Pendahuluan
Kajian makna kata dalam suatu bahasa tertentu menurut sistem penggolongan semantik adalah cabang linguistik yang bertugas semata-mata untuk meneliti makna kata, sebagaimana asal mulanya, bahkan bagaimana perkembangannya, dan apa sebab-sebabnya terjadi perubahan makna dalam sejarah bahasa. Banyak bidang ilmu lain yang mempunyai sangkut-paut dengan semantik, oleh sebab itu makna memegang peranan tergantung dalam pemakaian bahasa sebagai alat untuk penyampaian pengalaman jiwa, pikiran dan maksud dalam masyarakat. Bidang semantik terbatas pada usaha memperhatikan dan mengkaji proses transposisi makna kata dalam pemakaian bahasa.
Ullman (1972) berpendapat, Apabila seseorang memikirkan maksud suatu perkataan, sekaligus memikirkan rujukannya atau sebaliknya. Hubungan antara dua hal antara maksud dengan perkataan itulah lahir makna, oleh karena itu walaupun rujukan tetap, akan tetapi makna dan perkataan dapat berbeda (dalam Fauziah, 2006:1). Dari begitu kompleknya pembahasan makna dalam semantik, pemakalah hanya akan membahas salah satu bagian penting dari pembahasan makna yaitu jenis-jenis makna.
Makna adalah arti atau maksud yang tersimpul dari suatu kata, jadi makna dengan bendanya sangat bertautan dan saling menyatu. Jika suatu kata tidak bisa dihubungkan dengan bendanya, peristiwa atau keadaan tertentu maka kita tidak bisa memperoleh makna dari kata itu (Tjiptadi, 1984:19). Kata-kata yang bersal dari dasar yang sama sering menjadi sumber kesulitan atau kesalahan berbahasa, maka pilihan dan penggunaannya harus sesuai dengan makna yang terkandung dalam sebuah kata. Agar bahasa yang dipergunakan mudah dipahami, dimengerti, dan tidak salah penafsirannya, dari segi makna yang dapat menumbuhkan resksi dalam pikiran pembaca atau pendengar karena rangsangan aspek bentuk kata tertentu.
Makna adalah hubungan antara lambang bunyi dengan acuannya. Makna merupakan bentuk responsi dari stimulus yang diperoleh pemeran dalam komunikasi sesuai dengan asosiasi maupun hasil belajar yang dimiliki. Ujaran manusia itu mengandung makna yang utuh. Keutuhan makna itu merupakan perpaduan dari empat aspek, yakni pengertian (sense), perasaan (feeling), nada (tone), dan amanat (intension). Memahami aspek itu dalam seluruh konteks adalah bagian dari usaha untuk memahami makna dalam komunikasi.
Menurut Chaer (1994), makna dapat dibedakan berdasarkan beberapa kriteria dan sudut pandang. Berdasarkan jenis semantiknya, dapat dibedakan antara makna leksikal dan makna gramatikal, berdasarkan ada atau tidaknya referen pada sebuah kata atau leksem dapat dibedakan adanya makna referensial dan makna nonreferensial, berdasarkan ada tidaknya nilai rasa pada sebuah kata/leksem dapat dibedakan adanya makna denotatif dan makna konotatif, berdasarkan ketepatan maknanya dikenal makna kata dan makna istilah atau makna umum dan makna khusus. Lalu berdasarkan kriteri lain atau sudut pandang lain dapat disebutkan adanya makna-makna asosiatif, kolokatif, reflektif, idiomatik dan sebagainya.
Jenis-jenis Makna
Jenis makna yang dapat dilihat dari berbagai buku semantik a.l Bloomfield (1933), Palmerz (1976), Verhaar (1981), dan dari kamus, a.l. kridalaksana (1984), atau dari Ullman (1962). Diketahui bahwa kata memeiliki makna kognitif (denotatif; deskriptif), makna konotatif dan emotif. Kata dengan makna kognitif ditemukan dalam kehidupan sehari-hari, dan kata kognitif ini sering dipakai di bidang teknik. Kata konotatif di dalam bahasa Indonesia cenderung bermakna negatif, sedangkan kata emotif memiliki makna positif. Muhammad Muhktar ‘Umar telah mengklasifikasikan jenis-jenis makna ke dalam lima jenis di antaranya sebagai berikut.
- Makna Dasar/Asasi (المعنى الأساسى). Makna ini sering disebut juga sebagai makna awal (المعنى الأولى), atau makna utama (المعنى المركزى), makna gambaran (المعنى التصورى), atau makna pemahaman/ conceptual meaning (المعنى المفهومى), dan makna kognitif (المعنى الإدراكي). Makna ini merupakan makna pokok dari suatu bahasa. Contohnya kata ‘wanita‘ memiliki makna konseptual ‘manusia, bukan laki-laki, baligh (dewasa)‘.
- Makna Tambahan (المعنى الإضافي أو العرضي أو الثانوي أو التضمني), yaitu makna yang ada di luar makna dasarnya. Makna ini dapat dikatakan sebagai makna tambahan dari makna dasar namun makna ini tidak tetap dan perubahannya menyesuaikan dengan waktu dan kebudayaan pengguna bahasa. Contohnya kata ‘wanita‘ yang memiliki makna dasar ‘manusia bukan lelaki yang dewasa‘. Jika kata ini ditambahi dengan makna tambahan, maka banyak sekali makna yang akan timbul dari kata tersebut. Misalnya jika kata ‘wanita‘ dimaknai oleh sebuah kelompok dengan ‘makhluk yang pandai memasak dan suka berdandan‘, maka inilah makna tambahan yang keluar dari kata ‘wanita‘ tersebut. Atau jika ‘wanita‘ dimaknai dengan ‘makhluk yang lembut perasaannya, labil jiwanya, dan emosional‘. Kedua makna tambahan ini tidak berlaku tetap sebagai makna tambahan dari kata ‘wanita‘. Apabila suatu kelompok pada zaman tertentu menggunakannya maka makna tambahan itu masih berlaku. Namun jika makna itu sudah tidak dipakai lagi, maka makna tambahan itu tidak berlaku.
- Makna Gaya Bahasa/Style (المعنى الإسلوبي), yaitu makna yang lahir karena penggunaan bahasa tersebut. Penggunaan bahasa dapat dilihat dalam bahasa sastra, bahasa resmi, bahasa pergaulan, dan lain sebagainya. Perbedaan penggunaan bahasa menimbulkan gaya yang berbeda dengan makna yang berbeda pula. Dalam bahasa sastra sendiri memiliki perbedaan gaya bahasa seperti gaya bahasa puisi, natsr, khutbah, kitabah, dan lain sebagainya. Kata daddy digunakan untuk panggilan mesra kepada sang ayah, sedangkan father digunakan sebagai panggilan hormat dan sopan kepada sang ayah. Kedua kata ini ternyata berpengaruh terhadap penggunaan bahasa yang bermakna ‘ayah’ dalam bahasa Arab. Kata الولد – والدي digunakan sebagai bahasa sopan dan hormat.
- Makna Nafsi (المعنى النفسي) atau makna objektif, yaitu makna yang lahir dari suatu lafadz atau kata sebagai makna tunggal.
- Makna Ihaa’i (المعنى الإيحائي), yaitu jenis makna yang berkaitan dengan unsur lafadz atau kata tertentu dipandang dari penggunaannya. Dalam makna ini memiliki tiga pengaruh di antaranya adalah : a) pengaruh suara (fonetis), contohnya seperti suara-suara hewan yang menunjuk langsung pada hewan itu, b) pengaruh perubahan kata (sharfiyah) berupa akronim atau singkatan. Contohnya بسمله singkatan dari بسم اللهالرحمن الرحيم, dan c) pengaruh makna kiasan yang digunakan dalam ungkapan atau peribahasa.
Jenis makna sangat beragam, hal tersebut sangat tergantung pada lata belakang ahli. Menurut Geoffrey Leech (1976), jenis-jenis makna itu mencakup jenis-jenis sebagai berikut.
- Makna Konotatif. Makna konotatif adalah makna yang bukan sebenarnya yang umumnya bersifat sindiran dan merupakan makna denotasi yang mengalami penambahan. Dalam makna konotatif terdapat makna konotatif positif dan negatif. Contoh: kata wanita dan perempuan, wanita termasuk ke dalam konotatif posif sedangkan kata perempuan mengandung makna konotatif negatif.
- Makna Stilistik. Makna stilistika ini berkenaan dengan gaya pemilihan kata sehubungan dengan adanya perbedaan sosial dan bidang kegiatan di dalam masyarakat. Contoh: rumah, pondok, istana, keraton, kediaman, tempat tinggal, dan residensi.
- Makna Afektif. Makna afektif adalah makna yang berkenaan dengan perasaan pembicara terhadap lawan bicara atau terhadap objek yang dibicarakan. Makna afektif akan lebih nyata ketika digunakan dalam bahasa lisan. Contoh: ‘Tutup mulut kalian!‘ Bentaknya kepada kami. Kata tersebut akan terdengar kasar bagi pendengarnya.
- Makna Refleksi. Makna refleksi adalah makna yang muncul oleh penutur pada saat merespon apa yang dia lihat. Contoh: kata aduh, oh, ah, wah, amboi, astaga,
- Makna Kolokatif. Makna kolokatif adalah makna yang berkenaan dengan ciri-ciri makna tertentu yang dimliki sebuah kata dari sejumlah kata-kata yang bersinonim, sehingga kata tersebut hanya cocok untuk digunakan berpasangan dengan kata tertentu lainnya. Jadi makna kolokatif harus sepadan dan pada tempatnya. Contoh: kata tampan identik dengan laki-laki, kata gadis identik dengan cantik.
- Makna Konseptual. Makna Konseptual, yaitu makna yang menekankan pada makna logis. Kadang-kadang makna ini disebut makna ‘denotatif’ atau ‘koginitif’. Makna konseptual memiliki susunan yang amat kompleks dan rumit, namun dapat dibandingkan dan dihubungkan dengan susunan yang serupa pada tingkatan fonologis maupun sintaksis.
- Makna Tematik. Makna Tematik, yaitu makna yang dikomunikasikan menurut cara penutur atau penulis menata pesannya, dalam arti urutan, fokus dan penekanan. Nilai komunikatif itu juga dipengaruhi oleh penggunaan kalimat aktif dan kalimat pasif. Contohnya sebagai berikut:
Apakah yang diajarkan oleh dosen itu?
Oleh siapakah semantik diajarkan?
Kalimat yang pertama yaitu Apakah yang diajarkan oleh dosen itu? ingin lebih mengetahui objeknya, sedangkan kalimat kedua yaitu Oleh siapakah semantik diajarkan? lebih menekankan siapakah subjeknya.
Senada dengan pendapat ahli di atas, Abdul Chaer berpendapat bahwa jenis-jenis makna itu terbagi menjadi beberapa jenis makna, yaitu sebagai berikut.
1. Makna Leksikal. Makna leksikal adalah makna sebenarnya, sesuai dengan hasil observasi indra kita, makna apa adanya dan makna yang ada dalam kamus. Leksikal adalah bentuk yang diturunkan dari bentuk nomina leksikon (vokabuler, kosa kata, perbendaharaan kata). Dikatakan makna leksikal adalah makna yang sesuai dengan referennya, makna yang sesuai dengan hasil observasi alat indra, atau makna yang sungguh-sungguh nyata dalam kehidupan kita. Contohnya, kata ‘kepala’ dalam kalimat ‘Kepalanya hancur kena pecahan granat‘ adalah makna leksikal, tetapi dalam kalimat ‘Hafizh diangkat menjadi kepala cabang koperasi‘ adalah bukan makna leksikal. Maksud makna dalam kamus adalah makna dasar atau makna yang konret. Misalnya leksem ‘Kuda’ memiliki makna sejenis binatang.
2. Makna Gramatikal. Makna gramatikal adalah makna yang terjadi setelah proses gramatikal (afikasi, reduplikasi, kompositumisasi). Perbedaan dari makna leksikal dan gramatikal adalah Makna leksikal adalah makna dasar/makna dari kata per kata, sedangkan makna gramatikal adalah makna baru yang muncul ketika kata-kata tersebut menjadi sebuah kalimat. Makna gramatikal acapkali juga dapat diketahui tanpa mengenal makna leksikal unsur-unsurnya. Misalnya klausa malalat dilili-lili lolo-lolo ini, yang tidak kita ketahui makna leksikal unsur-unsurnya, apa itu malalat, apa itu malalat, apa itu dilili-lili, dan apa pula lolo-lolo itu; namun kita tahu bahwa konstruksi klausa itu memberi makna gramatikal: malalat mengandung makna ‘tujuan, pasien’ dilili-lili mengandung makna ‘pasif’, dan lolo-lolo mengandung makna ‘pelaku perbuatan’. Contoh: kata ‘kuda‘ bermakna leksikal binatang sedangkan makna gramatikalnya bisa menjadi alat transportasi atau sejenis. Contoh, Saya berangkat ke pasar dengan kuda.
3. Makna Kontekstual. Makna kontekstual adalah makna sebuah laksem atau kata yang berada didalam suatu konteks. Misalnya, makna konteks kata kepala pada kalimat-kalimat berikut :
a. Rambut di kepala nenek belum ada yang putih.
b. Sebagai kepala sekolah dia harus menegur murid itu.
c. Nomor teleponnya ada pada kepala surat itu.
4. Makna Referensial. Makna referensial adalah sebuah kata yang memiliki referensnya/acuannya. Sehingga sebuah kata dapat disebut bermakna referensial kalau ada referensinya atau acuannya. Kata-kata seperti kuda, merah, dan gambar adalah termasuk kata-kata yang bermakna referensial karena ada acuannya dalam dunia nyata.
5. Makna Non-referensial. Makna non-referensial adalah kata yang tidak mempunyai acuan dalam dunia nyata. Contohnya kata dan, atau, dan karena. Kata-kata tersebut tidak mempunyai acuan dalam dunia nyata.
6. Makna Denotatif. Makna denotatif adalah makna asli, makna asal, atau makna sebenarnya yang dimiliki oleh sebuah kata. Umpamanya, kata ‘Kurus‘ (bermakna denotatif yang mana artinya keadaan tubuh seseorang yang lebih kecil dari ukuran yang normal). Kata ‘Bunga‘( bermakna denotatitif yaitu bunga yang seperti kita lihat di taman).
7. Makna Konotatif. Makna konotatif adalah makna yang lain yang ditambahkan pada makna denotatif tadi yang berhubungan dengan nilai rasa dari seseorang atau kelompok orang yang menggunakan kata tersebut. Umpamanya kata ‘Kurus‘ pada contoh di atas berkonotasi netral. Tetapi kata ‘Ramping‘, yaitu sebenarnya bersinonim dengan kata kurus itu memiliki konotasi positif yaitu nilai yang mengenakkan ; orang akan senang kalau dikatakan ramping. Sebaliknya, kata ‘Kerempeng‘, yang sebenarnya juga bersinonim dengan kata kurus dan ramping, mempunyai konotasi negatif, nilai rasa yang tidak enak, orang akan tidak enak kalau dikatakan tubuhnya kerempeng.
8. Makna Konseptual. Makna konseptual adalah makna yang dimiliki oleh sebuah leksem terlepas dari konteks atau asosiasi apa pun. Kata ‘Kuda’ memiliki makna konseptual ‘sejenis binatang berkaki empat yang biasa dikendarai’, dan kata ‘rumah’ memiliki makna konseptual ‘bangunan tempat tinggal manusia’.
9. Makna Asosiatif. Makna asosiasi adalah makna kata yang berkenaan dengan adanya hubungan kata itu dengan sesuatu yang berada di luar bahasa. Misalnya, kata ‘melati berasosiasi dengan ‘sesuatu yang suci atau kesucian’, kata merah berasosiasi berani, kata buaya berasosiasi dengan jahat atau kejahatan. Makna asosiasi ini sebenarnya sama dengan lambang atau perlambangan yang digunakan oleh suatu masyarakat pengguna bahasa untuk menyatakan konsep lain, yang mempunyai kemiripan dengan sifat keadaan, atau ciri yang ada konsep asal tersebut.
10. Makna Kata. Makna kata adalah makna yang bersifatumum, kasar dan tidak jelas. Kata ‘tangan’ dan ‘lengan’ sebagai kata, maknanya lazim dianggap sama, seperti contoh berikut:
a. Tangannya luka kena pecahan kaca.
b. Lengannya luka kena pecahan kaca.
Jadi, kata tangan dan kata lengan pada kedua kalimat di atas adalah bersinonim atau bermakna sama.
11. Makna Istilah. Makna istilah adalah makna yang pasti, jelas, tidak meragukan, meskipun tanpa konteks kalimat dan perlu diingat bahwa makna istilah hanya dipakai pada bidang keilmuan/kegiatan tertentu saja. Umpamanya, kata ‘tangan’ dan ‘lengan’ yang menjadi contoh di atas. Kedua kata itu dalam bidang kedokteran mempunyai makna yang berbeda. ‘tangan’ bermakna ‘bagian dari pergelangan sampai ke jari tangan’. Sedangkan kata ‘lengan’ adalah ‘bagian dari pergelangan tangan sampai ke pangkal bahu’. Jadi kata ‘tangan’ dan ‘lengan’ sebagai istilah dalam ilmu kedokteran tidak bersinonim, karena maknanya berbeda.
12. Makna Idiom. Makna idiom adalah makna yang tidak dapat diramalkan dari makna unsur-unsurnya, baik secara leksikal maupun gramatikal. Contoh, secara gramatikal bentuk ‘menjual rumah’ bermakna ‘yang menjual menerima uang dan yang membeli menerima rumahnya’, tetapi dalam bahasa Indonesia bentuk ‘menjual gigi’ tidak memiliki makna seperti itu, melainkan bermakna ‘tertawa keras-keras’. Jadi makna tersebutlah yang disebut makna idiomatik.
13. Makna Peribahasa. Peribahasa memiliki makna yang masih dapat ditelusuri atau dilacak dari makna unsur-unsurnya. Karena adanya asosiasi antara makna asli dengan maknanya sebagai peribahasa. Umpamanya, peribahasa ‘Seperti anjing dan kucing yang bermakna ihwal dua orang yang tidak pernah akur. Makna ini memiliki asosiasi bahwa binatang yang namanya anjing dan kucing jika bersuara memang selalu berkelahi, tidak pernah damai.
Suatu kata dapat memiliki makna kognitif saja atau satu kata memiliki baik makna kognitif maupun makna konotatif atau makna emotif. Para ahli telah mengemukakan berbagai jenis makna dan yang akan diuraikan sebagai berikut.
Makna Denotatif dan Makna Konotatif
Sebuah kata mengandung kata denotatif, bila kata itu mengacu atau menunjukan pengertian atau makna yang sebenarnya. Kata yang mengandung makna denotative digunakan dalam bahasa ilmiah, karena itu dalam bahasa ilmiah seseorang ingin menyampaikan gagasannya. Agar gagasan yang disampaikantidak menimbulkan tafsiran ganda, ia harus menyampaikan gagasannya dengan kata-kata yang mengandung makna denotative. Makna denotatif adalah makna asli, makna asal atau makna sebenarnya yang dimiliki oleh sebuah leksem. Jadi, makna denotatif ini sebenarnya sama dengan makna leksikal. Umpamanya, kata babi bermakna denotatif ‘sejenis binatang yang biasa diternakan untuk dimanfaatkan dagingnya’. Kata kurus bermakna denotatif ‘ keadaan tubuh seseorang yang lebih kecil dari ukuran yang normal’.
Makna denotatif pada dasarnya sama dengan makna referensial sebab makna denotatif lazim diberi penjelasan sebagai makna yang sesuai dengan hasil observasi menurut penglihatan, penciuman, pendengaran, perasaan, atau pengalaman lainnya. Jadi, makna denotatif ini menyangkut informasi-informasi faktual objektif. Oleh karena itu, makna denotasi sering disebut sebagai ’makna sebenarnya’(Chaer, 1994). Umpama kata perempuan dan wanita kedua kata itu mempunyai dua makna yang sama, yaitu ’manusia dewasa bukan laki-laki’.
Sebuah kata disebut mempunyai makna konotatif apabila kata itu mempunyai ‘nilai rasa’, baik positif maupun negatif. Dalam berbahasa orang tidak hanya mengungkap gagasan,pendapat atau isi pikiran.tetapi juga mengunkapkan emosi-emosi tertentu. Jika tidak memiliki nilai rasa maka dikatakan tidak memiliki konotasi. Tetapi dapat juga disebut berkonotasi netral. Makna konotatif dapat juga berubah dari waktu ke waktu. Misalnya kata ceramah dulu kata ini berkonotasi negatif karena berarti ’cerewet’, tetapi sekarang konotasinya positif.
Makna denotatif ialah makna dasar, umum, apa adanya, netral tidak mencampuri nilai rasa, dan tidak berupa kiasan (Maskurun, 1984:10). Makna denotatif adalah makna dalam alam wajar secara eksplisit maka wajar, yang berarti mkna kat ayang sesuai dengan apa adanya, sesuai dengan observasi, hasil pengukuran dan pembatasan (perera, 1991:69). Makna denotatif didasarkan atas penunjukan yang lugas pada sesuatu diluar bahasa atau didasarkan atas konvensi tertentu (kridalaksana, 1993:40).
Kalau makna denotatif mengacu pada makna asli atau makna sebenarnya dari sebuah kata atau leksem, maka makna konotatif adalah makna lain yang ditambahkan pada makna denotatif tadi yang berhubungan dengan nilai rasa dari orang atau kelompok orang yang menggunakan kata tersebut. Umpamanya kata babi pada contoh diatas, pada orang yang beragama Islam atau didalam masyarakat Islam mempunyai konotasi yang negatif, ada rasa atau perasaan tidak enak bila mendengar kata itu. Sebuah kata mengandung makna konotatif, bila kata-kata itu mengandung nilai-nilai emosi tertentu. Dalam berbahasa orang tidak hanya mengungkap gagasan, pendapat atau isi pikiran. Tetapi juga mengungkapakan emosi-emosi tertentu. Mungkin saja kata-kata yang dipakai sama, akan tetapi karena adanya kandungan emosi yang dimuatnya menyebabkan kata-kata yang diucapkan mengandung makna konotatif disamping mkna denotatif.
Makna konotatif adalah makna yang berupa kiasan atau yang disertai nilai rasa, tambahan-tambahan sikap sosial, sikap pribadi sikap dari suatu zaman, dan criteria-kriteria tambahan yang dikenakan pada sebuah makna konseptual. Seperti kata kursi, kursi disini bukan lagi tempat duduk, melaikan suatu jabatan atau kedudukan yang ditempati oleh seseorang. Kursi diartikan sebagai tempat duduk mengandung makna lugas atau makna denotatif. Kursi yang diartikan suatu jabatan atau kedudukan yang diperoleh seseorang mengandung makna kiasan atau makna konotatif.
Kridalaksana (1982: 91) dalam buku Mansoer Pateda, (2010: 112) berpendapat ‘aspek makna sebuah atau sekelompok kata yang didasarkan atas perasaan atau pikiran yang timbul atau ditimbulkan pada pembicara (penulis) dan pendengar (pembaca).’ Dengan kata lain, makna konotatif merupakan makna leksikal + X. Misalnya, kata amplop. Kata amplop bermaknasampul yang berfungsi tempat mengisi surat yang akan disampaikan kepada orang lain atau kantor, instansi, jawatan lain. Makna ini adalah makna denotasinya. Tetapi pada kalimat ‘Berilah ia amplop agar urusanmu segera selesai,’ maka kata amplop sudah bermakna konotatif, yakni berilah ia uang.
Abdul Chaer (1995: 65) menyatakan bahwa perbedaan makna denotasi dan konotasi didasarkan pada ada tidaknya ‘nilai rasa’ pada sebuah kata, terutama yang disebut kata penuh. Mempunyai makna denotasi, tetapi tidak semua makna itu mempunyai makana konotasi. Sebuah kata disebut mempunyai makna konotatif apabila kata itu mempunyai ‘nilai rasa’ baik positif maupun negatif.
Makna denotasi pada dasarnya sama dengan makna referensial sebab makna denotative ini lazim diberi penjelasan sebagai makna yan sesuai dengan hasil observasi dai pengihatan, penciuman, pendengaran, perasaan, atau pengalaman lainya. Jadi dapat disimpulkan bahwa makna denotative ini adalah makna yang menyangkut informasi-informasi faktual objektif. Makna denotative ini sering disebut dengan ‘makna sebenarnya’.
Misalnya : Wanita dan Perempuan
Pada dasarnya kata tersebut memiliki makna denotatif. Tetapi dapat di bedakan karena memiliki nilai rasa yang berbeda. 1) kata perempuan memiliki nilai rasa yang ‘rendah’ 2) kata Wanita memiliki nilai rasa yang ‘tinggi’. Hal ini terbukti pada suatu lembaga yaitu Dharmw wanita, Ikatan Wanita Pengusaha.
Makna konotatif dapat disebut dengan makna tambahan atau makna kiasan. Makna konotatif dapa berubah dari waktu ke waktu. Misalnya pada kata Ceramah dulu kata ini berkonotasi negative yang berarti cerewet tetapi sekarang berkonotasi negatif. Zaenal dan Amran (2008: 28) menyatakan bahwa makna denotatif adalah makna dalam alam wajar secara eksplisit. Makna wajar ini makna yang sesuai dengan apa adanya. Sering juga makan denotative ini disebut makna konseptual. Misalnya: kata makan bermakna memasukkan sesuatu ke dalam mulut, dikunyah, dan ditelan. Sedangkan makna konotatif adalah makna asosiatif, makna yang timbu sebagai akibat dari sikap social, sikap pribadi, dan kriteria tambahan yang dikenakan pada sebuah makna konseptual. Misalnya kata makan bermakna konotasi untung atau pukul.Makna konotasi berkembang dari zaman ke zaman. Ia tidak tetap. Misal kata kamar kecil makna denotatifnya kamar yang kecil tetapi makna konotatifnya jamban.
Wiyanto dalam Mangatur (2009: 74) menyatakan makna denotasi adalah makna yang mengacu pada referensinya, yaitu makna yang ada dalam pikiran pemakainya. Makna denotasi tertulis dikamus. Makna konotasi tidak tertulis dikamus. Makna konotasi adalah mana yang didasarkan atas perasaan atau pikiran yang timbul atau ditimbulkan oleh pembicara atau pemdengar. Adi makna konotasi adalah makna tambahan yang timbul berdasarkan nilai rasa seseorang. Fatimah (2009: 12) makna konotatif yang dibedakan dari makna emotif karena yang yang disebut pertama bersifat negative dan yang disebut kemudian bersifat positif. Makna konotatif adalah makna yang muncul dari makna kognitif (lewat makna kognitif) edalam makna kognitif tersebut ditambahkan komponen lain. Misalnya:
1) Perempuan itu ibu saya
2) Ah, dasar perempuan
Makna perempuan pada kalimat pertama mengandung sifat keibuan, kasih sayang, lemah lembut, berhati manis. Pada kalimat kedua secara psikologis perempuan tersebut mengandung suka bersolek, suka pamer, egoistis. Menurut KBBI (2008: 313) Denotasi adalah makna kata atau kelompok kata yang didasarkan atas penunjukan yang lugas pada sesuatu di luar bahasa atau yang didasarkan atas konvensi tertentu dan bersifat objektif. Menurut KBBI (2008: 725) Konotasi adalah tautan pikiran yang menimbilkan nilai rasa pada seseorang ketika berhadapan pada sebuah kata; makna yang ditambahkan pada makna denotasi.
Jadi dapat disimpulkan bahwa mana denotasi dan konotasi sangat berkaitan dengan hubungan pemakaian bahasa. Setelah melihat beberapa referensi. Kesimpulanya makna denotasi adalah makna yang sebenarnya atau makna yang muncul dengan adanya fakta atau kejadian yang benar-benar adanya. Sedangkan makna konotasi adalah makna kiasan yang digunakan sebagai tambahan pada makna denotasi. Makna ini sangat banyak digunakan oleh pengarang-pengarang pada sebuah puisi. Makna konotasi ini adalah makna yang ditimbulkan melalui nilai rasa seseorang.
Pembagian kedua jenis makna itu didasarkan ada tidaknya perubahan makna dasar suatu kata. Makna denotasi disebut juga makna lugas atau kata yang tidah mengalami perubahan makna kata. Sedangkan makna konotasi apabila mengalami perubahan makna kata. Makna konotasi sering juga disebut makna kiias atau makna kontekstual. Contoh
Jenis makna |
Contoh kata |
Makna |
Denotasi | 1. ibu guru
2. ibunya Amir |
1. perempuan yang pekerjaannya mengajar 2. perempuan yang melahirkan Amir |
Konotasi | 3. ibu kota 4. ibu jari |
3. pusat pemerintahan 4. jari yang paliing besar, jempol |
Makna konotatif yang dibedakan dari makna emotif karena yang disebut pertama bersifat negatif dan yang disebut kemudian bersifat positif. Makna konotatif muncul sebagai akibat asosiasi perasaan terhadap apa yang diucapkan atau apa yang didengar. Makna konotatif adalah makna yang muncul dari makna kognitif (lewat makna kognitif), ke dalam makna kognitif tersebut ditambahkan komponen makna lain. Makna kognitif dibedakan dari makna konotatf dan emotif berdasarkan hubungannya, yakni hubungan antara kata dengan acuannya (referent) atau hubungan kata dengan denotasinya (hubungan antara kata (ungkapan) dengan orang, tempat, sifat, proses, dan kegiatan luar bahasa (denotata kata)); dan hubungan antara kata (ungkapan ) dengan ciri-ciri tertentu (disebut konotasi kata (ungkapan) atau sifat emotif kata (ungkapan).
Makna Leksikal dan Makna Gramatikal
Makna Leksikal ialah makna kata seperti yang terdapat dalam kamus, istilah leksikal berasal dari leksikon yang berarti kamus. Makna kata yang sesuai dengan kamus inilah kata yang bermakna leksikal. Misalnya : Batin (hati), Belai (usap), Cela (cacat). Leksikal adalah bentuk adjektif yang diturunkan dari bentuk nomina leksikon. Satuan dari leksikon adalah leksem, yaitu satuan bentuk bahasa yang bermakna. Kalau leksikon kita samakan dengan kosakata atau perbendaharaan kata, maka leksem dapat kita persamakan dengan kata. Dengan demikian, makna leksikal dapat diartikan sebagai makna yang bersifat leksikon, bersifat leksem, atau bersifat kata. Lalu, karena itu, dapat pula dikatakan makna leksikal adalah makna yang sesuai dengan referennya, makna yang sesuai dengan hasil observasi alat indera, atau makna yang sungguh-sungguh nyata dalam kehidupan kita (Chaer, 1994). Umpamanya kata tikus makna leksikalnya adalah sebangsa binatang pengerat yang dapat menyebabkan timbulnya penyakit tifus. Makna ini tampak jelas dalam kalimat Tikus itu mati diterkam kucing, atau Panen kali ini gagal akibat serangan hama tikus.
Makna leksikal atau makna semantik, atau makna eksternal juga merupakan makna kata ketika kata itu berdiri sendiri, entah dalam bentuk leksem atau berimbuhan yang maknanya kurang lebih tetap seperti yang dapat dibaca di dalam kamus bahasa tertentu. ‘Makna leksikal ini dipunyai unsur bahasa-bahasa lepas dari penggunaannya atau konteksnya (Kridalaksana, 1982: 103). Veerhar (1983; 9) berkata, ‘sebuah kamus merupakan contoh yang tepat dari semantik leksikal: makna tiap-tiap kata diuraikan di situ’ (Mansoer Pateda, 2002: 119). Leksikal adalah bentuk ajektif yang diturunkan dari bentuk satuan dari leksikon adalah leksem yaitu satuan brntuk bahasa yang bermakna. Kalau leksikon kita samakan dengan kosa kata atau perbedaan kata maka leksem dapat kita samakan dengan kata. Makna leksikal dapat diartikan sebagai makna yang bersifat leksikon atau bersifat kata. makna leksikal dapat diartikan sebagai makna yang bersifat leksikal. Makna leksikal biasanya dipertentangkan dengan makna gramatikal. Kalau makna leksikal berkenaan dengan makna leksem atau kata yang sesuai dengan referennya, maka makna gramatikal ini adalah makna yang hadir sebagai akibat adanya proses gramatika seperti proses afiksasi, proses reduplikasi, dan proses komposisi (Chaer, 1994). Proses afiksasi awalan ter- pada kata angkat dalam kalimat Batu seberat itu terangkat juga oleh adik, melahirkan makna ’dapat’, dan dalam kalimat Ketika balok itu ditarik, papan itu terangkat ke atas melahirkan makna gramatikal ’tidak sengaja’.
Makna leksikal (lexical meaning, semantic meaning, external meaning) adalah makna unsur-unsur bahasa sebagai lambang benda, persitiwa, dll. Makna leksikal ini dimiliki unsur-unsur bahasa secara tersendiri, lepas dari konteks. Semua makna (baik bentuk dasar maupun turunan) yang ada dalam kamus disebut makna leksikal. Kata-kata tersebut meiliki makna dan dapat dibaca pada kamus, makna demikian disebut pula makna kamus, selain makna leksikal (dictionary meaning). Ada pula yang mengatakan bahwa makna leksikal adalah makna kata-kata pada waktu berdiri sendiri, baik dalam bentuk turunann maupun dalam bentuk dasar.
Makna gramatikal (grammatikal meaning; functional meaning; structural meaning; internal meanng) adalah makna yang menyangkut hubungan intra bahasa, atau makna yang muncul sebagai akibat berfungsinya sebuah kata di dalam kalimat. Di dalam semantik makna gramatikal dibedakan dari makna leksikal. Sejalan dengan pemahaman makna (sense ‘pengertian’; ‘makna’) dibedakan dari arti (meaning ‘arti’). Makna merupakan pertautan yang ada antara satuan bahasa, dapat dihubungkan dengan makna gramatikal, sedangkan arti adalah pengertian satuan kata sebagai unsur yang dihubungkan. Makna leksikal dapat berubah ke dalam makna gramtikal secara operasional.
Berbeda dengan makna leksikal, makna gramatikal baru ada kalau terjadi proses gramatikal, seperti afiksasi, reduplikasi, komposisi, atau kalimatisasi. Misalnya, dalam proses afiksasi prefiks ber-dengan dasar baju melahirkan makna gramatikal ‘ mengenakan atau memakai baju’; dengan dasar kuda melahirkan makna gramatikal ‘ mengendarai kuda’; dengan dasar rekreasi melahirkan makna gramatikal ‘melakukan rekreasi’. Contoh lain, proses komposisi dasar sate dengan dasar ayam melahirkan makna gramatikal ‘bahan’; dengan dasar madura melahirkan makna gramatikal ‘asal’; dengan dasar lontong melahirkan makna gramatikal ‘ bercampur’; dan dengan kata Pak Kumis melahirkan makna gramatikal ‘buatan’. Sintaksisasi kata-kata adik, menendang, dan bola menjadi kalimat adik menendang bola melahirkan makna gramatikal; adik bermakna ‘pelaku’, menendang bermakna ‘aktif’, dan bola bermakna ‘sasaran’. Makna gramatikal adalah makna kata yang diperoleh dari hasil perstiwa tata bahasa, istilah gramatikal dari kata grammar yang artinya tata bahasa. Makna gramatikal sebagau hasil peristiwa tata bahasa ini sering disebut juga nosi. Misalnya : Nosi -an pada kata gantungan adalah alat.
Makna leksikal adalah makna suatu kata sebelum mengalami proses perubahan bentuk ataupun belum digunakan dalam kalimat. Makna leksikal sering juga disebut makna kamus. Makna gramatikal adalah makna sutau kata setelah kata itu mengalami proses gramatikalisasi baik melalui pengimbuhan, pengulangan, ataupun pemajemukan. Makna gramatikal suatu kata bisa sama, berubah, atau bahkan ber beda sama sekali dengan makna leksikalnya. Contoh
Jenis makna |
Contoh kata |
Makna |
Leksikal | 1. Ibu | 1. Orang yang melahirkan |
gramatikal | 2. Keibuan 3. Ibu-ibu |
4. Ibu guru 2. Bersifat seperti seorang ibu
3. Banyak ibu atau banyak perempuan
dewasa
4. Perempuan yang pekerjaannya mengajar
Makna Kontekstual
Makna kontekstual (contextual meaning) atau makna situasional (situational meaning) muncul sebagai akibat hubungan antara ujaran dan konteks. Sudah diketahui bahwa konteks itu berwujud dalam banyak hal. Konteks yang dimaksud di sini, yakni: (a) konteks orangan, (b) konteks situasi, (c) konteks tujuan, (d) konteks formal/tidaknya pembicaraan, (e) konteks suasana hati pembicara/pendengar, (f) konteks waktu, (g) konteks tempat, (h) konteks objek, (i) konteks alat, (j) konteks kebahasaan, dan (k) konteks bahasa.
Makna Konseptual dan Makna Asosiatif
Leech (1976) membagi makna menjadi makna konseptual dan makna asosiatif. Yang dimaksud dengan makna konseptual adalah makna yang dimiliki oleh sebuah leksem terlepas dari konteks atau asosiasi apa pun. Kata kuda memiliki makna konseptual ’sejenis binatang berkaki empat yang biasa dikendarai’. Jadi makna konseptual sesungguhnya sama saja dengan makna leksikal, makna denotatif, dan makna referensial. Makna konseptual adalah makna yang sesuai dengan konsepnya, makna yang sesuai dengan referennya, dan makna yang bebas dari asosiasi atau hubungan apapun. Jadi, sebenarnya makna konseptual ini sama dengan makna referensial, makna leksikal, dan makna denotatif. Sedangkan makna asosiatif adalah makna yang dimiliki sebuah kata berkenaan dengan adanya hubungan kata itu dengan keadaan di luar bahasa. Misalnya, kata melati berasosiasi dengan makna ‘suci’, atau ‘kesucian’; kata merah berasosiasi dengan makna ‘berani’, atau juga dengan golongan komunis’; kata cendrawasih berasosiasi dengan makna ‘indah’. Makna asosiatif adalah makna yang dimiliki sebuah leksem atau kata berkenaan dengan adanya hubungan kata itu dengan sesuatu yang berada di luar bahasa. Misalnya, katamelati berasosiasi dengan sesuatu yang suci atau kesucian.
Makna asosiatif mencakup keseluruhan hubungan makna dengan nalar diluar bahasa. Ia berhubungan dengan masyarakat pemakai bahasa, pribadi memakai bahasa, perasaan pemakai bahasa, nilai-nilai masyarakat pemakai bahasa dan perkembangan kata sesuai kehendak pemakai bahasa. Makna asosiasi ini berhubungan dengan nilai-nilai moral dan pandangan hidup yang berlaku dalam suatu masyarakat bahasa yang berarti juga berurusan dengan nilai rasa bahasa maka ke dalam makna asosiatif ini termasuk juga makna konotatif seperti yang sudah dibicarakan di atas. Makna asositif dibagi menjadi beberapa macam, seperti makna kolokatif, makna reflektif, makna stilistik, makna afektif, dan makna interpretatif.
- Makna Kolokatif. Makna kolokatif lebih berhubungan dengan penempatan makna dalam frase sebuah bahasa. Kata kaya dan miskin terbatas pada kelompok farase. Makna kolokatif adalah makna kata yang ditentukan oleh penggunaannya dalam kalimat. Kata yang bermakna kolokatif memiliki makna yang sebenarnya.
- Makna Reflektif. Makna reflektif adalah makna yang mengandung satu makna konseptual dengan konseptual yang lain, dan cenderung kepada sesuatu yang bersifat sacral, suci/tabu terlarang, kurang sopan, atau haram serta diperoleh berdasarkan pengalaman pribadi atau pengalaman sejarah.
- Makna Stilistika. Makna stilistika adalah makna kata yang digunakan berdasarkan keadaan atau situasi dan lingkungan masyarakat pemakai bahasa itu. Sedangkan bahasa itu sendiri merupakan salah satu cirri pembeda utama dari mahluk lain didunia ini. Mengenai bahasa secara tidak langsung akan berbicara mempelajari kosa kata yang terdapat dalam bahasa yang digunakan pada eaktu komunikasi itu.
- Makna Afektif. Makna ini biasanya dipakai oleh pembicara berdasarkan perasaan yang digunakan dalam berbahasa.
- Makna interpretatif. Makna interpretatif adalah makna yang berhubungan dengan penafsiran dan tanggapan dari pembaca atau pendengar, menulis atau berbicara, membaca atau mendengarkan (parera,1991:72).
Leech (1976) membagi makna menjadi makna konseptual dan makna asosiatif. Yang dimaksud dengan makna konseptual adalah makna yang dimiliki oleh sebuah leksem terlepas dari konteks atau asosiasi apapun. Kata kuda memiliki makna konseptual ‘sejenis binatang berkaki empat yang biasa dikendarai’; dan kata rumah memiliki makna konseptual ‘bangunan tempat tinggal manusia’. Jadi, makna konseptual sesungguhnya sama saja dengan makna leksikal, makna denotatif, dan makna referensial.
Leech (I, 1974: 25) mengemukakan dua prinsip, yakni prinsip ketidaksamaan dan prinsip struktur unsurnya. Prinsip ketidaksamaan dapat dianalisis berdasarkan klasifikasi bunyi dalam tataran fonologi yang setiap bunyi ditandai + (positif) kalau ciri dipenuhi, dan ditandai dengan – (negatif) jika ciri tidak dipenuhi. Misalnya, konsonan /b/ berciri +bilabial, +stop, – nasal.
Prinsip struktur unsurnya misalnya kata nyonya dapat dianalisis menjadi: + manusia; + dewasa; – laki-laki;. Kata buku dapat dianalisis menjadi: + nama benda; = benda padat; + digunakan sebagai tempat menulis; + digunakan oleh murid-murid atau mahasiswa; – manusia; – berkaki dua. Dengan analisisi seperti ini maka konsep sesuatu dapat diatasi.
Makna Kata dan Makna Istilah
Setiap kata atau leksem memiliki makna, namun dalam penggunaannya makna kata itu baru menjadi jelas kalau kata itu sudah berada di dalam konteks kalimatnya atau konteks situasinya. Berbeda dengan kata, istilah mempunyai makna yang jelas, yang pasti, yang tidak meragukan, meskipun tanpa konteks kalimat. Oleh karena itu sering dikatakan bahwa istilah itu bebas konteks. Hanya perlu diingat bahwa sebuah istilah hanya digunakan pada bidang keilmuan atau kegiatan tertentu. Setiap kata atau leksem memilki makna. Pada awalnya, makna yang dimiliki sebuah kata adalah makna leksikal, makna denotatif, atau makna konseptual. Namun, dalam penggunaan makna kata itu baru menjadi jelas kalau kata itu berada dalam konteks kalimatnya atau konteks situasinya. Kita belum tahu makna kata jatuh sebelum kata itu berada dalam konteksnya. Perbedaan antara makna kata dan istilah dapat dilihat dari contoh berikut.
(1) Tangannya luka kena pecahan kaca.
(2) Lengannya luka kena pecahan kaca.
Kata tangan dan lengan pada kedua kalimat di atas adalah bersinonim atau bermakna sama. Namun dalam bidang kedokteran kedua kata itu memiliki makna yang berbeda. Tangan bermakna bagian dari pergelangan sampai ke jari tangan; sedangkan lengan adalah bagian dari pergelangan sampai ke pangkal bahu. Berbeda dengan kata, maka yang disebut istilah mempunyai makna yang pasti, yang jelas, yang tidak meragukan, meskipun tanpa konteks kalimat. Oleh karena itu, sering dikatakan bahwa istilah itu bebas konteks. Sedangkan kata tidak bebas konteks. Tetapi perlu diingat bahwa sebuah istilah hanya digunakan pada bidang keilmuan atau kegiatan tertentu. Contohnya kata kuping dan telinga, dalam bahasa umum kedua kata itu merupakan dua kata yang bersinonim karenanya sering di pertukarkan. Tetapi sebagai istilah dalam bidang kedokteran keduanya memilki makna yang tidak sama; kuping adalah bagian yang terletak di luar, termasuk daun telinga; sedangkan telinga adalah bagian sebelah dalam. Oleh karena itu, yang sering diobati oleh dokter adalah telinga, bukan kuping.
Makna Referensial dan Nonreferensial
Menurut Abdul Chaer (2007:291) sebuah kata atau leksem disebut bermakna referensial kalau ada referensnya, atau acuannya. Kata-kata seperti kuda, merah, dan gambar adalah termasuk kata-kata yang bermakna referensial karena ada acuannya dalam dunia nyata. Sebaliknya, kata-kata seperti dan, atau, dan karena adalah kata-kata yang tidak bermakna referensial, karena kata-kata itu tidak mempunyai referens. Mansoer Pateda, (2010: 125) dalam bukunya mengatakan referen atau acuan boleh saja benda, peristiwa, proses, atau kenyataan.
Makna referensial adalah makna yang berhubungan langsung dengan kenyataan atau refererent (acuan), makna referensial disebut juga makna kognitif, karena memiliki acuan. Makna ini memiliki hubungan dengan konsep, sama halnya seperti makna kognitif. Makna referensial memiliki hubungan dengan konsep tentang sesuatu yang telah disepakati bersama (oleh masyarakat bahasa), seperti terlihat di dalam hubungan antara konsep (reference) dengan acuan (referent). Hasnah Faziah (2008:70) juga menjelaskan bahwa makna referensial adalah makna yang ada acuannya. Kata-kata seperti ayam, hijau, gambar adalah termasuk kata-kata yang bermakna referensial karena ada acuannya dalam kehidupan nyata. Berbeda halnya dengan kata-kata dan, dengan, karena merupakan kata—kata yang tidak bermakna referensial karena kata-kata itu tidak memiliki referensi.
Hubungan yang terjalin antara sebuah bentuk kata dengan barang, hal, atau kegiatan (peristiwa) di luar bahasa tidak bersifat langsung, ada media yang terletak di antaranya. Kata merupakan lambang (simbol) yang menghubungkan konsep dan acuan. Referen adalah sesuatu yang ditunjuk oleh lambang. Jadi, kalau seseorang mengatakan sungai, maka yang ditunjuk oleh lambang tersebut langsung dihubungkan dengan acuannya. Tidak mungkin berasosiasi yang lain.
Perbedaan makna referensial dan makna nonreferensial berdasarkan ada tidak adanya referen dari kata-kata itu. Kata meja dan kursi termasuk kata yang bermakna referensial karena keduanya mempunyai referen, yaitu sejenis perabot rumah tangga yang disebut ‘meja’ dan ‘kursi’. Sebaliknya kata karena dan tetapi tidak mempunyai referen. Jadi, kata-kata yang sudah disebutkan di muka, adalah termasuk kata-kata yang bermakna referensial; dan seperti preposisi dan konjungsi adalah kata-kata yang termasuk kata bermakna nonreferensial. Disini perlu dicatat adanya kata-kata yang referennya tidak tetap. Dapat berpindah dari satu rujukan kepada rujukan lain, atau juga dapat berubah ukurannya.
Contoh:
(a) Tadi dia duduk di sini
(b) ’Hujan terjadi hampir setiap hari di sini’, kata wali kota Bogor.
(c) Di sini, di Indonesia, hal seperti itu sering terjadi.
Pada kalimat (a) kata di sini menunjukan tempat tertentu yang sempit sekali. Mungkin sebuah bangku, atau hanya pada sepotong tempat dan sebuah bangku. Pada kalimat (b) di sini merujuk pada sebuah tempat yang lebih luas yaitu kota Bogor. sedangkan pada kalimat (c) di sini merujuk pada daerah yang meliputi seluruh wilayah Indonesia.
Makna Idiomatikal dan Peribahasa
Idiom adalah satuan ujaran yang maknanya tidak dapat ‘diramalkan’ dari makna unsur-unsurnya, baik secara leksikal maupun secara gramatikal. Idiom adalah satuan-satuan bahasa (bisa berupa kata, frase, maupun kalimat) yang maknanya tidak dapat ‘diramalkan’ dari makna leksikal unsur-unsurnya maupun makna gramatikal satuan-satuan tersebut. Misalnya, menurut kaidah gramatikal kata-kata ketakutan, kesedihan, keberanian, dan kebimbingan memiliki makna hal yang disebut bentuk dasarnya. Tetapi kata kemaluan tidak memiliki makna seperti itu. Begitu juga frase rumah kayu bermakna ‘rumah yang terbuat dari kayu’; tetapi frase rumah batu selain bermakna gramatikal ‘rumah yang terbuat dari batu’, juga memiliki makna lain yaitu ‘pegadaian’ atau ‘rumah gadai’. Ada dua macam bentuk idiom dalam bahasa indonesia yaitu: idiom penuh dan idiom sebagian. Idiom penuh adalah idiom yang unsur-unsurnya secara keseluruhan sudah merupakan satu kesatuan dengan satu makna. Contoh dari idiom adalah bentukmembanting tulang dengan makna ’bekerja keras’, meja hijau dengan makna ’pengadilan’.
Makna idiomatik adalah makna leksikal terbentuk dari beberapa kata. Kata-kata yang disusun dengan kombinasi kata lain dapat pula menghasilkan makna yang berlainan. Sebagian idiom merupakan bentuk beku (tidak berubah), artinya kombinasi kata-kata dalam idiom dalam bentuk tetap. Bentuk tersebut tidak dapat diubah berdasarkan kaidah sintaksis yang berlaku bagi suatu bahasa. Makna idiomatik di dalam ungkapan dan peribahasa. Pada idiom sebagian masih ada unsur yang memiliki makna leksikalnya sendiri, misalnya daftar hitamyang berarti ‘daftar yang berisi nama-nama orang yang dicurigai/dianggap berita sensasi. Kata daftar masih memiliki makna leksikal yaitu ‘daftar’ yang bermakna idiomatikal hanyalah kata hitam. Idiom ada dua macam, yaitu:
- Idiom penuh. Idiom penuh adalah idiom yang semua unsur-unsurnya sudah melebur menjadi satu kesatuan, sehingga makna yang dimiliki berasal dari seluruh kesatuan itu. Contohnya meja hijaudan membanting tulang.
- Idiom sebagian. Idiom sebagian adalah idiom yang salah satu unsurnya masih memiliki makna leksikalnya sendiri. Misalnya buku putih, daftar hitam, dan koran kuning.
Makna idiomatik adalah makna leksikal terbentuk dari beberapa kata. Kata-kata yang disusun dengan kombinasi kata lain dapat pula menghasilkan makna yang berlainan. Sebagian idiom merupakan bentuk beku (tidak berubah), artinya kombinasi kata-kata dalam idiom dalam bentuk tetap. Bentuk tersebut tidak dapat diubah berdasarkan kaidah sintaksis yang berlaku bagi suatu bahasa. Makna idiomatik didapatkan di dalam ungkapan dan peribahasa. Bandingkanlah ekspresi berikut dan apa maknanya:
(a) Ia bekerja membanting tulang bertahun-tahun.
(b) Aku tidak akan bertekuk lutut di hadapan dia.
(c) Kasihan, sudah jatuh dihimpit tangga pula.
(d) Seperti ayam mati mati kelaparan di atas tumpukkan padi.
(e) Tidak baik menjadi orang cempala mulut (lancang).
Berbeda dengan idiom, peribahasa memiliki makna yang masih dapat ditelusuri atau dilacak dari makna unsur-unsurnya karena adanya ‘asosiasi’ antara makna asli dengan maknanya sebagai peribahasa. Umpamanya peribahasa Seperti anjing dengan kucing yang bermakna ’dikatakan ihwal dua orang yang tidak pernah akur’. Makna ini memiliki asosiasi, bahwa binatang yang namanya anjing dan kucing jika bersua memang selalu berkelahi, tidak pernah damai.
Makna Afektif
Makna afketif (affective meaning) merupakan makna yang muncul akibat reaksi pendengar atau pembaca terhadap penggunaan kata atau kalimat. Oleh karena makna afektif berhubungan dengan reaksi pendengar atau pembaca dalam dimensi rasa, maka dengan sendirinya makna afektf berhubungan pula dengan gaya bahasa. Makna ini biasanya dipakai oleh pembicara berdasarkan perasaan yang digunakan dalam berbahasa.
Makna interpretatif
Makna interpretatif adalah makna yang berhubungan dengan penafsiran dan tanggapan dari pembaca atau pendengar, menulis atau berbicara, membaca atau mendengarkan (parera,1991:72).
Makna Ekstensi
Makna ekstensi (extensional meaning) adalah makna yang mencakup semua ciri objek atau konsep. Makna ini meliputi semua konsep yang ada pada kata. Makna ekstensi mencakup semua makna atau kemungkinan makna yang muncul dalam kata.
Makna Gereflekter
Makna gereflekter (gereflecteerde betekenis) muncul dalam hal makna konseptual yang jamak, makna yang muncul akibat reaksi pendengar terhadap makna yang lain. Makna gereflekter tidak saja muncul karena sugesti emosional, tetapi juga yang berhubungan dengan kata atau ungkapan tabu. Makna gereplektif atau makna pantangan adalah makna yang muncul akibat reaksi pemakai bahasa terhadap makna lain. Makna ini terdapat pada kata-kata yang berhubungan dengan kepercayaan masyarakat kepada hal-hal yang bersifat kepercayaan (magis). Kata-kata ini biasanya dianggap tabu untuk diucapkan sehingga harus diganti dengan kata-kata lain yang bermakna sama. Misalnya: jika kita pergi ke hutan malam hari, ada kepercayaan masyarakat untuk tidak mengucapkan harimau, jika diucapkan bisa bersua. Kata harimau bisa diganti dengan kata nenek, kyai, datuk atau raja hutan.
Makna Intensi
Makna intensi (intensional meaning) adalah makna yang menekankan maksud pembicara.
Makna khusus
Makna khusus adalah makna kata atau istilah yang pemakaiannya terbatas pada bidang tertentu.
Makna refleksi
Makna reflektif adalah makna yang timbul akibat pesapa menghubungkan makna konseptual yang satu dengan makna konseptual yang lain sehingga menimbulkan refleksi (assosiasi) kepada makna lain. Makna ini cenderung mengacu pada hal-hal yang bersifat sakral (kepercayaan), tabu (larangan), atau tata krama (kesopanan). Makna reflektif yang berkaitan dengan dengan sakral dan tabu disebut makna piktoral, sedangkan yang berhubungan dengan kesopanan disebut makna gereplektif. Makna refleksi adalah makna yang muncul oleh penutur pada saat merespon apa yang dia lihat. Contoh: kata aduh, oh, ah, wah, amboi, astaga,
Makna ideasional
Makna Ideasional (ideational meaning) adalah makna yang muncul sebagai akibat penggunaan kata yang berkonsep. Kata yang dapat dicari konsepnya atau ide yang terkandung di dalam satuan kata-kata, baik bentuk dasar maupun turunan. Dengan makna idesional yang terkandung di dalamnya dapat dilihat paham yang terkandung di dalam makna sebuah kata. Makna idesional adalah makna yang muncul sebagai akibat penggunaan kata yang berkonsep. Kata yang dapat dicari konsepnya atau ide yang terkandung di dalam satuan kata-kata, baik bentuk dasar maupun turunan. Kita mengerti ide yang terkandung dalam kata demokrasi, yakni istilah politik: (1) (bentuk atau sistem) pemerintahan, segenap rakyat turut serta memerintah dengan perantaraan wakil-wakilnya; pemerintahan rakyat; (2) gagasan atau pandangan hidup yang mengutamakan persamaan hak dan kewajiban serta perlakuan yang sama bagi semua warga negara.
Kata demokrasi kita lihat di dalam kamus, dan kita perhatikan pula hubungannya dengan unsur lain dalam pemakaian kata tersebut. Demikian juga kata partisipasi mengandung makna idesional ‘akivitas maksimal seseorang yang ikut serta di dalam suatu kegiatan (sumbangan keaktifan)’. Dengan makna idesional yang terkandung di dalamnya kita dapat melihat paham yang terkandung di dalam makna suatu kata.
Makna Proposisi
Makna Proposisi (propositional meaning) adalah makna yang muncul bila membatasi pengertian tentang sesuatu. Kata-kata dengan makna proposisi didapatkan di bidang matematika, atau eksakta. Makna proposisi mengandung pula saran, hal, rencana, yang dapat dipahami melalui konteks. Makna proposisi dapat diterapkan pula ke dalam sesuatu yang pasti, tidak mungkin bisa diubah lagi. Makna proposisi ini sejalan dengan apa yang disebut tautology di dalam Bahasa Inggris yang merupakan aksioma bahasa.
Makna proposisi (bhs. Inggris: propostional meaning) adalah makna yang muncul bila kita membatasi pengertian tentang sesuatu. Kata-kata dengan makna proposisi kita dapatkan di bidang matematika, atau bidang eksakta. Makna proposisi mengandung pula saran, hal, rencana, yang dapat dipahami melalui konteks. Makna proposisi sejalan dengan yang disebut tautology di dalam bahasa Inggris yang merupakan aksioma bahasa.
Di bidang eksakta kita kenal apa yang disebut sudut siku-siku makna proposisinya adalah (90°). Makana proposisi dapat diterapkan pula ke dalam sesuatu yang pasti, tidaka dapat di ubah lagi, misalnya dalam bahasa kita kenai proposisi:
(a) Satu tahun sama dengan dua belas bulan.
(b) Matahari terbit di ufuk timur.
(c) Satu hari sama dengan dua belas jam.
(d) Makhluk hidup akan mati.
(e) Surga adalah tempat yang baik.
Makna Kias
Dalam kehidupan sehari-hari, penggunaan istilah arti kiasan digunakan sebagai oposisi dari arti sebenarnya. Oleh karena itu, semua bentuk bahasa (baik kata, frase, atau kalimat) yang tidak merujuk pada arti sebenarnya (arti leksikal, arti konseptual, atau arti denotatif) disebut mempunyai arti kiasan. Jadi, bentuk-bentuk seperti puteri malam dalam arti ’bulan’, raja siang dalam arti ’matahari’.
Makna kiasan (transferred meaning atau figurative meaning) adalah pemakaian kata yang maknanya tidak sebenarnya. Makna kiasan tidak sesuai lagi dengan konsep yang terdapat dalam kata tersebut. Makna kiasan sudah bergeser dari makna sebenarnya, namun kalau dipikir secara mendalam, masih ada kaitan dengan makna sebenarnya. Makna kiasan banyak terdapat dalam idiom, peribahasa, dan ungkapan. Makna kiasan atau asosiatif adalah makna kata atauleksem yang didasarkan atas perasaan atau pikiran yang timbul pada penyapa dan manusia yang disapa. Makna ini muncul sebagai akibat asosiasi perasaan pemakai bahasa terhadap leksem yang dilafalkan atau didengarnya. Dilihat dari nilai rasa yang terkandung di dalamnya, makna kiasan (asosiatif) dibedakan atas makna konotetif, makna stilistika, makna afektif, makna reflektif, malna klokatif, dan makna idiomatis.
Makna Kognitif
Makna kognitif biasanya dibedakan atas: (i) hubungan antara kata dan benda atau yang diacu, dan ini disebut denotasi, (ii) hubungan antara kata dan karakteristik tertentu, dan ini disebut konotasi kata (Shipley, 1962: 261). Makna kognitif adalah makna yang ditunjukkan oleh acuannya, makna unsure bahasa yang sangat dekat hubungannya dengan dunia luar bahasa, objek atau gagasan, dan dapat dijelaskan berdasarkan analisis komponennya. Kata pohon bermakna tumbuhan yang berbatang keras dan besar. Jika orang berkata pohon, terbayang pada kita pohon yang selama ini kita kenal. Makna kognitif lebih berhubungan dengan dengan pemikiran kata tentang sesuatu.
Makna kognitif disebut juga makna deskriptif atau denotatif adalah makna yang menunjukkan adanya hubungan antara konsep dan dunia kenyataan (bandingkanlah dengan makna konotatif dan emotif). Makna kognitif adalah makna lugas, makna apa adanya. Makna kognitif tidak hanya dimiliki kata-kata yang menunujuk benda-benda nyata, tetapi mengacu pula pada bentuk-bentuk yang makna kognitifnya khusus. Makna kognitif sering digunakan di dalam istilah teknik. Makna kognitif dengan sebutan bemacam-macam seperti deskriptif, denotatif, dan kognitif konsepsional. Makna ini tidak pernah tidak pernah dihubungkan dengan hal-hal lain secara asosiatif, makna tanpa tafsiran hubungan dengan benda lain atau peristiwa lain. Makna kognitif adalah makna sebenarnya, bukan makna kiasan atau perumpamaan. Makna kognitif (deskriptif atau denotatif) adalah makna yang ditunjukkan oleh acuannya, makna unsur bahasa yang sangat dekat hubungannya dengan dunia luar bahasa, objek atau gagasan, dan dapat dijelaskan berdasarkan analisis komponenya (Mansoer Pateda, 2001:109). Kata pohon bermakna tumbuhan yang memiliki batang dan daun dengan bentuk yang tinggi besar dan kokoh. Makna kognitif tidak hanya dimiliki kata-kata yang menunjuk benda-benda nyata, tetapi mengacu pula pada bentuk-bentuk yang makna kognitifnya khusus dan termasuk pula partikel yang memiliki makna relasional.
Makna kognitif disebut juga makna deskriptif atau denotatif adalah makna yang menunjukkan adanya hubungan antara konsep dengan dunia kenyataan. Bandingkanlah dengan makna konotatif dan emotif). Makna kognitif adalah makna lugas, makna apa adanya. Makna kognitif tidak hanya dimiliki kata-kata yang menunjuk benda-benda nyata, tetapi mengacu pula pada bentuk-bentuk makna kognitifnya khusus, antara lain itu, ini, kesana, kesini; numeralia, antara lain satu, dua, tiga, dst. Dan termasuk pula partikel yang memiliki makna relasional , antara lain dan (aditif), atau (alternatif) tetapi konstratif.
Macam-macam makna kognitif, antara lain deskriptif, denotatif, dan kognitif konsepsional. Makna ini tidak pernah dihubungkan dengan hal-hal lain secara asosiatif, makna tanpa tafsiran hubungan dengan benda lain atau peristia lain. Makna kognitif adalah makna sebenarnya, bukan makna kiasan atau makna perumpamaan. Bandingkan dengan contoh berikut:
(a) Hei, mana matamu?
(b) Orang itu mata duitan
(c) Laki-laki mata keranjang tidak disukai perempuan
Makna Piktorial
Makna piktorial adalah makna suatu kata yang berhubungan dengan perasaan pendengar atau pembaca. Perasaan meuncul segera setelah mendengar atau membaca suatu ekspresi yang menjijikkan, atau perasaan benci. Perasaan dapat pula berupa perasaan gembira. Makna piktorial adalah makna yang muncul akibat bayangan pendengar atau pembaca terhadap kata yang didengar atau dibaca (cf, Shipley, 1962: 261). Dalam BI terdapat kata kakus. Orang yang mendengar atau membaca kata kakus, akan terbayang hal-hal yang berhubungan dengan kakus.
Makna piktorial adalah makna suatu kata yang berhubungan dengan perasaan pendengar atau pembaca. Misalnya pada situasi makan kita berbicara tentang sesuatu yang menjijikkan dan menimbulkan perasaan jijik bagi si pendengar, sehingga ia menghentikan kegiatan (akitvitasnya) makan. Perasaan muncul segera setelah mendengar atau membaca suatu ekspresi yang menjijikkan, atau perasaan benci. Perasaan dapat pula berupa perasaan gembiradi samping perasaan yang disebutkan di atas. Bandingkanlah contoh berikut dan makna piktorial apa yang muncul.
(a) Kenapa kau sebut nama dia.
(b) Kakus itu kotor sekali.
(c) Ah, konyol dia.
(d) Ia tinggal di gang yang becek itu.
(e) Mobil itu hampir masuk jurang.
Makna Kolokasi
Makna kolokasi (collocatieve betekenis) biasanya berhubungan dengan penggunaan beberapa kata di dalam lingkungan yang sama. Meskipun beberapa kata maknanya sama atau mirip, namun penggunaannya harus sesuai objek dengan situasi. Dengan demikian setiap kata memiliki keterbatasan di dalam penggunaannya. Palmer (1976:97) menyebutkan tiga keterbatasan kata jika dihubungkan dengan makna kolokasi. Ketiga keterbatasan itu, adalah: (i) makna dibatasi oleh unsur yang membentuk kata atau urutan kata, (ii) makna kolokasi dibatasi oleh tingkat kecocokan kata.
Berhubungan dengan makna kolokasi, terdapat pula makna asosiasi. Leech (I, 1976:36) mengatakan bahwa makna gereflekter, makna afektif, makna kolokasi, dan makna stilistika dikelompokkan ke dalam satu kategori, yakni makna asosiasi (associatieve betekenis). Makna asosiasi mengandung banyak faktor yang dapat dipelajari secara sistematis dengan menggunakan pendekatan statistik.
Makna kolokatif adalah makna yang berkenaan dengan ciri-ciri makna tertentu yang dimliki sebuah kata dari sejumlah kata-kata yang bersinonim, sehingga kata tersebut hanya cocok untuk digunakan berpasangan dengan kata tertentu lainnya. Jadi makna kolokatif harus sepadan dan pada tempatnya.
Contoh: kata tampan identik dengan laki-laki, kata gadis identik dengan cantik.
Makna Lokusi, Ilokusi, dan Perlokusi
Pada teori ujaran (speech act theory) terdapat tiga macam tindak ujaran, yakni: (a) tindak lokusi (locutionary act) yang mengaitkan suatu topik dengan suatu keterangan dalam suatu ujaran; (b) tindak ilokusi (illocutionary act) yaitu pengujaran suatu pernyataan, janji, pertanyaan, tawaran; dan (c) perlokusi (perlocutionary act), yaitu hasil atau efek yang ditimbulkan oleh ujaran itu pada pihak pendengar sesuai konteks. Makna Lokusi adalah makna seperti yang dinyatakan dalam ujaran, makna harfiah, atau makna apa adanya. Sedangkan yang dimaksud dengan makna ilokusi adalah makna seperti yang dipahami oleh pendengar. Sebaliknya yang dimaksud dengan makna perlokusi adalah makna seperti yang diinginkan oleh penutur. Misalnya kalu seseorang kepada tukang afdruk foto di pinggir jalan bertanya ‘Bang, tiga kali empat, berapa?’.
Dalam kajian tindak tutur (speech ach) dikenal dengan adanya makna ilokusi, makna ilokusi, makna perlokusi. Yang dimaksud dengan makna lokusi adalah makna seperti yang dinyatakan dalam ujaran makna harfiah , atau makna apa adanya. Sedangkan yang dimaksud dengan makna ilokusi adalah makna makna seperti yang dipahami oleh pendengar. Sebaliknya, yang dimaksud dengan makna perlokusi adalah makna seperti yang diinginkan oleh penutur.
Makna secara lokusi kalimat tersebut adalah keingintahuan dari si penutur tentang berapa tiga kali empat. Namun, makna perlokusi, makna yang diinginkan si penutur adalah bahwa si penutur ingin tahu berapa biaya mencetak foto ukuran tiga kali empat sentimeter. Kalau si pendengar, yaitu tukang afdruk foto itu memiliki makna ilokusi yang sama dengan makna perlokusi dari si penanya, tentu dia akan menjawab, misalnya, ‘dua ribu’ atau ‘tiga ribu’. Tetapi kalau makna ilokusinya sama dengan makna lokusi dari ujaran ‘tiga kali empat berapa’, dia pasti akan menjawab ‘dua belas’, bukan jawaban yang lain.
Makna Pusat
Makna pusat atau makna inti adalah makna yang dimiliki setiap kata meskipun kata tersebut tidak berada di dalam konteks kalimat. Dalam BI terdapat kata-kata malam, meja, melihat, tinggi. Kata buku termasuk kategori nominal, kata meja juga. Kata melihat termasuk kategori verba, kata timggi termasuk kategori ajektif, dan kata malam tergolong kategori adverb. Makna pusat dapat diketahui setelah seseorang menetapkan dari segi mana ia memandang kata.
Makna pusat (central meaning) adalah makna yang dimiliki setiap kata yang menjadi inti ujaran. Setiap ujaran (klausa, kalimat, wacana) memiliki makna yang menjadi pusat (inti) pembicaraan. Makna pusat disebut juga makna tak berciri. Makna pusat dapat hadir pada konteksnya atau tidak hadir pada konteks. Makna pusat (bhs.Inggris:central meaning) adalah makna yang dimiliki setiap kata yang menjadi inti ujaran. Setiap ujaran (klausa, kalimat, wacana) memiliki makna yang menjadi pusat (inti) pembicaraan. Makana pusat disebut pula makna tak berciri. Makna pusat dapat hadir pada konteksnya atau tidak hadir pada konteks. Seorang yang dapat berdialaog dapat komunikatif tentang inti suatu pembicaraan, dan pembicaraan, dan pembicara dan kawan bicara akan memahami makna pusat suatu dialog karena penalaran yang kuat.
Tentukanlah ekspresi berikut, apa makna pusatnya:
(a) Meja itu bundar.
(b) Ali seorang laki-laki.
(c) Harga-harga semakin memuncak.
(d) Akhir-akhir ini sering terjadi banjir.
(e) Ia menghidupi anak-istri dengan bekerja memeras keringat.
Makna Emotif
Makna konotatif dan makna emotif dapat dibedakan berdasarkan masyarakat yang menciptakannya atau menurut individu yang menciptakannya atau menghasilkannya, dan dapat dibedakan berdasarkan media yang digunakan (lisan atau tulisan), serta menurut bidang yang menjadi isinya. Makna konotatif berubah dari zaman ke zaman. Makna konotatif dan emotif dapat bersifat insidental. Makna emotif menurut Sipley (dalam Mansoer Pateda, 2001:101) adalah makna yang timbul akibat adanya reaksi pembicara atau sikap pembicara mengenai atau terhadap sesuatu yang dipikirkan atau dirasakan. Dicontohkan dengan kata kerbau dalam kalimat Engkau kerbau., kata itu tentunya menimbulkan perasaan tidak enak bagi pendengar. Dengan kata lain, kata kerbau tadi mengandung makna emosi. Kata kerbau dihubungkan dengan sikap atau perilaku malas, lamban, dan dianggap sebagai penghinaan. Orang yang dituju atau tentunya akan merasa tersinggung dan ingin melawan.
Makna emotif (emotif meaning) adalah makna yang melibatkan perasaan (pembicara dan pendengar; penulis dan pembaca) ke arah yang positif. Makna ini berbeda dengan makna kognitif (denotatif) yang menunjukkan adanya hubungan antara dunia konsep (reference) dengan kenyataan, makna emotif menunjuk sesuatu yang lain yang tidak sepenuhnya sama dengan yang terdapat dalam dunia kenyataan.
Suatu kata dapat memiliki makna emotif dan bebas dari makna kognitif, atau dua kata dapat memilki makna kognitif yang sama, tetapi kedua kata tersebut dapat memiliki makna emotif yang berbeda. Makna emotf dalam Bahasa Indonesia cenderung berbeda dengan makna konotatif; makna emotif cenderung mengacu kepada hal-hal (makna) yang positif, sedangakn makna konotatif cenderung mangacu kepada hal-hal (makna) yang negatif. Beberapa makna konotatif atau emotif dapat muncul sebagai akibat perubahan tata nilai masyarakat bahasa.
Pateda (2001:101) menjelaskan makna emotif adalah makna yang timbul akibat reaksi pembicara atau sikap pembicara mengenai atau terhadap apa yang dipikirkan atau dirasakan. Misalnya, kata kerbau yang muncul dalam urutan kata engkau kerbau. Kata kerbau ini meninbulkan perasaan tidak enak bagi pendengar/ dengan kata alin kata kerbau mengandung makna emosi. Kata kerbau dihubungkan dengan prilaku yang malas dan dianggap sebagai penghinaan. Orang yang mendengarnya merasa tersinggung. Djajasudarma (1993:12) menjelaskan makna emotif adalah makna yang melibatkan perasaan kearah yang positif. Makna emotif juga melibatkan perasaan (pembicara dan pendengar; penulis dan pembaca) ke arah yang positif.
Contoh: Nissa adalah bunga di kampung itu.
Kata bunga di atas menunjukan bahwa ini lah bunga yang ada di kampung itu. Bisa juga dikatakan bahwa dia adalah bunga atau wanita yang di damba-dambakan orang di kampung itu.
Makna Konstruksi
Makna konstruksi (counstriction meaning) adalah makna yang terdapat di dalam konstruksi, misal makna milik yang diungkapkan dengan urutan kata di dalam Bahasa Indonesia. Di samping itu, makna milik dapat diungkapkan melalui enklitik sebagai akhiran yang menunjukkan kepunyaan. Makna konstruksi adalah makna yang terdapat di dalam konstruksi, misalnya makna milik yang diungkapkam dengan urutan kata di dalam bahasa Indonesia. Di samping itu, makna milik dapat diungkapkan melalui enklitik sebagai akhiran yang menunjukan kepunyaan. Bandingkanlah contoh berikut:
(a) Itu buku saya.
(b) Saya baca buku saya.
(c) Perempuan itu ibu saya.
Makna stilistika
Makna stilistika (stilistische betekenis) adalah makna yang timbul akibat pemakaian bahasa. Makna stlistika dapat dijelaskan melalui berbagai dimensi dan tingkatan pemakaian bahasa. Makna stilistika berhubungan dengan pemakaian bahasa yang menimbulkan efek, terutama kepada pembaca. Efek tersebut lebih banyak berhubungan dengan emosi, dengan perasaan. Makna stilistika lebih banyak terlihat dalam karya sastra. Kata-kata yang digunakan sedemikian rupa sehingga pembaca tergerak perasaan pembaca. Makna stilistika diterapkan oleh penulis melewati kata-kata yang digunakannya.
Makna stilistika adalah makna kata yang digunakan berdasarkan keadaan atau situasi dan lingkungan masyarakat pemakai bahasa itu. Sedangkan bahasa itu sendiri merupakan salah satu cirri pembeda utama dari mahluk lain didunia ini. Mengenai bahasa secara tidak langsung akan berbicara mempelajari kosa kata yang terdapat dalam bahasa yang digunakan pada eaktu komunikasi itu.
Crystal dan Davy (lihat Leech, I, 1974:31) mengemukakan dimensi-dimensi variasi stilistika dalam gaya Bahasa Inggris sebagai berikut.
1 Stilistika yang berhubungan dengan gaya tetap
a. Perorangan
b. Dialek
c. Waktu
2. Stilistika yang berhubungan dengan wacana
a. Ragam
b. Cara berbahasa
3. Stilistika yang berhubungan dengan bahasa yang dikaitkan dengan waktu
a. Ragam bahasa
b. Status
c. Modalitas
d. Perorangan
Makna Tekstual
Makna tekstual (textual meaning) adalah makna yang timbul setelah seseorang membaca teks secara keseluruhan. Makna tekstual tidak diperoleh hanya melalui makna setiap kata, atau makna setiap kalimat, tetapi makna tekstual dapat ditemukan setelah seseorang membaca keseluruhan teks. Dengan demikian makna tekstual lebih berhubungan dengan bahasa tertulis. Makna tekstual lebih berhubungan dengan amanat, pesan, boleh juga tema yang ingin disampaikan melalui teks.
Makna Tematis
Makna tematis (thematische betekenis) akan dipahami setelah dikomunasikan oleh pembicara atau penulis, baik melalui urutan kata-kata, fokus pembicaraan, maupun penekanan pembicaraan.
Perubahan Makna Kata
Bahasa selalu berkembang sejalan dengan kemajuan peradaban manusia pemakai bahasa. Hal ini dapat berpengaruh terhadap perubahan makna kata, kadang-kadang makna kata bergeser akibat pengaruh konotasi dalam pemakaian suatu kata. Faktor-faktor atau sebab-sebab terjadinya perubahan makna dapat dilihat ada perubahan yang sifatnya menghalus, ada perubahan yang sifatnya meluas, dan ada yang sifatnya menyempit atau mengkhusus, ada yang sifatnya halus, ada yang sifatnya mengasar, dan adapula yang sifatnya total. Maksudnya, berubah sama sekali dari makna semula. Ada berbagai macam bentuk jenis perubahan Makna dalam Bahasa Indonesia, dibawah ini merupakan penjelasan serta contoh perubahan maknanya.
1. Perubahan Makna Menyempit/spesialisasi
Makna sempit (narrowed meaning) adalah makna yang lebih sempit dari keseluruhan ujaran. Makna yang asalnya lebih luas dapat menyempit, karena dibatasi. Perubahan makna suatu bentuk ujaran secara semantik berhubungan, tetapi ada juga yang menduga bahwa perubahan terjadi dan seolah-olah bentuk ujaran hanya menjadi objek yang relatif permanen dan makna hanya menempel seperti satelit yang berubah-ubah. Sesuatu yang menjadi harapan adalah menemukan alasan mengapa terjadi perubahan, melalui studi makna dengan segala perubahannya yang terjadi terus menerus.
Kata-kata bermakna luas dalam Bahasa Indoensia disebut juga makna umum (generik) digunakan untuk mengungkapkan gagasan atau ide yang umum. Gagasan atau ide yang umum bila dibubuhi rincian gagasan atau ide, maka maknanya akan menyempit (memiliki makna sempit). Kridalaksana (1993), memberikan penjelasan bahwa makna sempit (specialized meaning, narrowed meaning) adalah makna ujaran yang lebih sempit daripada makna pusatnya. Makna sempit adalah kata-kata yang bermakna khusus atau kata-kata yang bermakna luas dengan unsur pembatas. Kata yang tergolog kedalam perubahan makna ini adalah kata yang pada awal penggunaannya bisa dipakai untuk berbagai hal umum, tetapi penggunaannya saat ini hanya terbatas untuk satu keadaan saja.
Yang dimaksud dengan perubahan menyempit adalah gejala yang terjadi pada sebuah kata yang pada mulanya mempunyai makna yang cukup luas, kemudian berubah menjadi terbatas hanya pada sebuah makna saja. Misalnya kata sarjana yang pada mulanya berarti ‘orang pandai’ atau ‘cendikiawan’, kemudian hanya berarti ‘orany yang lulus dari perguruan tinggi’, seperti tampak pada sarjana sastra, sarjana ekonomi dan sarjana hukum. Betapapun pandainya seseorang mungkin sebagai hasil belajar sendiri, kalau bukan tamatan suatu perguruan tinggi, tidak bisa disebut sarjana. Sebaliknya betapapun rendahnya indeks prestasi seseorang kalau dia sudah lulus dan perguruan tinggi, dia akan disebut sarjana.
Contoh :
Sastra dulu dipakai untuk pengertian tulisan dalma arti luas atau umum, sedangkan sekarang hanya dimaknakan dengan tulisan yang berbau seni. Begitu pula kata sarjana (dulu orang yang pandai, berilmu tinggi, sekarang bermakna lulusan perguruan tinggia). Makna kitab ‘buku’ merupakan makna sempit. Kitab yang berarti ‘buku’ itu tidak lagi ‘sembarang buku’. Sekarang kata kitab lebih bermakna ‘buku suci’ seperti yang tampak dalam pemakaian kitab Al-Qur’an, kitab Injil, kitab Zabur dan seterusnya.
Contoh lain, kata ahli pada mulanya berarti ‘orang yang termasuk dalam suatu golongan atau keluarga’ seperti dalam frase ahli waris yang berarti ‘orang yang termasuk dalam satu kehidupan keluarga’, dan juga ahli kubur yang berarti ’orang-orang yang sudah dikubur’. Kini kata ahli sudah menyempit maknanya Karena hanya berarti ‘orang yang pandai dalam satu cabang ilmu atau kepandaian seperti tampak dalam frase ahli sejarah, ahli purbakala, ahli bedah, dan sebagainya.
2. Perubahan makna Meluas/generalisasi
Yang dimaksud dengan perubahan makna meluas adalah gejala yang terjadi pada sebuah kata atau leksem yang pada mulanya hanya memiliki sebuah ‘makna’ tetapi kerena berbagai faktor menjadi memiliki makna-makna lain. Makna luas (widened meaning atauextended meaning) adalah makna yang terkandung dalam sebuah kata lebih luas yang diperkirakan. Kata-kata yang berkonsep memiliki makna luas dapat muncul dari makna yang sempit. Kata-kata yang memiliki makna luas digunakan untuk mengungkapkan gagasan atau ide yang umum, sedangkan makna sempit adalah kata-kata yang bermakna khusus atau kata-kata yang bermakna luas dengan unsur pembatas. Kata-kata bermakna sempit digunakan untuk menyatakan seluk-beluk atau rincian gagasan (ide) yang bersifat umum. Umpamanya kata saudara yang pada mulanya hanya bermakna ‘seperut’ atau ‘sekandungan’. Kemudian maknanya berkembang menjadi ‘siapa saja yang sepertalian darah’. Akibatnya, anak paman pun disebut saudara. Lebih jauh lagi selanjutnya siapa pun dapat disebut saudara. Coba anda simak kalimat-kalimat berikut, barangkali Anda dapat menangkap makna kata saudara pada kalimat-kalimat itu. Penggunaan kata ini berkebalikan dengan pengertian menyempit.
Contoh Perubahan makna : Petani dulu dipakai untuk seseorang yang bekerja dan menggantungkan hidupnya dari mengerjakan sawah, tetapi sekarang kata tersebut dipakai untuk keadaan yang lebih luas. Penggunaan pengertian petani ikan, petani tambak, petani lele merupakan bukti bahwa kata petani meluas penggunaannya. Makna luas (qidened meaning atau extended meaning) adalah makna yang terkandung pada sebuah kata lebih luas dari yang diperkirakan. Contohnya kata saudara, yang tidak hanya bermakna ‘saudara satu bapak/ibu’, tetapi juga ‘orang lain yang tidak ada hubungan darah’. Suatu kata yang asalnya memiliki makna luas (genetik) dapat menjadi memiliki makna sempit (spesifik). Kata taqwa itu dalam arti luas adalah ‘berserah diri kepada Allah’ dan dalam arti sempit adalah ‘menjalankan segala perintah Allah dan menjauhi segala larangan-larangan-Nya’.
a. Saudara saya hannya dua orang.
b. Surat saudara sudah saya terima.
c. Sebetulnya dia masih saudara saya, tapi sudah agak jauh.
d. Bingkisan untuk saudara-saudara kita di Bali.
e. Saudara-saudara sebangsa dan setanah air, marilah…
Perluasan makna yang terjadi pada kata saudara terjadi juga pada kata-kata kekerabatan lain seperti kakak, ibu, adik, dan bapak. Kakak yang sebenarnya bermakna ‘saudara sekandung yang lebih tua’, meluas maknanya menjadi siapa saja yang pantas diabggap atau disebut sebagai saudara sekandung yang lebih tua. Begitu pula dengan adik yang makna sebenarnya adalah ‘saudara sekandung yang lebih muda’, maknanya meluas menjadi siapa saja yang pantas dianggap atau disebut sebagai asaudara sekandung yang lebih muda.
3. Perubahan makna ameliorasi (Makna Kata Membaik) (Eufemia)
Pada awalnya, kata ini memiliki makna kurang baik, kurang positif, tidak menguntungkan, akan tetapi, pada akhirnya mengandung pengertian makna yang baik, positif, dan menguntungkan. Dalam pembicaraan mengenai perubahan makna yang meluas, menyempit, atau berubah secara total, kita berhadapan dengan sebah kata atau sebuah bentuk yang tetap. Hanya konsep makna mengenai kata atau bentuk itu yang berubah. Misalnya kata penjara atau bui diganti dengan kata/ ungkapan yang maknanya dianggap lebih halus yaitu lembaga permasyarakatan; dipenjara atau dibui diganti menjadi dimasukan ke lembaga permasyarakatan. Kata korupsi diganti dengan menyalahgunakan jabatan; kata pemecatan (dari pekerjaan) diganti dengan pemutusan hubungan kerja (PHK); kata babu diganti dengan pembantu rumah tangga dan kini diganti lagi menjadi pramuwisma. Kata/ ungkapan kenaikan harga diganti dengan perubahan harga, atau penyrsuaian tarif, atau juga pemberlakuan tariff baru.
Dalam pembicaraan mengenai penghalusan ini kita berhadapan dengan gejala ditampilkannya kata-kata atau bentuk-bentuk yang dianggap makna yang lebih halus, atau lebih sopan dari pada yang akan digantikan. Kecenderungan untuk menghaluskan makna kata tampaknya merupakan gejala umum dalam masyarakat bahasa Indonesia.
Contoh :
Wanita, pramunikmat, dan warakawuri merupakan kata-kata yang dipakai untuk lebih menghaluskan, menyopankan pengertian yang terkandung dalam kata-kata tersebut. Perubahan makna yang mengakibatkan makna baru lebih baik dibanding makna lama.
4. Perubahan makna peyorasi (Makna Kata Memburuk)
Makna kata sekarang mengalami penurunan nilai rasa kata daripada makna kata pada awal pemakaiannya. Perubahan makna yang mengakibatkan makna baru lebih rendah nilainya dibandingkan makna lama. Kebaikan dari pengalusan adalah pengasaran (disfemia), yaitu usaha untuk mengganti kata yang maknanya halus atau bermakna biasa dengan kata yang maknanya kasar. Usaha atau gejala pengasaran ini biasanya dilakukan orang dalam situasi yang tidak ramah atau untuk menunjukkan kejengkelan.
Misalnya kata atau ungkapan masuk kotak dipakai untuk mengganti kata kalah seperti dalam kalimat Liem Swie King sudah masuk kotak; kata mencaplok dipakai untuk mengganti mengambil dengan begitu saja seperti dalam kalimat Dengan enaknya Israel mencaplok wilayah Mesir itu., dan kata mendepak dipakai untuk mengganti kta meneluarkan seperti dalam kalimat Dia berhasil mendepak bapak A dari kedudukannya. Begitu juga dengan kata menjebloskan yang dipakai untuk menggantikan kata memasukan seperti dalam kalimat polisi menjebloskannya ke dalam sel. Contoh: Bini = istri (lama). Bini = lebih rendah dibandingkan istri (baru). Contoh lain : Kawin, gerombolan, oknum, dan perempuan terasa memiliki konotasi menurun atau negatif.
5. Perubahan makna asosiasi (Makna Kata Persamaan Sifat)
Perubahan makna asosiasi yaitu perubahan makna yang terjadi karena perkaitan sifat kepada hal lain. Yang tegolong kedalam perubahan makna ini adalah kata-kata dengan makna-makna yang muncul karena persamaan sifat. Sering kita mendengar kalimat hati-hati dengan tukang catut itu. Tukang catut dalam kalimat diatas tergolong kata-kata dengan makna asosiatif. Catut biasa digunakan untuk mencabut / mengambil paku yang tertancap di kayu. Begitu pula dengan kata kacamata dalam : menurut kacamata saya, perbuatan anda tidak benar
6. Perubahan makna sinestesia (Makna Kata Indera)
Perubahan makna sinestesia yaitu perubahan makna sebagai akibat percampuran tanggapan indra yang berbeda. Perubahan makna terjadi karena pertukaran tanggapan antara dua indera, misalnya dari indera pengecap ke indera penglihatan. Contoh: Gadis itu berwajah manis. Kata manis mengandung makna enak, biasanya dirasakan oleh alat pengecap, berubah menjadi bagus, dirasakan oleh indera penglihatan. Demikian juga kata panas, kasar, sejuk, dan sebagainya.
7. Perubahan Total
Yang dimaksud perubahan total adalah berubahnya sama sekali makna sebuah kata dan makna asalnya. Memang ada kemungkinan makna yang dimiliki sekarang masi ada sangkut pautnya dengan makna asal, tetapi sangkut pautnya ini tanpaknya sudah jauh sekali misalnya, kata ceramah pada mulanya berarti ‘cerewet’ atau ‘banyak cakap’ tetapi kini berarti ‘pidato’ atau ‘uraian’ mengenai suatu hal yang disampaikan di depan orang banyak. Contoh lain kata seni yang pada mulnya selalu dihubungkan dengan air seni atau kencing. Tetapi kini digunakan sepadan dengan makna kata Belanda kunst atau kata inggris art, yaitu untuk engartikan karya atau ciptaan yang bernilai halus. Misalnya digunakan dalam frase seni lukis, seni tari, seni suara, dan seni ukir. Orangnya disebut seniman kalau laki-laki, dan seniwati kalau perempuan.
Pendekatan Makna
Makna dapat dibicarakan dari dua pendekatan, yakni pendekatan analitik atau referensial dan pendekatan operasional. Pendekatan analitik adalah pendekatan yang ingin mencari esensi makna dengan cara menguraikannya atas segmen-segmen utama, sedangkan pendekatan operasional adalah pendekatan ingin mempelajari kata dalam penggunaannya. Pendekatan operasional lebih menekankan bagaimana kata dioperasikan di dalam tindak fonasi sehari-hari. Pendekatan operasional ini menggunakan tes substitusi untuk menentukan tepat tidaknya makna sebuah kata.
Contoh: – Ia tidak pergi ke sekolah karena sakit
– Ia tidak pergi ke sekolah sebab sakit
Dari kedua contoh di atas dapat dilihat bahwa kata karena maupun sebab dapat digunakan dalam kedua kalimat tersebut. Dilihat dari pendekatan analitik, kata istri dapat diuraikan menjadi:
- perempuan
- telah bersuami
- kemungkinan telah beranak
- manusia
- ramah-tamah
- berambut panjang
- berfungsi sebagai pendamping suami
- hak dan kewajibannya tidak berbeda dengan hak dan kewajiban suami
Jika kata istri dilihat dari pendekatan operasional, akan terlihat dari kemungkinan-kemungkinan pemunculannya dalam kalimat-kalimat, misalnya sebagai berikut:
- Si Dula mempunyai istri
- Istri si Ali telah meninggal
- Banyak istri yang bekerja di kantor
- Apakah istrimu sudah naik haji?
Tetapi tidak mungkin orang mengatakan:
- Istri Ali berkaki tiga
- Istri tidak pernah melahirkan
Kedua pendekatan di atas dikemukakan oleh Wittgenstein (1953) dalam bukunya Philosophical Investigation (1953). Selain kedua pendekatan yang dikemukakan oleh Wittgenstein, makna dapat pula dilihat dari hubungan-hubungan fungsi yang berbeda di dalam bahasa. Pada umumnya dibedakan menjadi pendekatan ekstensional danpendekatan intensional (Nida, 1975:22). Pendekatan ekstensional ialah pendekatan yang memusatkan perhatian pada penggunaan kata di dalam konteks (bandingkan dengan pendekatan operasional), sedangkan yang dimaksud dengan pendekatan intensional adalah pendekatan yang memusatkan perhatian pada struktur-struktur konseptual yang berhubungan dengan satuan-satuan utama (bandingkan dengan pendekatan analitik).
Aspek Makna
Aspek makna menurut Palmer (1976) dapat dipertimbangkan dari fungsi, dan dapat dibedakan atas: 1) Sense ‘pengertian’, 2) Feeling ‘perasaan’, 3) Tone ‘nada’, dan 4) Intension ‘tujuan’. Keempat aspek tersebut dapat dipertimbangkan melalui data Bahasa Indonesia sebagai contoh pemahaman makna tersebut. Makna pengertian dapat kita terapkan di dalam komunikasi sehari-hari yang melibatkan apa yang disebut tema. Makna perasaan, nada, dan tujuan dapat pula dipertimbangkan melalui data Bahasa Indonesia maupun daerah.
1. Sense ‘pengertian’
Aspek pengertian ini dapat dicapai apabila antara pembicara/penulis dan kawan berbahasa sama. Makna pengertian disebut juga tema, yang melibatkan ide atau pesan yang dimaksud. Saat berbicara dalam kehidupan sehari-hari sering didengar kawan bicara menggunakan kata-kata yang menggunakan ide atau pesan yang dimaksud. Hal ini menyangkut tema pembicaraan sehari-hari misal tentang cuaca:
a. Hari ini hujan
b. Hari ini mendung
Pada komukasi tersebut tentu ada unsur pendengar (ragam lisan) dan pembaca (ragam tulis) yang mempunyai pengertian yang sama terhadap satuan-satuan hari, ini, hujan, dan mendung.
2. Feeling ‘perasaan’
Aspek makna perasaan berhubungan dengan sikap pembicara dengan situasi pembicaraan. Pada kehidupan sehari-hari penutur selalu berhubungan dengan perasaan (mis, sedih, dingin, panas, gembira ,jengkel, gatal ). Peryataan situasi yang berhubungan dengan aspek makna perasaan tersebut digunakan kata-kata yang sesuai dengan situasinya. Misalnya, tidak akan muncul ekspresi:
a. Turut berduka cita
b. Ikut bersedih
c. I say my sympathy to.
Pada situasi bergembira , sebab ekspresi tersebut selalu muncul pada situasi kemalangan, atau kesedihan, bila ada yang meninggal dunia. Kata-kata tersebut memiliki makna yang sesuai dengan perasaan. Kata-kata yang sesuai dengan makna perasaan ini muncul dari pengalaman, dapat dipertimbangkan bila dikatakan ‘penipu kau’, merupakan ekpresi yang berhubungan dengan pengalaman tentang orang tersebut. Penutur merasa pantas menyebut orang tersebut sebagai penipu karena tindakannya yang tidak baik. Setiap sajak biasanya menggunakan aspek makna perasaan (feeling) penyair.
3. Tone ‘nada’
Aspek makna nada (tone) adalah ‘an attitude to his listener’ (sikap pembicara terhadap kawan bicara) atau dikatakan pula sikap penyair atau penulis terhadap pembaca. Aspek makna nada ini melibatkan pembicara untuk memilih kata-kata yang sesuai dengan keadaan kawan bicara dengan pembicara sendiri. Aspek pembicara telah mengenal pendengar-pembicara berkelamin sama dengan pendengar, atau apakah latar belakang sosial-ekonomi pembicara sama dengan pendengar. Hubungan pembicara-pembicara (kawan bicara) akan menentukan sikap yang akan tercermin di dalam kata-kata yang akan digunakan.
Aspek nada ini berhubungan pula dengan aspek makna perasaan, bila seseorang jengkel maka sikap orang tersebut akan berlainan dengan perasaan bergembira terhadap kawan bicara. Bila seseorang jengkel akan memilih aspek makna nada dengan meninggi, berlainan dengan aspek makna yang digunakan bila seseorang memerlukan sesuatu, maka akan beriba-iba dengan nada merata atau merendah. Bandingkanlah aspek makna nada berikut :
a. Orang itu tidak tertarik
b. Kereta api dari Yogya sudah datang
c. Kereta api dari Yogya sudah datang?
d. Pergi!
4. Intension ‘tujuan’
Aspek makna tujuan ini adalah ‘his aim, concionus or unconscious, the effect he is endeavouring to promote’ (tujuan atau maksud, baik disadari maupun tidak, akibat usaha dari peningkatan). Apa yang diungkapkan di dalam aspek tujuan memiliki tujuan tertentu, misalnya dengan mengatakan ‘penipu kau!’ tujuannya supaya kawan bicara mengubah kelakuaan (tindakan) yang tidak di inginkan tersebut. Aspek makna tujuaan ini melibatkan klasifikasi peryataan yang bersifat :
a) beklaratif
b) persuasive
c) imperstif
d) naratif
e) politis
f) paedagogis (pendidikan)
Daftar Pustaka
Abdul Wahab. 1995. Teori Semantik. Surabaya: Airlangga University Press.
Aminuddin. 1988. Semantik. Bandung: Sinar Baru.
Arifin, Zaenal dan Amran Tasai. 2008. Cermat Berbahasa Indonesia. Jakarta: Akademika Pressindo
Chaer, abdul. 1989. Pengantar Semantik Bahasa Indonesia. Jakarta: Asdi Mahasatya
Chaer, Abdul. 1994. Pengantar Semantik Bahasa Indonesia. Jakarta: Rineka Cipta.
Chaer, Abdul. 1995. Pengantar Semantik Bahasa Indonesia. Jakarta: PT Rineka Cipta
Chaer, Abdul. 2007. Linguistik Umum. Jakarta : Rineka Cipta
Chaer, Abdul. 2009. Pengantar Semantik Bahasa Indonesia. Jakarta : Rineka Cipta
Departemen Pendidikan Nasional. 2008. Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Keempat. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama
Djajasudarma, Fatimah. 2009. Semantik 2 Pemahaman Ilmu Makna. Bandung: Refika Aditama
Djajasudarma, T. F. 1993. Semantik 1 dan 2 : Pemahaman Ilmu Makna. Bandung : Eresco.
Djajasudarma, T. Fatimah,. 2009,Semantik 2 Pemahaman Ilmu Makna, Jakarta: PT Refika Aditama
Djajasudarma, T. Fatimah. 2009. Semantik 1. Bandung: Refika Aditama
Faizah, Hasnah. 2010. Linguistik Umum. Pekanbaru: Cendikia Insani
Fauziah, M.A, Perubahan Makna Leksikal Kata Kerja Bahasa Indonesia Dari Bahasa Arab. USU, Medan, 2006,
Husriyadi, Roni. 2012. Analisis Gaya Bahasa dan Citraan Lirik Lagu Album Energi karya Kotak Band. Skripsi. FKIP UIR
Keraf, Dr. Gorys. 1991. Tata Bahasa Indonesia untuk Sekolah Lanjutan Atas. Flores : Nusa Indah.
Kridalaksana, Harimurti. 1993. Kamus Linguistik. Jakarta : PT Gramedia
Mangatur. 2009. Telaah Buku Teks Bahasa Indonesia SMA. Pekanbaru: Universitas Islam Riau
Maskurun, 1984. Bahasa dan Sastra Indonesia. Jakarta Yudistira.
Parera, Jos Daniel. 1991. Sintaksis. Jakarta. Garamadia Utama.
Parera, Jos Daniel. 2004. Teori Semantik Edisi Kedua. Jakarta : Erlangga.
Pateda, Mansoer. 1994. Semantik Leksikal. Jakarta : Rineka CiptaAbdul Chaer Cetakan Kedua, Januari 1995 (Edisi Revisi)
Pateda, Mansoer. 2001. Semantik Leksikal. Jakarta: Rineka Cipta
Pateda, Mansoer. 2010. Semantik leksikal. Jakarta: Rineka Cipta.
Prawirasumatri. 1998. Semantik Bahasa Indonesia. Jakarta : Depdikbud
Slamet Mulyana. 1964. Semantik (Ilmu Makna). Jakarta : Jambatan.
Tarigan, H.G. 1985. Pengajaran Semantik. Bandung : Angkasa.
Tarigan, Henry Guntur. 2009. Pengajaran Semantik. Bandung : Angkasa.
Tim Dosen Pendidikan Bahasa Indonesia FKIP Universitas Muhammadiyah Malang. 2010. Bahasa Indonesia untuk Karangan Ilmiah. Malang : UMM Press.
Tjiptadi, Bambang.1984.Tata Bahasa Indonesia. Cetakan II. Jakarta: Yudistira.
Widyamartaya. 1995. Seni Menggayakan Kalimat. Yogyakarta : Kanisius
Reblogged this on mamatullah.
Terim kasihhhh bermnfaat sekali
Terimakasih penjelasan nya 🤍
Sama-sama