi Tradisional dengan Supervisi Klinis
Di atas telah dijelaskan bahwa supervisi memiliki beberapa varian atau model seperti model supervisi yang konvensional atau tradisional, model supervisi yang bersifat ilmiah, model supervisi artistik, dan model supervisi klinis. Adapun perbedaan antara supervisi tradisional dengan supervisi klinis adalah sebagai berikut.
No |
Supervisi Tradisional (Preskriptif) |
Supervisi Klinis (Kolaboratif) |
1 |
Supervisi bertindak sebagai inspektur yang harus mengamankan peraturan yang berlaku. |
Supervisor bertindak sebagai mitra atau rekan kerja guru. |
2 |
Supervisor menganggap dirinya sebagai seorang ahli dan memiliki rasa super jika dibanding dengan guru yang disupervisi. |
Supervisor dan guru yang disupervisi mempunyai derajat keahlian yang sama.
|
3 |
Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan preskriptif (membandingkan apa yang diobservasi dengan apa yang dijadikan model). |
Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan inkuiri (mencoba menenmukan dan yang memahami apa yang dilakukan guru) |
4 |
Supervisor lebih berkuasa dari guru yang disupervisi dalam kegiatan diskusi sebelum dan sesudah observasi |
Diskusi dilaksanakan sebagai tindak lanjut dari pengamatan KBM yang dilaksanakan. Diskusi bersifat terbuka dan objektif. |
5 |
Supervisi bertujuan untuk menjamin agar metode yang ditetapkan diterapkan secara benar |
Supervisi bertujuan untuk membantu mengembangkan profesionalitas guru melalui kegiatan-kegiatan reflektif. |
D. Proses Supervisi Klinis
Dalam mengadakan supervisi klinis, kepala sekolah hendaknya tetap bekerja sesuai dengan koridor dan proses yang teratur. Koridor dan proses yang teratur tersebut adalah sebagai berikut:
1) menciptakan hubungan baik antara supervisor dengan guru yang bersangkutan, agar makna supevisi ini menjadi jelas bagi guru sehingga kerjasama dalam partisipasinya meningkat.
2) merencanakan aspek perilaku yang akan diperbaiki serta pada sub pokok bahasan apa.
3) merencanakan strategi apa untuk observasi.
4) mengobservasi guru mengajar boleh memakai alat-alat bantu.
5) menganalisis proses belajar oleh supervisor dan guru secara terpisah.
6) merencanakan pertemuan, boleh juga dengan pihak ketiga yang ingin mengetahui.
7) melaksanakan pertemuan, guru diberi kesempatan menanggapi cara kerja atau mengajarnya selama dibahas bersama.
8) membuat rencana baru bila aspek perilaku itu belum dapat diperbaiki dan mengulangi dari langkah awal sampai akhir (Pidarta, 2002:251).
Mengenai langkah-langkah supervisi klinis, Sahertian (]Sahertian, 2000:51) menyatakan ada tiga langkah dalam supervisi klinis yaitu: pertemuan awal, observasi, dan pertemun akhir. Sedangkan Soetjipto dan Kosasi (1999:68) membuat lima langkah atau tahap dalam supervisi klinis yaitu: pembicaraan pra observasi, melaksanakan observasi, melakukan analisis dan menentukan strategi, melakukan pembicaraan tentang hasil supervisi, dan melakukan analisis setelah pembicaraan. Berikut ini adalah langkah-langkah supervisi klinis yang dirangkum dari pendapat Pidarta:
1. Pertemuan awal atau perencanaan yang terdiri dari: (a) menciptakan hubungan yang baik dengan cara menjelaskan makna supervisi klinis sehingga partisipasi guru meningkat, (b) menemukan aspek-aspek perilaku apa dalam proses belajar mengajar yang perlu diperbaiki, (c) membuat skala prioritas aspek-aspek perilaku yang akan diperbaiki, dan (d) membuat hipotesis sebagai cara atau bentuk perbaikan pada sub topik bahan pelajaran tertentu.
2. Persiapan yang terdiri dari: (a) bagi guru tentang cara mengajar yang baru hipotesis, (b) bagi supervisor tentang cara dan alat observasi seperti tape recorder, video, daftar cek, catatan anecdotal dan sebagainya,
3. Pelaksanaan yang terdiri dari: (a) guru mengajar dengan tekanan khusus pada aspek-aspek perilaku yang diperbaiki, (b) supervisor mengobservasi, (c) menganalisis hasil mengajar secara terpisah.
4. Pertemuan akhir, bisa juga dengan orang lain yang ingin tahu yang terdiri dari: a) guru memberikan tanggapan/ penjelasan/ pengakuan, (b) gupervisor memberi tanggapan/ulasan, (c) menyimpulkan bersama hasil yang telah dicapai: hipotesis diterima, ditolak, atau direvisi, (d) menentukan rencana berikutnya, (e) mengulangi memperbaiki aspek tadi, dan (f) meneruskan untuk memperbaiki aspek-aspek yang lain (1999:78).
Bila diperhatikan kedua pendapat tersebut, kelihatan bahwa supervise klinik itu bersifat dan berorie ntasi pada tiga hal yaitu melakukan perencanaan secara mendetail termasuk membuat hipotesis, melaksanakan pengamatan secara cermat atau menganalisis hasil pengamatan serta memberikan umpan balik kepada guru bersangkutan. Tetapi untuk menguraikan lebih jelasnya langkah-langkah dalam proses supervisi klinik ini adalah sebagai berikut.
1. Tahap awal atau pertemuan awal
Pertemuan awal ini dilakukan sebelum melaksanakan observasi kelas. Sehingga banyak juga para teoritis supervisi klinik yang menyebutnya dengan istilah tahap pertemuan sebelum observasi. Tujuan utama tahap pertemuan awal ini adalah untuk mengembangkan bersama antara supervisor dan guru, kerangka kerja observasi kelas yang akan dilakukan. Hasil akhir pertemuan awal ini adalah kesepakatan kerja antara supervisor dan guru. Tujuan ini bisa tercapai apabila dalam pertemuan awal ini tercapai kerja sama, hubungan kemanusiaan dan komunikasi yang baik dan antara supervis or dan guru. Kualitas hubungan yang baik antara supervisor dan guru memiliki pengaruh signifikansi terhadap kesuksesan tahap berikutnya dalam proses supervisi klinik.
Perlu sekali diciptakan kepercayaan guru akan adanya supervisor, sebab kepercayaan guru akan mempengaruhi efisiensi dan efektifitas pelaksanaan pertemuan awal. Sikap yang kolegal ini sangat mempengaruhi pertemuan awal dalam rangka kesuksesan pelaksnaan supervisi klinik. Pertemuan awal ini mencakup delapan kegiatan yang harus dilaksanakan, yaitu:
- menciptakan suasana akrab dan terbuka,
- mengidentifikasi aspek-aspek yang akan dik embangkan oleh guru dalam pengajaran,
- menterjemahkan tingkah laku guru kedalam perhatian yang bisa diamati,
- mengidentifikasi prosedur-prosedur untuk memperbaiki pengajaran guru,
- membantu guru memperbaiki tujuannya sendiri,
- menetapkan waktu observasi kelas, dan
- menyeleksi instrumen observasi kelas.
- memperjelas konteks pengajaran dengan melihat data yang akan diamati (Bafadal, 1992:96)
2. Tahap observasi pengajaran
Pada tahap ini mengajar dengan mengaksentralisasi tampilnya pada keterampilan-keterampilan yang akan dilatihkan sebagaimana yang telah disepakati pada tahap sebelumnya. Pada pelaksanaannya pihak lain secara membina mengadakan pengamatan atas mengajar guru, dengan memedomani instrumen observasi yang dikembangkan bersama dengan guru. Dengan kontek ada kontrak yang disepakati bersama.
Selain dapat memedomani instrumen observasi yang telah ada dan disepakati, sebenarnya juga mempergunakan alat-alat elektronika dalam hal perekaman, baik yang berupa audio visual atau lainnya. Dengan cara demikian pembina bersama-sama dengan guru dapat mengadakan cek-ricek atas keterampilan mengajar guru yang ingin dilatihkan, yaitu:
- memasuki ruangan kelas yang akan diajar oleh guru bersama-sama dengan guru
- guru memberikan penjelasan kepada para siswa tentang maksud kedatangan pembina keruangan kelas
- guru mempersilahkan supervisor menempati tempat
- supervisor mengobservasi penampilan mengajar guru dengan mempergunakan format observasi yang telah disepakati.
- setelah proses belajar mengajar selesai guru bersama dengan supervisor meninggalkan kelas untuk melaksanakan musyawarah perbaikan terhadap hasil observasi (Imron, 1995:58).
3. Pertemuan balikan
Apabila pada tahap pertemuan awal dalam waktu antara pertemuan awal dengan tahap mengajar bisa agak jauh, maka tahap balikan ini jarak antara observasi balikan dengan mengajar tidak boleh dilakukan dalam jarak jauh. Sangat baik jika pertemuan balikan dilakukan sesegera mungkin setelah episode observasi pengajaran, agar apa saja yang dilakukan oleh guru masih segar dalam ingatan guru sendiri dan dalam kegiatan supervisor.
Sama seperti ketika pada tahan pertemuan awal.supervisor haruslah berusaha sea krab mungkin dengan guru serta mengembangkan sikap saling terbuka. Supervisor juga harus senantiasa menjaga diri agar tidak terjebak pada tindakan menilai saja atau mengadili pihak guru.pada saat demikian supervisor hendaknya menyampaikan hasil pengamatanya sedemikian rupa sehingga guru merasa yakin bahwa tampilan pengajaran yang baru saja ia lakukan adalah sebagaimana yang direkam oleh supervisor (Imron, 1995:58).
Agar pembicaraan mengarah pada yang dikehendaki dan tidak berlarut-larut dan berkepanjangan tanpa fokus, maka supervisor dengan guru harus sama-sama mengingat terhadap kesepakatan yang telah dibangun tersebut berhasil tercapai. Aktivitas yang dilakukan pada tahap balikan ini adalah :
- Supervisor memberitahu dan memberikan peringatan kepada guru yang baru saja mengajar. Pembina juga dapat menanyakan kepada guru tentang perasaan yang ia miliki pada saat mengajar. Suasana akrab demikian harus dibangun agar guru tersebut tidak merasa akan diadili.
- Supervisor bersama-sama dengan guru membicarakan kembali kontrak yang pernah dilakukan, mulai dari tujuan pendidikan yang pernah dirumuskan dan bermaksud dicapai dalam pengajaran. Materi pengajaran yang disajikan dalam pengajaran , metode serta media yang digunakan serta pelaksanaan evaluasi pengajaran.
- Supervisor menunjukkan observasi yang pernah ia lakukan berdasarkan format atau instrumen observasi yang pernah disepakati. Hasil observasi yang pernah disampaikan oleh pembina ini berupa data mentah dan data yang pernah atau telah diinterprestasikan. Selanjutnya guru diminta memberikan tanggapan atas hasil observasi yang telah disampaikan oleh supervisor.
- Supervisor menanyakan kepada guru bagaimana perasaannya dengan hasil observasi tersebut.
- Supervisor bersama-sama dengan guru menunjukkan ahsil pencapaian latihan pengajaran yang telah dilakukan. Berdasarkan atas kesimpulan tersebut, supervisor membuat kesimpulan. Akhirnya supervisor dan guru bersama-sama membuat rencana latihan berikutnya (Imron, 1995:59).
E. Tujuan Supervisi Klinis
Tujuan supervisi klinis adalah untuk membantu mendefisinikan pola-pola pengajaran yang tidak atau kurang efektif. Menurut Sergiofanni (1997) ada dua sasaran supervisi klinis yang menurutpenulis merefleksi multi tujuan supervisi pengajaran, khususnya perkembangan profesional dan motivasi dan komitmen kerja guru. Disisi lain supervisi klinik dilakukan untuk mengadakan pengembangan staf bagi guru, sedangkan menurut toleransi lainnya yaitu Ashen dan Gall tujuan supervisi klinik adalah menigkatkan pengajaran guru di kelas (Bafadal,1992:91), tujuan ini diiringi lagi kedalam tujuan yang lebih spesifik yaitu :
- Menyediakan umpan balik yang obyektif terhadap guru mengenai pelajaran yang dilaksanakan.
- Mendiaksona dan membantu memecahkan masalah-masalah pengajaran.
- Membantu guru mengembangkan keterampilannya menggunakan strategi pengajaran.
- Mengoreksi guru untuk kepntingan promosi jabatan ke pentingan lainnya.
- Membantu guru mengembangkan satu sikap positif terhadap pengembangan profesional yang berkesinambungan.
Dari konsep di atas dapat dijelaskan bahwa tujuan supervisi klinik untuk memperbaiki perilaku guru-guru dalam proses belajar mengajar terutama yang kronis, secara aspek demi aspek dengan intensif, sehingga mereka dapat mengajar dengan baik. Ini berarti perilaku yang tidak kronis bisa diperoleh dengan teknik supervisi yang lain (Azhar, 1996:22).
Program supervisi, pelayanan pendidikan khusus dan fasilitas adalah kekayaan yang dimanfaatkan oleh guru dan kemajuan dalam proses belajar mengajar murid tidak akan dapat dicapai dengan memusatkan perhatian supervisi kepada metode dan teknik mengajar melulu. Mengajar adalah hasil dari keseluruan pengalaman yang diperoleh guru, maka untuk memajukan program supervisi klinis memiliki tujuan yang berorientasi untuk menyeimbangkan proses belajar mengajar sesuai tujuan pendidikan diantaranya adalah :
- Membantu para guru secara individual dan secara kelompok dalam memecahkan masalah pengajaran yang mereka hadapi.
- Mengkoordinasi seluruh usaha pengajaran menjadi perilaku yang edukatif dan terintregasi dengan baik.
- Menyelenggarakan program latihan dalam kegiatan yang kontinyu.
- Membangun suatu usaha ilmiah yang berhubungan dengan pembinaan dan perbaikan program pengajaran di sekolah-sekolah.
- Memperoleh alat-alat pengajaran yang bermutu dan mencukupi.
F. Orientasi Perilaku Supervisi Klinis
Dalam pencapaian tujuan pendidikan (supervisi pengajaran) yang terpenting adalah adanya perilaku supervisi yang terencana dan runtut sesuai proses. Sebab perilaku supervisi menentukan keberhasilan dalam membantu mengembangkan guru. Dalam hal ini terdapat tiga orientasi perilaku yaitu sebagai berikut.
1. Orientasi langsung
Tujuan kongkrit dalm supervisi ini adalah untuk menigkatkan kemampuan guru. Pada orientasi yang bersifat directif ini tepat digunakan untuk meningkatkan kemampuan guru pada kategori guru droup out. Kategori guru droup out memiliki komitmen yang rendah dan kemampuan berpikir abstrak rendah. Dalam orientasi langsung ini terdapat tiga proses untuk kelangsungan supervisi, yaitu:
- Pertemuan awal dengan mengidentifikasi masalah
- Observasi kelas dengan tujuan untuk mencari cara memecahkan masalahnya
- Pertemuan balikan, memberi contoh tindakan atau demonstrasian seputar pengajaran.
Dalam perilaku supervisi klinis dengan orientasi langsung ini terdapat lima perilaku dari supervisor, yaitu :
- Menglarifikasi masalah-masalah yang ada dari guru
- Mempresentasikan ide -ide pemecahan
- Mendemonstrasikan ide-ide contoh pemecahan masalah guru-guru
- Menetapkan standar pelaksanaan tugas pemecahan masalah
- Memberikan umpan balik kepada guru-guru ia melaksanakan tugas yang diberikan (Bafadad, 1992:107-108).
2. Orientasi Kolaboratif
Orientasi kolaboratif memiliki tujuan yaitu menghadapkan adanya kesepakatan bersama antara supervisor dan guru yang menetapkan struktur, proses, kriteria untuk menentukan perbaikan pengajaran. Dalam hal ini orientasi kolaboratif sangat tepat digunakan untuk melakukan supervisi terhadap guru yang memiliki dua kategori, yaitu guru tak terarah (refius work) dan guru analitik (observer).
Guru tak terarah adalah memiliki komitmen tinggi tetapi memiliki kemampuan berpikir abstraksi rendah, sedang guru yang analitik adalah guru dalam kategori yang memiliki komitmen rendah namun ia memiliki kamampuan berpikir abstraksi tinggi sehingga ide-ide yang ia miliki tak terwujudkan. Supervisi pengajaran yang berorientasi kolaboratif akan mencakup perilaku-perilaku pokok berupa mendengarkan, mempresentasikan, pemecahan masalah, negosiasi. Hasil akhir dari supervisi ini adalah control kerja antara supervisor dan guru.
Asumsi yang mendasari orientasi supervisi ini adalah sama halnya dengan asumsi yang mendasari psikologi kognitif bahwa belajar itu merupakan hasil perpaduan antara perilaku individu dan lingkungan keluarga. Dalam orientasi kolaboratif ada empat perilaku supervisor yang sangat menonjol, yaitu:
- Mendengarkan masalah-masalah yang dikemukakan oleh guru sehingga bias dipahami secara utuh.
- Presentasikan alternatif-alternatif pemecahan masalah untuk dipadukan dengan alternative pemecahan yang dilakukan oleh guru.
- Memecahkan masalah dalam hal ini supervisor bersama guru membahas alternative pemecahan terbaik.
- Supervisor bersama guru mengadakan negosiasi untuk membagi tugas dalam rangka mengemplementasikan alternative pemecahan masalah yang terpilih.
3. Orientasi Tak Langsung
Orientasi perilaku supervisi pengajaran yang ketiga adalah orientasi tak langsung. Asumsi yang mendasari orientasi ini adalah sama halnya dengan asumsi yang mendasari psikologi humanistic, bahwa belajar itu merupakan hasil keinginan individu untuk menemukan rasionalis dan dasar-dasar dalam dunia ini premis mayor yang mendasari dan memecahkan masalahnya sendiri dalam proses belajar mengajar. Peran supervisi disini hanya sebagai seorang fasilitator dengan sedikit mengarahkan pada guru (Bafadal, 1992:109-111).
Pada cara yang ketiga ini digunakan untuk paradigma guru yang memiliki kategori professional dalam artian memiliki komitmen tinggi dan kemampuan berpikir abstrak yang tinggi pula, jadi yang diharapkan dalam orientasi ini adalah guru dapat menemukan dirinya sendiri. Supervisor mengambil inisiatif untuk melihat evaluasi guru dan melalui cara ini guru dapat menemukandirinya sendiri. Supevisi yang berorientasi tidak langsung akan mencakup, mendengarkan, mengklasifikasi, mendorong, mempresentasikan dan bernegosiasi, hasil akhir supervisi ini adalah rencana guru sendiri. Bentuk aplikasi dari proses supervisi klinik adalah :
- Pertemuan awal dengan mendengarkan keluhan-keluhan dari guru.
- Observasi kelas dilakukan dalam rangka mengawasi pelaksanaan pengajaran oleh guru.
- Pertemuan balikan. Di sini guru dibantu mengidentifikasi tindakan yang dilakukan guru di kelas serta membantu guru memahami kekurangan-kekurangan sendiri (Bafadal, 1992:113).
Daftar Pustaka
Azhar, Lalu Muhammad. 1996. Supervisi Klinik, Surabaya: Usaha Nasional.
Azhar, Lalu Muhammad. 1996. Supervisi Klinis dalam Penerapan Keterampilan Proses dan CBSA. Surabaya: Usaha Nasional.
Azhar, Lalu Muhammad. 1996. Supervisi Pendidikan, Surabaya: Usaha Nasional.
Bafadal, Ibrahim. 1992. Supervisi Pengajaran, Jakarta: Bumi Aksara.
Djamarah, Saiful Bahri. 1997. Strategi Belajar Mengajar, Jakarta: Rineka cipta.
Djamarah, Syaiful Bahri. 2000. Guru dan Anak Didik dalam Interaksi Edukatif. Jakarta: Rineka Cipta.
Gunawan, Ary. 1996. Administrasi Sekolah, Jakarta: Rineka Cipta.
Hamalik, Oemar. 2008. Manajemen Pengembangan Kurikulum, Bandung: Remaja Rosda Karya.
Hasbullah. 1996. Selekta Kapita Pendidikan Agama Islam, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Imron, Ali. 1995. Pembinaan Guru di Indonesia. Jakarta: Dunia Pustaka.
Krajewski, RA. 1982. Clinical Supervision: a Conceptual Framwork”, dalam Journal of Research and Development of Indonesian Education. vol. 15.
Nasution, Harun. 1994. Azaz-Azaz Kurikulum, Jakarta: Bumi Aksara.
Peter, L.J. 1979. Compentencies of Teaching, Teacher Education. Belmont Wodsworth Publishing Company Inc.
Pidarta, Made. 1992. Pemikiran Tentang Supervisi, Jakarta: Bumi Aksara.
Pidarta, Made. 1999. Pemikiran Tentang Supervisi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.
Pohan, James dan Baker, Eva L. 2000. Teknik Mengajar Secara Sistematik. Jakarta: Rineka Cipta.
Purwanto, Ngalim. 1995. Administrasi dan Supervisi Pendidikan, Bandung: Remaja Rosdakarya.
Roestiyah. 1989. Masalah-Masalah Ilmu Keguruan, Jakarta: Bumi Aksara.
Rohani dan Abu hamid, Pedoman PEnyelenggaraan Aministrasi Pendidikan Sekolah, (Jakarta : Bumi Aksara, 1991), 67)
Sahartian, Piet A. 1994. Profil Pendidik Profesional, Yogyakarta: Andi Offset.
Sahartian, Piet A. 2000. Konsep Dasar dan Tehnik Supervisi Pendidikan dalam Rangka Pengembangan Sumber Daya manusia. Jakarta: Rineka Cipta.
Sahartian, Piet A. 2000. Supervisi Pendidikan, Jakarta: Rineka Cipta.
Sahertian, Piet A. 2000. Konsep Dasar dan Tehnik Supervisi Pendidikan dalam Rangka Pengembangan Sumber Daya manusia. Jakarta: Rineka Cipta.
Samana. 1994. Profesionalisme Keguruan, Yogyakarta: Kanisius.
Sergiovanni, T.J. 1982. Supervision of Teaching. Alexandria: Association for Supervision and Curriculum Development.
Soedjiarto. 1993. Menetapkan Sistem Pendidikan Nasional. Jakarta: Grasindo.
Soetjipto dan Raflis Kosasi. 1999. Profesi Keguruan. Jakarta: Rineka Cipta.
Soetopo, Hendiyat. 1995. Kepemimpinan dan Supervisi Pendidikan, Jakarta: Bumi Aksara.
Sudjana, H. D. 2001. Metode dan Tehnik Pembelajaran Partisipatif. Bandung: Sinar Baru.
Sudjana, Nana. 1991. Dasar-dasar Proses Pembelajaran. Bandung: Sinar Baru.
Sullivan, S. & Glanz, J. 2005. Supervision that Improving Teaching Strategies and Techniques. Thousand Oaks, California: Corwin Press.
Surakhmad, Winarno. Pengantar Interaksi Belajar Mengajar, Dasar dan Teknik Pengajaran. Bandung: Tarsito.
Sutrisno, Oetang. 1983. Administrasi Pendidikan, Bandung: Angkasa.
Tafsir, Ahmad. 1999. Ilmu Pendidikan Agama, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 1999.
Undang-Undang Dasar RI, Surabaya: Apollo.
Usman, Moh. Uzer. 2002. Menjadi Guru Profesional (Bandung: Remaja Rosdakarya.
Wijaya, Cece. 1999. Kemampuan Dasar Guru Dalam Mengajar, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Terimaksih untuk informasi yang sangat bermanfaat ini buat pengalaman saya kedepannya…