Pendahuluan
Pada prinsipnya sebagai makhluk sosial, antara individu yang satu dengan yang lainnya pasti membutuhkan kerjasama. Ketergantungan manusia satu dengan yang lain merupakan suatu gejala yang wajar dalam kehidupan. Dalam hubungan tersebut komunikasi merupakan salah satu komponen yang penting. Corak komunikasi akan banyak ditentukan oleh latar belakang orang yang berkomunikasi, seperti kebiasaan dan kepribadian. Agar komunikasi berlangsung secara efektif seseorang perlu memiliki kemampuan asertif. Kemampuan asertif adalah kemampuan untuk mengungkapkan perasaan seseorang dan menegaskan hak-hak seseorang tetap menghargai perasaan dan hak orang lain. Kemampuan Asertif disintetiskan menjadi lima aspek yaitu aspek ketegasan, tanggung jawab, percaya diri, kejujuran,dan menghargai orang lain.
Dalam hubungan interpersonal, perilaku seseorang terhadap orang lain dapat dikelompokkan menjadi perilaku submisif, perilaku agresif dan perilaku asertif (Depdiknas, 2008). Submisif berasal dari bahasa inggris yaitu submissive yang berarti bersikap tunduk, berhikmat, bersikap patuh. Jadi, perilaku submisif adalah perilaku yang selalu tunduk, menerima apa adanya, kurang bisa menyatakan kebutuhan, perasaan, nilai dan pemikiran sendiri, tidak bisa menolak dan membiarkan kebutuhan, pendapat, pikiran,penilaian orang lain mendominasi pendapat, pikiran dan penilaian dirinya, walaupun sebenarnya tidak sesuai dengan apa yang dirasakan, yang penting tidak nasalah bagi orang lain. Akibat dari perilaku submisif, individu tesebut kurang berani mengambil suatu keputusan, menghindari konflik, takut disalahkan, sehingga orang lain memberikan respon negative terhadap dirinya.
Agresif berasal dari bahasa inggris yaitu aggressive yang berarti agresip, giat, bersifat menyerang, penuh dengan insiatip. Perilaku agresif cenderung akan merugikan pihak lain, karena secara umum mereka hanya mengutamakan hak, kepentingan, pendapat, kebutuhan dan perasaannya sendiri, mereka beranggapan bahwa hanya dirinyalah yang benar, sehingga seringkali mempersalahkan, mempermalukan, menyerang (secara verbal ataupun fisik), marah-marah, tidak mau mendengar, menuntut, mengancam, sindiran, mengkritik, dan memberi komentar yang tidak enak didengar, menyatakan perasaan, kemauan dengan suara keras, memaksakan kemauannya dituruti, ekspresi yang dikemukakan justru terkesan melecehkan, menghina, merendahkan, sehingga tidak ada rasa saling menghargai. Mereka beranggapan agresip adalah kemenangan walau dengan jalan apapun, namun mereka tidak menyadari hal tersebut akan membuat orang lain jengkel serta akan berupaya untuk menjauhinya.
Asertif berasal dari bahasa inggris yaitu ascertain yang berarti menentukan, menetapkan. Joseph Wolpe (Festerhem and Bear, 1995:22) mendefenisikan perilaku asertif sebagai perilaku individu yang penuh keyakinan diri. Berdasarkan pengertian diatas dapat diartikan bahwa perilaku asetif adalah perilaku yang merupakan pengungkapan perasaan, minat, pikiran, kebutuhan, pendapat yang dilakukan secara bijaksana, adil, serta penuh keyakinan diri, tepat dan tegas, bertanggung jawab serta tetap memperhatikan penghargaan atas kesetaraan dan hak orang lain. Sikap tegas artinya menuntut hak pribadi dan menyatakan pikiran,perasaan dan keyakinan dengan cara langsung, jujur dan tepat dan bertanggung jawab. Perilaku asertif membuat seseorang menjadi lebih percaya diri dan merasa berharga, memiliki konsep diri yang tepat dalam kehidupan sehari-hari, serta memperoleh hubungan yang adil dengan orang lain dan orang lain akan memberi respon yang positif terhadapnya. Asertif adalah ketegasan, keberanian menyatakan pendapat sekaligus tetap menghormati dan peka terhadap kebutuhan orang lain, sehingga menemukan kompromi yang sama-sama menguntungkan. Ketekunan, keyakinan diri, semangat, tanggungjawab, disiplin, dan kesadaran diri yang dimiliki oleh individu yang asertif akan mempermudah untuk mencapai tujuannya.
Orang yang memiliki tingkah laku asertif adalah mereka yang menilai bahwa orang boleh berpendapat dengan orientasi dari dalam, dengan tetap memperhatikan sungguh-sungguh hak-hak orang lain. Mereka umumnya memiliki kepercayaan diri yang kuat. Hal ini sesuai dengan pendapat yang dikemukakan oleh Steve (2000: 87): Kemampuan asertif(ketegasan, keberanian menyatakan pendapat) meliputi tiga komponen dasar yakni:
- Kemampuan mengungkapkan perasaan (misalnya untuk mengungkapkan perasaan marah, hangat, dan seksual)
- Kemampuan mengungkapkan keyakinan dan pemikiran secara terbuka (mampu menyuarakan pendapat, menyatakan ketidaksetujuan dan bersikap tegas, meskipun secara emosional sulit melakukan ini dan bahkan sekalipun tidak mungkin harus mengorbankan sesuatu).
- Kemampuan untuk mempertahankan hak-hak pribadi (tidak membiarkan orang lain mengganggu dan memanfaatkan kita).
Orang yang asertif yakni orang yang mampu mengekspresikan perasaan dengan sungguh-sungguh, menyatakan tentang kebenaran. Mereka tidak menghina, mengancam ataupun meremehkan orang lain. Orang asertif mampu menyatakan perasaan dan pikirannya dengan tepat dan jujur tanpa memaksakannya kepada orang lain. Sugiyo (2005: 112) menjelaskan bahwa ketegasan merupakan suatu bentuk sikap dan perilaku seseorang yang menunjukkan beberapa sikap seperti :
- Perilaku yang membuat individu mampu bertindak dengan caranya sendiri tetapi juga tidak menutup diri dari saran orang lain yang menjadikan dirinya lebih baik
- Mampu menyuarakan hak-haknya tanpa menyinggung orang lain.
- Percaya diri, mengekspresikan diri secara spontan (pikiran dan perasaan), banyak dicari dan dikagumi orang lain
Ketergantungan manusia satu dengan yang lain merupakan suatu gejala yang wajar dalam kehidupan. Dalam hubungan tersebut komunikasi merupakan salah satu komponen yang penting. Corak komunikasi akan banyak ditentukan oleh latar belakang orang yang berkomunikasi, seperti kebiasaan dan kepribadian. Agar komunikasi berlangsung secara efektif seseorang perlu memiliki kemampuan asertif.
Latihan kemampuan asertif merupakan salah satu pendekatan behavioral, yang bisa diterapkan terutama pada situasi-situasi interpersonal pada individu yang mengalami kesulitan untuk menerima kenyataan bahwa menyatakan atau menegaskan diri adalah tindakan yang layak atau benar (Corey, 2007: 213). Latihan Asertif berasal dari kata asing to assert yang berarti menyatakan dengan tegas. Dengan kata lain perilaku asertif mengandung suatu tingkah laku yang penuh ketegasan yang timbul karena adanya kebebasan emosi.
Pada hakekatnya, tindakan asersif yang merupakan tindakan untuk mempertahankan hak-hak personal yang dimilikinya adalah upaya untuk mencapai kebebasan emosi, yaitu kemampuan untuk menguasai diri, bersikap bebas dan menyenangkan, merespon hal–hal yang disukai atau tidak disukai secara tulus dan wajar, dan mengekspresikan cinta dan kasih sayang pada orang yang sangat berarti dalam hidupnya. Apakah seseorang menunjukkan perilaku asertif atau tidak, akan tampak sekali dalam respon-respon yang diberikan senbagi bentuk pembelaan diri, ketika seseorang itu diperlakukan tidak adil oleh orang lain atau lingkungannya.
Faktanya dalam kehidupan sosial sehari-hari, banyak orang enggan bersikap asertif dan memilih bersikap non asertif, seperti memendam perasaannya, berpura-pura, menahan perbedaan pendapat atau sebaliknya dengan bersikap agresif. Keengganan ini umumnya karena dil si oleh rasa takut dan khawatir mengecewakan orang lain, takut tidak diterima oleh kelompok sosialnya, takut dianggap tidak sopan, takut melukai perasaan atau menyakiti hati orang lain, takut dapat memutuskan tali hubungan persaudaraan atau persahabatan, dsb. Padahal, dengan membiarkan diri untuk bersikap non-asertif justru dapat mengancam hubungan yang ada karena salah satu pihak kemudian akan merasa dimanfaatkan oleh pihak lain, tidak menyelesaikan maslah-masalah emosional yang dihadapi, mnurunkan harga diri, atau bahkan dapat menjadi “bom waktu” yang sewaktu-waktu dapat mengancam kelangsungan hubungan pribadi dan sosial dan kesehatan mental seseorang, yaitu resiko terhadap timbulnya kecemasan dan stress.
Pengertian
Kemampuan asertif (Ketegasan) adalah kemampuan untuk mengungkapkan perasaan seseorang dan menegaskan hak-hak seseorang tetap menghargai perasaan dan hak orang lain. Kemampuan asertif merupakan suatu kemampuan seseorang agar tegas dalam mengambil keputusan dalam hidupnya dan mempertahankan haknya. Asertif juga dapat diartikan suatu pernyataan tentang perasaan, keinginan dan kebutuhan pribadi kemudian menunjukkan kepada orang lain dengan penuh percaya diri. Pendapat serupa juga menjelaskan bahwa perilaku assertive adalah mengekspresikan perasaan, pikiran, dan harapan, dan tetap mempertahankan hak sebagai insan manusia tanpa melanggar hak asasi orang lain (French, 1998 : 50).
Kemampuan asertif merupakan suatu kemampuan seseorang agar tegas dalam mengambil keputusan dalam hidupnya dan mempertahankan haknya. Menurut Sugiyo (2005: 110) akibat dari emosi, sikap, dan perilaku yang tidak tegas dapat berakibat sosial yaitu tidak adanya persetujuan dari orang lain. Jadi individu yang tidak tegas atau tidak asertif akan dijauhi dari lingkungannya, dengan kondisi yang demikian akan mengurangi rasa percaya diri karena tidak bersosialisasi dengan lingkungan yang baik. Ketegasan merupakan suatu bentuk sikap dan perilaku seseorang yang menunjukkan beberapa sikap seperti :
- Perilaku yang membuat individu mampu bertindak dengan caranya sendiri tetapi juga tidak menutup diri dari saran orang lain yang menjadikan dirinya lebih baik.
- Mampu menyuarakan hak-haknya tanpa menyinggung orang lain.
- Percaya diri, mengekspresikan diri secara spontan (pikiran dan perasaan), banyak dicari dan dikagumi orang lain (Sugiyo, 2005: 112)
Pada prinsipnya kemampuan asertif merupakan tingkah laku interpersonal yang mengungkap emosi secara terbuka, jujur, tegas dan langsung pada tujuan sebagai usaha untuk mencapai kebebasan emosi dan dilakukan dengan penuh keyakinan diri dan sopan. Hal ini menunjukkan bahwa seorang individu harus bersikap asertif agar tidak dipandang sebelah mata oleh lingkungan. Menurut Corey (2007: 213) dengan memilki kemampuan asertif akan membantu orang-orang yang mengalami masalah sebagai berikut :
- Orang yang tidak mampu mengungkapkan kemarahan atau perasaan tersingung.
- Orang yang menunjukkan kesopanan yang berlebihan dan selalu mendorong orang lain untuk mendahuluinya.
- Orang yang memiliki kesulitan untuk mengatakan ”tidak”.
- Orang yang mengalami kesulitan untuk mengungkapkan afeksi dan respon-respon positif
- Orang yang merasa tidak punya hak untuk memiliki perasaan dan pikiran-pikiran sendiri.
Orang yang asertif bukan orang yang suka terlalu menahan diri dan juga bukan pemalu, tapi orang yang bisa mengungkapkan perasaannya tanpa bertindak agresif atau melecehkan orang lain. Sekolah sebagai lembaga formal yang secara khusus dibentuk untuk menyelenggarakan pendidikan bagi warga masyarakat. Dalam kelembagaannya terdapat sejumlah bidang-bidang seperti bidang administrasi dan supervisi, bidang pengajaran dan bidang bimbingan dan konseling. Kendatipun ketiga bidang tersebut tampaknya terpisah antara satu dan lainnya, namun semuanya memilki arah yang sama yaitu memberi kemudahan bagi pencapain tujuan nasional.
Pelayanan bimbingan dan konseling merupakan bagian yang integral dari keseluruhan program pendidikan. Dalam bimbingan konseling terdapat Sembilan layanan antara lain yaitu layanan orientasi, layanan informasi, layanan penempatan dan penyaluran, layanan penguasaan konten, layanan bimbingan kelompok, layanan konseling kelompok, layanan konseling individual, layanan mediasi dan layanan konsultasi. Setiap layanan bimbingan konseling terdiri dari empat bidang seperti bidang pribadi, belajar, sosial serta karier. Selain layanan dan bidang bimbingan konseling, terdapat suatu kegiatan pendukung yaitu meliputi instrumentasi, penyelenggaraan himpunan data, konferensi kasus, kunjungan rumah dan alih tangan kasus.
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa dengan memiliki kemampuan asetif, memungkinkan seseorang untuk bertindak menurut kepentingan sendiri, untuk membela diri sendiri tanpa kecemasan yang semestinya, untuk mengekspresikan perasaan jujur dengan nyaman, untuk menerapkan hak-hak pribadi tanpa menyangkal hak-hak orang lain. Hal ini bertolak belakang dengan individu yang tidak tegas atau tidak asertif, orang yang tidak asertif akan dijauhi dari lingkungannya dengan kondisi yang demikian akan mengurangi rasa percaya diri karena tidak bersosialisasi dengan lingkungan yang baik. Stain & Howard (2001:87) mengemukakan tiga komponen dasar perilaku asertif yakni :
- Kemampuan mengungkapkan perasaan
- Kemampuan untuk menyatakan keyakinan dan pemikiran secara terbuka
- Kemampuan mempertahankan hak- hak pribadi
Jadi perilaku asertif adalah perilaku diantara perilaku submisif dan perilaku agresif. Dari pendapat-pendapat diatas bahwasanya perilaku asertif sangat dibutuhkan di dalam membina hubungan interpersonal. Pemahaman perilaku asertif dapat dengan mudah dipahami bila dibandingkan dengan perilaku non asertif, baik yang sifatnya pasif atau agresif. Dalam perilaku pasif, seseorang tidak tidak memberikan reaksi atau mengekspresikan perasaan negatif yang dialaminya secara jujur dan terbuka, tetapi dilakukan dengan menyimpan perasaannya tersebut, menarik diri, menerima, atau menggerutu. Perilaku non asertif-pasif hakekatnya adalah bentuk ketidakjujuran emosi, kegagalan diri atau kekalahan diri yang didasari oleh perasaan-perasaan takut, cemas, mengindari konflik, keininginan untuk mencari jalan keluar paling mudah, dan bahkan ketidakmampuan untuk memahami diri dan memenuhi kebutuhan untuk bersikap sabar.
Sedangkan pada perilaku nonasertif-agresif, reaksi yang diberikan diekspresikan keluar dan dilakukan secara terbuka melalui tindakan aktif berupa pengancaman atau penyerangan, dilakukan secara langsung atau tidak langsung, baik dalam bentuk fisik atau verbal. Tindakan yang dilakukan secara langsung, misalnya marah-marah, memukul, menuntut, dominan, egois, menyerang, dsb. Sedangkan tindakan tidak langsung, misalnya dengan menyindir, menyebar gosip, dsb. Tindakan agresif ini biasanya sengaja dilakukan dengan maksud untuk melukai, melecehkan, menghina, mempermalukan, menyakiti, merendahkan dan bahkan menguasai pihak lain. Dengan kata lain, seseorang dikatakan bersikap non-asertif, jika ia gagal mengekspresikan perasaan, pikiran dan p ngan/keyakinannya secara tulus, jujur, sopan, dan apa adanya tanpa maksud untuk merendahkan hak-hak atau mengancam integritas perasaan orang lain, sehingga justru menimbulkan respon dari orang lain yang tidak dikehendaki atau negatif.
Berdasarkan penelitian Schimmel, (Depdiknas 2008:32) menyatakan bahwa beberapa jenis perilaku asertif yang perlu dilatihkan terutama adalah:
- Berani mengemukakan pendapat, permintaan, kesukaan, dsb, yang menjadikan seseorang dihargai sebagai manusia yang sederajat dengan manusia lain.
- Mengekspresikan emosi‐emosi negatif (keluhan, kebencian, kritik, ketidaksetujuan, rasa tertekan, kebutuhan untuk dibiarkan sendirian) dan menolak permintaan.
- Memperlihatkan emosi‐emosi positif (senang, menghargai, menyukai seseorang, merasa tertarik), memberikan pujian, dan menerima pujian dengan mengucapkan “terima kasih”.
- Memulai, melaksanakan, mengubah, atau menghentikan percakapan secara menyenangkan, berbagi perasaan, pendapat, dan pengalaman dengan orang lain.
- Mengatasi ketersinggungan sebelum kemarahan makin meningkat dan meledak menjadi agresi.
Inti dari perilaku asertif adalah kejujuran, yaitu cara hidup atau bentuk komunikasi yang berlandaskan kepada kejujuran dari hati yang paling dalam sebagai bentuk penghargaan pada orang lain, dalam cara-cara yang positif dan menetap, yang dicirikan dengan kemampuan untuk mengekspresikan diri tanpa menghina, melukai, mencerca, menyingung, atau menyakiti perasaan orang lain, mampu mengntrol perasaan diri sendiri tanpa rasa takut dan marah. Dalam kehidupan atau komunikasi sehari-hari, orang yang asertif akan lebih memilih pola interaksi Dengan demikian, orang yang asertif akan memiliki kebebasan untuk meluapkan perasaan apa pun yang dirasakan, dan berani mengambil tanggung jawab terhadap perasaan yang dialaminya dan menerima orang lain secara terbuka. Memiliki keberanian untuk tidak membiarkan orang lain mengambil manfaat dari perasaan yang dialaminya, tetapi orang lain pun memiliki kebebasan untuk mengungkap apa yang dirasakannya.
Faktor Pembentuk Kemampuan Asertif
Kemampuan asertif merupakan suatu kemampuan yang diperoleh dari proses belajar. Ada beberapa faktor pembentuk perilaku asertif, antara lain:
- Jenis Kelamin. Rakos (1991: 71) mengatakan bahwa laki-laki lebih mampu bersikap assertive daripada wanita. Pada sebagian masyarakat wanita dipandang sebagai kaum yang lemah.
- Kebudayaan. Rakos (1991: 13) menyatakan bahwa konsep perilaku asertif diwariskan oleh kebudayaan barat untuk melindungi hak pribadi individu agar tidak dijajah oleh pihak lain. Pada nantinya ada pihak yang dirugikan. Begitu juga konsep asertif berkaitan dengan kebudayaan telah diungkapkan Furhan (1979) dalam Rakos (1991: 13) yang menyatakan bahwa kebudayaan merupakan batu loncatan dalam perilaku asertif.
- Pola asuh orang tua. Keluarga merupakan tempat sosialisasi pertama yang ditemui individu. Dalam sebuah keluarga akan mengajarkan anak untuk dapat berhubungan interpersonal dengan orang lain melalui komunikasi yang efektif. Dalam sebuah keluarga akan diajarkan untuk menahan emosi dengan mengekspresikan emosi secara positif melalui perasaan dan pujian, yang sejak dini diajarkan dan pada akhirnya dapat dikembangkan kemudian hari.
- Usia. Usia merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi perilaku asertif atau hubungan interpersonal antar individu. Pada anak kecil perilaku ini belum terbentuk. Struktur kognitif belum memungkinkan mereka untuk dapat mengkomunikasikan keinginan mereka dengan baik dan jelas. Namun pada masa remaja perilaku ini mulai berkembang seiring meningkatnya kemampuan kognitif individu.
- Tingkat pendidikan. Firth dan Snyder (dalam Wardhani, 2004: 18) menyatakan bahwa tingkat pendidikan juga menjadi faktor munculnya perilaku asertif. Individu yang memiliki tingkat pendidikan tinggi cenderung mampu bertindak asertif disbanding dengan individu yang mempunyai tingkat pendidikan rendah.
- Sosial ekonomi. Schwantz dan Goltman (1976) dalam Wardhani (2004: 17) menyebutkan bahwa semakin tinggi status sosial ekonomi seseorang semakin tinggi pula perilaku asertifnya.
Aspek-Aspek Perilaku Asertif
Di dalam perilaku asertif kita tidak hanya dapat mengungkapkan perasaan atau keinginan secara lugas dan terbuka namun didasari oleh beberapa aspek yang tidak bisa terlepaskan dari pengertian dasar perilaku asertif. Menurut Galassi dalam Rakos (1991: 9) terdapat empat aspek dari perilaku asertif, antara lain:
- Ekspresi emosi, yaitu kemampuan untuk mengekspresikan emosi secara terbuka, jujur tanpa rasa cemas terhadap orang lain.
- Hak-hak dasar manusia, yaitu pengetahuan akan hak asasi manusia sehingga mampu melaksanakan haknya tanpa mengganggu orang lain.
- Kebebasan berpendapat dan kebebasan dalam memberikan respon, yaitu kemampuan untuk mengkomunikasikan secara verbal segala keinginan dan permintaan, pendapat, persetujuan, dan pujian secara jujur, tegas dan wajar.
- Respon-respon khas manusia, yaitu dapat memberikan respon kepada orang lain secara sesuai dengan situasi yang ada sehingga tidak akan mudah cemas, takut atau marah.
Dari penjelasan aspek-aspek tersebut, maka penulis mensintesiskan beberapa aspek yang termasuk dalam kemampuan asertif, antara lain:
- Aspek ketegasan, yaitu sikap atau perilaku untuk mempertahankan hak-hak pribadi (tidak membiarkan orang lain mengganggu dan memanfaatkannya). Orang yang memiliki ketegasan adalah orang mampu bersikap atau berperilaku tegas dalam mengambil keputusan, dan tidak mudah untuk terpengaruh oleh orang lain.
- Aspek tanggung jawab, yaitu sikap atau perilaku menerima risiko akibat tindakannya. Orang yang bertanggung jawab adalah orang yang dapat mengerjakan tugas-tugas dengan semestinya, menerima risiko atau akibat dari tindakannya serta konsekuen untuk melaksanakan keputusan yang sudah diambilnya
- Aspek percaya diri, yaitu merupakan sikap atau perilaku seseorang yang berani menyampaikan gagasannya tanpa ada perasaan malu atau ragu serta mampu mengkomunikasikan dengan baik. Orang yang yang asertif adalah orang yang mampu mengekspresikan pikiran dan perasaannya serta mampu menyampaikan pendapatnya dengan baik dan sopan, penuh semangat dan tidak mudah putus asa.
- Aspek kejujuran, yaitu merupakan berkata sesuai apa yang terjadi sehingga tidak menambah dan mengurangi. Orang yang asertif adalah orang yang mampu jujur dalam mengekspresikan perasaan dan terbuka, orang yang mampu menyatakan ketidaksetujuan, serta orang yang tidak menutup diri dari saran orang lain.
- Aspek menghormati orang lain, yaitu merupakan sikap atau perilaku seseorang untuk berhubungan baik dengan lingkungannya. Orang yang pandai menghargai orang lain yakni orang yang bertoleransi, menghargai hak-hak orang lain, tolong-menolong, tidak menyinggung perasaan orang lain ketika sedang berpendapat serta mau mendengarkan pendapat orang lain.
Karakteristik Kemampuan Asertif
Latihan asertif merupakan salah satu teknik dalam konseling behavioral yang menitikberatkan pada kasus yang mengalami kesulitan dalam perasaan yang tidak sesuai dalam menyatakannya. Menurut Sofyan (2009: 72) menjelaskan bahwa latihan asertif merupakan suatu teknik untuk membantu klien dalam hal-hal berikut: (1) Tidak dapat menyatakan kemarahannya atau kejengkelannya, (2) Mereka yang sopan berlebihan dan membiarkan orang lain mengambil keuntungan dari padanya, (3) Mereka yang mengalami kesulitan dalam berkata ”tidak”. Adapun karakteristik kemampuan asertif, antara lain adalah:
- Mendorong seseorang untuk bersikap jujur terhadap dirinya dan jujur pula dalam mengekspresikan perasaan. Mengajarkan untuk melakukan suatu penolakan dengan tetap memperhatikan dan menghormati hak-hak orang lain.
- Terbuka dan jujur terhadap pendapat diri dan orang lain.
- Mendengarkan pendapat orang lain dan memahami.
- Menyatakan pendapat pribadi tanpa mengorbankan perasaan orang lain.
- Mencari solusi bersama dan keputusan.
- Menghargai diri sendiri dan orang lain, mengatasi konflik.
- Menyatakan perasaan pribadi, jujur tetapi hati-hati..
- Mendiskripsikan fakta, bukan menilai serta tidak menggeneralisir.
- Menggunakan permulaan kata : “Saya” dan bukan “Kamu”.
Karakteristik Orang yang Asertif
Secara umum, orang yang asertif dicirikan dengan sikapnya yang terbuka, jujur, sportif, adaptif, aktif, positif, dan penuh penghargaan terhadap diri sendirimaupun orang lain. Beberapa ciri lain, diantaranya adalah:
- Mampu mengekspresikan pikiran, perasaan, dan kebutuhan dirinya, baik secara verbal maupun non verbal secara bebas, tanpa perasaan takut, cemas, dan khawatir.
- Mampu menyatakan “tidak” pada hal-hal yang memang dianggap tidak sesuai dengan kata hati atau nuraninya.
- Mampu menolak permintaan yang dianggap tidak masuk akal, berbahaya, negatif, tidak diinginkan, atau dapat merugikan orang lain.
- Mampu untuk berkomunikasi secara terbuka, langsung, jujur, terus terang sebagaimana mestinya
- Mampu menyatakan perasaannya secara jelas, tegas, jujur, apa adanya, dan sopan.
- Mampu untuk meminta tolong pada orang lain pada saat kita memang membutuhkan pertolongan.
- Mampu mengekspresikan kemarahan, ketidak setujuan, perbedaan p ngan secara proporsional.
- Tidak mudah tersingung, sensitif, dan emosional.
- Terbuka untuk ruang kritik.
- Mudah berkomunikasi, hangat, dan menjalin hubungan sosial dengan baik.
- Mampu memberikan p ngan secara terbuka terhadap hal-hal yang tidak sepaham.
- Mampu meminta bantuan, pendapat, atau p ngan orang lain ketika sedang menghadapi masalah.
Manfaat Kemampuan Asertif
Kemampuan asertif ini sangat bermanfaat sekali dalam membentuk mental komunikasi yang baik dan memberi penolakan dengan tetap menghargai dan menghormati orang lain, selain itu dengan memiliki kemampuan asertif maka seorang individu juga dapat memperoleh manfaat, antara lain :
- Kemampuan asertif membuat seseorang merasa bertanggung jawab dan konsekuen untuk melaksanakan keputusannya sendiri. Dalam hal ini, ia bebas untuk mengemukakan berbagai keinginan, pendapat, gagasan dan perasaan secara terbuka sambil tetap memperhatikan perasaan orang lain. Citra dirinya akan terlihat sebagai sosok yang berpendirian dan tidak terjebak pada eksploitasi yang merugikan dirinya sendiri. Dengan demikian, akan timbul rasa hormat dan penghargaan orang lain yang berpengaruh besar terhadap pemantapan eksistensi dirinya ditengah-tengah khalayak luas.
- Meningkatkan penghargaan terhadap diri sendiri.
- Membantu untuk mendapatkan perhatian dari orang lain
- Meningkatkan kemampuan dalam mengambil keputusan.
- Dapat berhubungan dengan orang lain dengan konflik, kekhawatiran dan penolakan yang lebih sedikit.
- Meningkatkan self esteem dan percaya diri dalam mengekspresikan diri sendiri.
Lebih lanjut juga dijelaskan Corey (1991) dalam Gunarsa (2004: 220), yang menjelaskan bahwa latihan asertif bisa bermanfaat untuk dipergunakan dalam menghadapi mereka yang: 1) Tidak bisa mengekspresikan kemarahan atau perasaaannya yang tersinggung, 2) Mengalami kesulitan untuk mengatakan “tidak”, 3. Terlalu halus (sopan) yang mmbiarka orang lain mengambil keuntungan dari keberadaannya. 4) Mengalami kesulitan untuk mengeskpresikan afeksi (perasaan yyang kuat dan respons-respons lain yang positif, 5) Merasa tidak memiliki hak untuk mengekspresikan pikiran, kepercayaan dan perasaannya.
Langkah- Langkah Untuk Menjadi Asertif
Didalam latihan asertif onselor berusaha memberikan keberanian kepada klien dalam mengatasi kesulitan terhadap orang lain. Beberapa langkah-langkah untuk menjadi asertif, antara lain:
- Menjadi pendengar aktif. Pastikan kamu menunjukan kepada mereka kalau kamu mendengarkan dan paham (misalnya dengan membuat kontak mata). Jangan memanfaatkan waktu mendengar untuk mempersiapkan serangan balik.
- Mengatakan apa yang sedang dipikirkan dan dirasakan. Jangan terlalu memaksa ataupun terlalu meminta maaf. Pada saat berbicara perhatikan body language (bahasa tubuh) kamu, pastikan postur tubuh sesuai (seperti berdiri tegak), membuat kontak mata, ekspresi wajah yang sesuai, dan berbicara cukup keras untuk didengar. Nada suara jangan monoton agar orang lain mudah mengikuti-mu dan tidak merasa terganggu atau bosan.
- Mengatakan apa yang diharapkan serta mengupayakan untuk berani. mengatakan ”ya ”dan ”tidak” saat kita inginkan, Berani membuat sebuah permintaan, dan mengkomunikasi perasaan kita dengan cara terbuka dan langsung. Kita harus belajar untuk mengadaptasikan sifat kita pada beragam situasi kerja, menjaga jaringan pertemanan, dan membangun hubungan yang dekat. Saat membuat pernyataan (langkah 2 dan langkah 3).
- Menggunakan pernyataan saya (statement) dan bukan Anda atau orang lain spesifik dan jangan umum, mengekspresikan perasaan dan opini Anda (bertanggung jawab), tidak menilai orang lain saat tidak diperlukan (menilai bukan untuk tujuan konstruktif), tidak memperluas / membesar-besarkan masalah.
Latihan asertif (assertive training) adalah salah satu teknik dalam tritmen ganguan tingkah laku dimana klien diinstruksikan, diarahkan, dilatih, serta didukung untuk bersikap asertif dalam menghadapi situasi yang tidak nyaman atau kurang menguntungkan bagi dirinya. Menurut Goldstein (1986) latihan asertif merupakan rangkuman yang sistematis dari ketrampilan, peraturan, konsep atau sikap yang dapat mengembangkan dan melatih kemampuan individu untuk menyampaikan dengan terus terang pikiran, perasaan, keinginan dan kebutuhannya dengan penuh percaya diri sehingga dapat berhubungan baik dengan lingkungan sosialnya. Sedangkan Rees & Graham (1991) menyatakan bahwa inti dari latihan asertif adalah penanaman kepercayaan bahwa asertif dapat dilatihkan dan dikembangkan, memilih kata-kata yang tepat untuk tujuan yang mereka inginkan, saling mendukung, pengulangan perilaku asertif dalam berbagai situasi, dan umpan balik bagi setiap peserta dari trainer maupun peserta.
Tujuan utama latihan asertif adalah untuk mengatasi kecemasan yang dihadapi oleh seseorang akibat perlakuan yang dirasakan tidak adil oleh lingkungannya, smeningkatkan kemampuan untuk bersikap jujur terhadap diri sendiri dan lingkungan, serta meningkatkan kehidupan pribadi dan sosial agar lebih efektif. Sedangkan prosedur umum dalam latihan asertif adalah sebagai berikut:
- Identifikasi masalah, yaitu dengan menganalisis permasalahan klien secara komprehensif yang meliputi situasi-situasi umum dan khusus di lingkungan yang menimbulkan kecemasan, pola respon yang ditunjukkan, faktor-faktor yang mempengaruhi, tingkat kecemasan yang dihadapi, motivasi untuk mengatasi masalahnya, serta sistem dukungan.
- Pilih salah suatu situasi yang akan diatasi, dengan memilih terlebih dahulu situasi yang menimbulkan kesulitan atau kecemasan paling kecil. Selanjutnya, secara bertahap menuju pada situasi yang lebih berat.
- Analisis situasi, yaitu dengan menunjukkan kepada klien bahwa terdapat banyak alternatif yang dapat dilakukan untuk mengatasi masalahnya tersebut. Identifikasi alternatif penyelesaian masalah.
- Menetapkan alternatif penyelesaian masalah. Bersama-sama klien berusaha untuk memilih dan menentukan pilihan tindakan yang dianggap paling sesuai, mungkin, cocok, layak dengan keinginan dan kemampuan klien serta memiliki kemungkinan pleuang berhasil paling besar.
- Mencobakan alternatif yang dipilih. Dengan bimbingan, secara bertahap klien diajarkan untuk mengimplementasikan pilihan tindakan yang telah dipilih.
- Dalam proses latihan, hendaknya diperhatikan hal-hal yang terkait dengan kontak mata, postur tubuh, gerak isyarat, ekspresi wajah, suara, pilihan kalimat, tingkat kecemasan yang terjadi, serta kesungguhan dan motivasinya.
- Diskusikan hasil, hambatan dan kemajuan-kemajuan yang terjadi, serta tindak lanjutnya.
- Klien diberi tugas untuk mencoba melakukan hal-hal yang sudah dibicarakan secara langsung dalam situasi yang nyata.
- Evaluasi hasil dan tindak lanjut.
Dalam kaitan dengan latihan asertif, terutama self asertive training, Jacinta Rini (2001) mengajukan beberapa tips untuk mampu mengatakan “tidak” terhadap permintaan yang tidak diinginkan, yaitu:
- Tentukan sikap yang pasti, apakah ingin menyetujui atau tidak. Jika belum yakin dengan pilihan, maka bisa minta kesempatan berpikir sampai mendapatkan kepastian. Jika sudah merasa yakin dan pasti akan pilihan sendiri, maka akan lebih mudah menyatakannya dan juga merasa lebih percaya diri.
- Jika belum jelas dengan apa yang dimintakan, bertanyalah untuk mendapatkan kejelasan atau klarifikasi.
- Berikan penjelasan atas penolakan secara singkat, jelas, dan logis. Penjelasan yang panjang lebar hanya akan mengundang argumentasi pihak lain.
- Gunakan kata-kata yang tegas, seperti secara langsung mengatakan “tidak” untuk penolakan, dari pada “sepertinya saya kurang setuju.. sepertinya saya kurang sependapat…saya kurang bisa…..”
- Pastikan bahwa sikap tubuh juga mengekspresikan atau mencerminkan “bahasa” yang sama dengan pikiran dan verbalisasi. Seringkali orang tanpa sadar menolak permintaan orang lain namun dengan sikap yang bertolak belakang, seperti tertawa-tawa dan tersenyum.
- Gunakan kata-kata “Saya tidak akan….” atau “Saya sudah memutuskan untuk…..” dari pada “Saya sulit….”. Karena kata-kata “saya sudah memutuskan untuk….” lebih menunjukkan sikap tegas atas sikap yang tunjukkan.
- Jika berhadapan dengan seseorang yang terus menerus mendesak padahal juga sudah berulang kali menolak, maka alternatif sikap atau tindakan yang dapat dilakukan : mendiamkan, mengalihkan pembicaraan, atau bahkan menghentikan percakapan.
- Tidak perlu meminta maaf atas penolakan yang disampaikan (karena berpikir hal itu akan menyakiti atau tidak mengenakkan buat orang lain). Sebenarnya, akan lebih baik katakan dengan penuh empati seperti : “saya mengerti bahwa berita ini tidak menyenangkan bagimu…..tapi secara terus terang saya sudah memutuskan untuk …”
- Janganlah mudah merasa bersalah, karena seseorang tidak bertanggung jawab atas kehidupan orang lain…atau atas kebahagiaan orang lain.
- Bila perlu lakukan negoisasi dengan pihak lain agar kedua belah pihak mendapatkan jalan tengahnya, tanpa harus mengorbankan perasaan, keinginan dan kepentingan masing-masing.
Adapaun menurut Duckworth dan Mercer (Fisher,2006) terdapat beberapa komponen kunci dalam latihan asertif (Key Components of an Assertiveness Training Protocol), meliputi:
- Assertiveness training usually begins with a didactic presentation of (a) the rationale for the use of assertive behavior; (b) definitions of assertiveness, passiveness and aggressiveness; and (c) the basic content and procedural guidelines that govern assertive behavior
- Self-monitoring assignments are given and in-session role plays are undertaken to identify problematic interactions
- For the particular skill set being targeted, the verbal content of a sufficiently assertive response is delineated and the appropriately assertive delivery of that verbal communication is modeled by the therapist or confederate
- The client practices assertive behaviors in the context of in-session role-plays that are similar to the identified problematic interactions
- The evaluation of the role-play performance should always begin with the solicitation of comments from the client. This strategy allows the therapist to (a) evaluate the client’s understanding of the verbal and nonverbal behaviors that comprise the assertive response and (b) evaluate the accuracy and objectivity with which the client evaluates his or her performance. Evaluating one’s performance subsequent to role-plays may be made difficult by recall burden. Videotaping role-plays is recommended to reduce recall burden and to provide specific, visual evidence for performance problems and performance gains over time
- Feedback is provided by the therapist and/or confederate and instructions for further refinement of the assertive performance are provided. When there is a considerable discrepancy between the therapist-modeled assertive behavior and the client’s performance, it is often useful to provide feedback in the form of a review of a videotape of the role-play
- Real-world practice of assertive behavior is next. Again, the client provides a technical and affective evaluation of the assertive performance in the real-world situation.
- Reinforcement and reiteration of reasonable performance goals is essential throughout the assertiveness skills training process multicomponent intervention package aimed at the treatment of severe aggression, there is little research that empirically establishes the contribution of combined therapies above and beyond the independent effectiveness of either monotherapy (Ziegler, 1996).
Metode dan Model Asertif
Dengan memahami pengertian dari kemampuan asertif, faktor pembentuk, aspek-aspek dalam kemampuan asertif, karakteristik kemampuan asertif, langkah-langkah untuk menjadi asertif seperti yang telah dikupas diatas maka secara singkat dapat kita ambil beberapa upaya yang dapat digunakan dalam meningkatkan kemampuaan asertif, antara lain sebagai berikut:
- Diskusi- kelompok. Metode ini terutama berguna diantaranya untuk membantu individu yang tidak mampu mengungkapkan perasaan tersinggung, kesulitan menyatakan tidak, mengungkapkan afeksi dan respon posistif lainnya. Lebih lanjut dijelaskan bahwa dengan berdiskusi, para siswa dapat berlatih menggunakan pengetahuan dan gagasannya untuk menyampaikan pendapat, mempertahankan pandangannya, menyatakan setuju atau menolak pendapat orang lain dengan cara-cara yang baik (Syafi’ie, 1993: 38-39).
- Bermain peran. Dengan bimbingan dari konselor, teknik ini digunakan untuk melatih klien yang mengalami kesulitan untuk menyatakan diri bahwa tindakannya adalah layak atau benar. Lebih lanjut dijelaskan oleh Corey (2007: 213) bahwa latihan asertif dapat menggunkan prosedur-prosedur permainan peran. Konselor misalnya berperan sebagai atasan yang galak, dan klien sebagai bawahannya. Kemudian dibalik, klien menjadi atasan yang galak dan konselor menjadi bawahan yang mampu dan berani mengatakan sesuatu kebenaran. Hal ini memang bertentangan dengan perilaku klien selama ini, dimana jika ia dimarahi atasan diam saja, walaupun dalam hatinya ingin mengatakan bahwa ia benar. Proses pembentukan terjadi ketika tingkah laku baru dicapai dengan penghampiran-penghampiran. Juga terjadi penghapusan kecemasan dalam menghadapi atasan dan sikap klien yang lebih tegas terhadap atasan menjadi sempurna. Tingkah laku menegaskan diri dipraktekkan dalam situasi permainan peran, dan dari sana diusahakan agar tingkah laku menegaskan diri itu dipraktekkan dalam situasi-situasi kehidupan nyata. Konselor memberikan dengan memperlihatkan bagaimana dan bilamana klien bisa kembali kepada tingkah laku semula, tidak tegas, serta memberikan pedoman untuk memperkuat tingkah laku menegaskan diri yang baru diperolehnya.
Dari uraian diatas maka dapat disimpulkan bahwa terdapat beberapa metode dalam meningkatkan kemampuan asertif. Beberapa metode tersebut dapat digunakan sebagai alternatif oleh guru pembimbing dalam melatih siswa. Metode ini ada yang berformat klasikal, kelompok, maupun lapangan. Pada tulisan ini penulis menggunakan kedua metode tersebut, yakni metode diskusi kelompok dan bermain peran, sehingga formatnya kelompok dan bentuk pelatihannya langsung melibatkan siswa. Layanan penguasaan konten dipandang tepat untuk membantu siswa karena layanan ini juga dapat berformat kelompok selain itu dalam layanan ini, siswa diberikan suatu keterampilan dan diajak langsung untuk belajar, dalam hal ini adalah belajar untuk bersikap asertif dalam kehidupan sehari-hari.
Penutup
Simpulan dari penelitian ini adalah kemampuan asertif siswa dapat dikembangkan melalui layanan penguasaan konten dengan metode diskusi kelompok dan bermain peran. Saran yang diberikan yaitu, guru pembimbing hendaknya dapat membantu siswa dalam mengembangkan kemampuan asertif siswa melalui layanan penguasaan konten dengan metode diskusi kelompok dan bermain peran.
Berperilaku submisif tidak banyak manfaatnya dan orang lain akan memberikan respon negative dimana individu akan dikira tidak punya konstribusi yang nyata bila tidak menunjukkannya. Orang submisif seringkali menjadi sasaran pemberian tugas yang berkelebihan karena dia tidak sanggup menolaknya. Orang agresip biasanya mengambil keuntungan dari orang submisif. Berperilaku agresip akan membuat orang lain jengkel. Siapapun merasa tidak aman bila berdekatan dengan orang yang dikenal sering memaksakan pendapatnya dan tidak memperdulikan perasaan orang lain. Orang lain umumnya tidak akan mau bekerja bersama dengan orang agresif kecuali dalam keadaan terpaksa.
Perilaku asertif memiliki banyak manfaat karena orang menyadari peran dan keberadaan kita, memperoleh banyak teman dan lebih mudah bekerja sama, memudahkan diplomasi dalam mempengaruhi orang lain serta membuat orang lain merasa dihargai karena kepentingan dan kebutuhan nya terakomodasi.
Daftar Pustaka
Corey, Gerald. 2007. Teori dan Praktek Konseling & Psikoterapi. Bandung: PT Rineka Cipta.
Florsheim, P., Tolan, P. H., & Gorman-Smith, D. (1996). Family processes and risk for externalized behavior problems among African American and Hispanic boys. Journal of Counseling and Clinical Psychology, 64(6), 1222–1230.
French, Astrid. 1998. Ketrampilan Berkomunikasi antar Pribadi. Indonesia: Kentindo Soho.
Gunarsa, Singgih D. 2004. Konseling dan Psikoterapi. Jakarta: PT BPK Gunung Mulia.
Mulyana, Dedi. 2001. Kontek-Kontek Komunikasi. Bandung: PT Remaja Rosda Karya.
Prayitno dan Erman Amti. 2004. Dasar-Dasar Bimbingan Dan Konseling. Jakarta: PT Rineka Cipta.
Rakos, Richard F.1991. Assertive Behaviour: Theory, Research, And Training. New York: Routledge London.
Stein, J. Steven dan Howard E.Book. 2002. Ledakan EQ. Bandung: CV Alfabeta.
Stein, M. B., Liebowitz, M. R., Lydiard, R. B., Pitts, C. D., Bushnell, W., & Gergel, I. (1998). Paroxetine treatment of generalized social phobia (social anxiety disorder). A randomized clinical trial. Journal of the American Medical Association.
Sugiyo. 2005. Komunikasi Antar Pribadi. Semarang: UNNES Press.
Syafi’ie, Imam. 1993. Terampil Berbahasa Indonesia I. Petunjuk Guru Bahasa Indonesia SMU Kelas 1. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Tarigan, Djago, dkk. 2003. Pendidikan Keterampilan Berbahasa. Jakarta: Pusat Penerbitan Universitas Terbuka.
Tarigan, Henry Guntur. 1990. Berbicara: Sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa. Cet. Ke-10. Bandung: Angkasa.
Sofyan, Willis.. 2007. Konseling Individual Teori dan Praktek. Bandung:Alfabeta.
Zane, N. W. S., Sue, S., Hu, L., & Kwon, J. (1991). Asian-American assertion: A social learning analysis of cultural differences. Journal of Counseling Psychology, 38, 63–70.
Ziegler, R. G. (1996). Anxiety disorders in children: Applying a cognitive-behavioral technique that can be integrated with pharmacotherapy or other psychosocial interventions. In J. M.
Zimmerman, M., & Coryell, W. (1990). Diagnosing personality disorders in the community: A comparison of self-report and interview measures. Archives of General Psychiatry, 47, 527–531.
Ping-balik: ragam bimbingan | juniartiattinksondasambara
Ping-balik: 4 Ragam Bimbingan siswa SD (Daya Juang, Asertifitas, Kemandirian Belajar, Pemahaman karier)) | veronikarukini
makasih infonya pak
Ok, sama-sama. Semoga sukses selalu
Terimah Kasih Atas Pengetahuan yang diberikan oleh bapak , mohon maaf sebelumnya pak, saya mau meminta izin untuk mencopy materi bapak sebagai bahan pembahasan saya di kampus
Sama-sama
terimahkasih kak sangat membantu, semoga sukses selalu ya kak
Aamiin…. Terima kasih.
Ping-balik: ASSERTIVE TRAINING DALAM BUDAYA JAWA UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN KOMUNIKASI INTERPERSONAL GURU DI SEKOLAH MENENGAH PERTAMA – Ruang Calon Konselor